14 September 2024

Pendidikan untuk Pendamping Korban Kekerasan

0Shares

 

Pendidikan Paralegal - Copy

API-Kartini bekerjasama dengan LBH APIK Jakarta menyelenggarakan pendidikan paralegal di Ruang Kesbangpol Kantor Walikota pada tanggal 20-21 Mei 2016. Kegiatan ini bertujuan untuk menciptakan kader pro justice atau kader bantuan hukum yang siap melakukan pendampingan masyarakat dalam mengupayakan keadilan.

Minaria Christyn Natalia, Ketua API-Kartini menjelaskan, “Kegiatan ini merupakan salah satu jawaban atas maraknya kasus kekerasan seksual di masyarakat akhir-akhir ini.”

Selain kasus Yuyun yang menjadi isu nasional, di basis pengorganisasian API-Kartini juga banyak ditemukan kasus kekerasan seksual. Antara lain kasus pelecehan seksual dengan korban 11 anak di Rusun Marunda, Jakarta Utara dan kekerasan seksual pada balita di Kelurahan Krendang, Tambora, Jakarta Barat.

Dalam penyampaian materinya, Ratna Batara Munti menjelaskan bahwa pengertian paralegal Menurut Black’s Law Dictionary (Black, 1979:1001), adalah “a person with legal skills, but who is not an attorney, and who works under the supervision of a lawyer or no is otherwise authorized by law to use those legal skills.

Berdasarkan pengertian ini, yang disebut PARALEGAL adalah “Seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang penasehat hukum (yang profesional) dan bekerja di bawah bimbingan seorang advokat atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya. Peran paralegal ini mencakup kerja-kerja litigasi (melalui proses/jalur hukum) dan non litigasi (di luar proses/jalur hukum).

 

Jaring Laba-laba - Copy

Paralegal dalam kesehariannya bertugas dan bekerja membantu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Advokat dalam menangani atau mempersiapkan kasus-kasus dalam rangka membela kepentingan hukum kliennya. Dalam konteks Indonesia, paralegal tidak hanya sebagai penghubung/pembantu atau kepanjangan tangan dari kerja-kerja seorang pengacara atau advokat. Sejarah paralegal di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah munculnya gerakan sosial termasuk Bantuan Hukum di tahun 1970-an.

Adapun peran paralegal menurut D.J Ravindran dalam “Guidance for Paralegal” adalah: melaksanakan program-program pendidikan sehingga kelompok masyarakat yang dirugikan menyadari hak-hak dasarnya; memfasilitasi terbentuknya organisasi rakyat sehingga mereka dapat menuntut dan memperjuangkan hak-hak mereka: dan membantu melakukan mediasi dan rekonsiliasi bila terjadi konflik;

Siapa saja yang bisa menjadi paralegal? Menurut Ratna, yang bisa menjadi paralegal adalah setiap orang yang memiliki komitmen untuk melakukan perubahan sosial melalui pemberdayaan sumber daya hukum di masyarakat dan memiliki pengetahuan hukum dan keterampilan menjadi paralegal meskipun bukan berlatarbelakang sarjana hukum.

Paralegal dibutuhkan karena selama ini masyarakat apalagi di wilayah terpencil sangat susah mendapatkan akses informasi dan layanan bantuan hukum. Selain itu, jumlah advokat tidak sebanding dengan jumlah masyarakat miskin pencari keadilan.

Penduduk miskin menurut data BPS 2005 berjumlah 62 juta jiwa atau 28,44 persen dari total penduduk Indonesia yang totalnya berjumlah 218 juta orang. Sedangkan jumlah advokat saat ini hanya sekitar 20 ribu orang. Kemudian advokat yang aktif memberi bantuan hukum Cuma-Cuma (pro bono) jumlahnya lebih sedikit lagi. (Stranas akses terhadap keadilan, Bappenas 2009).

Berdasarkan kondisi tersebut maka ada komitmen nasional untuk memperkuat peran paralegal sebagai strategi nasional terhadap keadilan bagi masyarakat khususnya kelompok miskin, rentan dan marjinal. Dalam Pokok-Pokok Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan, (Bappenas, 2009), intinya mengakui bahwa Paralegal merupakan ujung tombak untuk pendidikan dan bantuan hukum bagi masyarakat dan merekomendasikan perlunya pengembangan paralegal yang lebih komprehensif dan multi dimensi untuk penguatan Akses terhadap Keadilan masyarakat.

Peran paralegal telah diakui setelah disahkannya UU Bantuan Hukum oleh DPR RI pada tanggal 4 Oktober 2011. Undang-Undang Bantuan Hukum ini merupakan inisiatif masyarakat antara lain hasil masukan Koalisi NGO yang bergerak di bidang bantuan hukum (KUBAH), Pokja Paralegal.

Dalam Undang-Undang Bantuan Hukum tersebut dijelaskan peran paralegal antara lain memberikan konsultasi hukum, melakukan mediasi dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, mendampingi korban untuk mendapatkan akses keadilan dan melakukan upaya-upaya pemberdayaan hukum di masyarakat serta menggunakan terobosan yang ada dalam aturan/kebijakan.

Peran paralegal mencakup kerja-kerja Litigasi atau melalui jalur hukum dan Non Litigasi yakni di luar jalur hukum.

Pendampingan litigasi yang dilakukan oleh paralegal meliputi: memberikan informasi hukum kepada korban (konsultasi hukum), menguatkan psikologis korban. Dan mendampingi korban untuk memperoleh rujukan/bantuan dari lembaga-lembaga penyedia layanan : Rumah Aman, LBH, Psikolog, dst

Sedangkan pendampingan non litigasi meliputi: melakukan mediasi jika itu pilihan korban (setelah korban mendapat informasi yang cukup terkait kasusnya dan dikuatkan psikologisnya); melakukan negosiasi atas dasar kepentingan korban dalam upaya mediasi; membuat kronologi kasus; jemput bola terhadap kasus KTPBG; dan memantau proses hukum dan mendokumentasikan

Ratna Batara Munti, direktur LBH APIK Jakarta yang menjadi fasilitator dalam pendidikan paralegal mengharapkan bahwa melalui pendidikan ini akan terwujud komunitas yang berdaya untuk pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

”Relawan Pendamping adalah orang yang mempunyai keahlian untuk melakukan konseling, terapi , dan advokasi guna penguatan dan pemulihan diri korban kekerasan, “ papar Ratna.

Fatimah, salah satu peserta pendidikan berharap bahwa dengan pendidikan paralegal ini bisa belajar lebih banyak dengan LBH APIK Jakarta untuk segera menangani kasus pelecehan seksual yang terjadi pada anak-anak di bawah umur dan menghukum pelaku KDRT secara tegas.

Fatimah - Copy

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai