Oleh: Mariana Amiruddin*
Sejarah kepahlawanan sering digambarkan yang memiliki latar belakang medan peperangan. Kepahlawanan sering digambarkan tentang prajurit, pasukan, dan senjata. Padahal, kepahlawanan diartikan seorang yang berjuang gagah berani dan rela berkorban demi membela kebenaran. Dia tidak perlu seorang prajurit, seorang yang memiliki pasukan, apalagi seorang yang bersenjata.
Apa makna kepahlawanan? Kepahlawanan memiliki kata kunci sebagai seorang yang berani, tidak putus asa, atas sebuah cita-cita yang tidak hanya untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang banyak. Apabila dikatakan untuk membela bangsa dan Negara, maka yang dimaksud adalah untuk kebutuhan masyarakat yang ada di dalam bangsa dan negaranya, bukan penguasa Negara. Kepahlawanan juga menunjukkan bahwa seorang tokoh tidak hanya berani tetapi juga dia pintar, dan dia pintar karena pengalamannya dalam menghadapi kenyataan, dalam keteguhannya.
Untuk mencapai suatu keadilan, maka kita perlu mengetahui apa keadilan itu sendiri, keadilan bagi perempuan, supaya dalam sepanjang hidupnya, ia tidak terlalu banyak mengalami hambatan, dalam situasi masyarakat dan budaya yang patriarkhi, yang ketika remaja hampir semuanya mengalami pelecehan seksual di ruang publik, di bis kota, di jalanan, di sekolah. Para Ayah akan tahu bagaimana anak perempuan itu tak bisa tumbuh dengan mudah di tengah masyarakat, tak semudah anak laki-laki. Para Ayah sudah banyak yang memikirkan hal-hal yang sangat emansipatoris dan kepahlawanan untuk anak perempuannya. Dan para Ibu sudah banyak yang memikirkan hal-hal yang sangat emansipatoris dan kepahlawanan dalam lingkungannya. Tentu ada juga ayah dan Ibu yang kelam, tetapi cerita sedih sudah terlalu banyak kita telan.
Apakah yang adil bagi perempuan itu? Yaitu, ketika menjadi janda ia tidak menderita karena selama hidupnya ia bergantung secara ekonomi pada suaminya. Ketika mengandung dan melahirkan, ia terjamin kesehatan dan gizinya. Ketika mengasuh anak-anak mereka, ia terjamin memiliki fasilitas yang memadai baik untuk dirinya maupun anak-anaknya, fasilitas dalam arti hal-hal yang mendukung pengasuhan seperti lingkungan yang baik untuk anak, pendidikan, makanan bergizi, dll dan juga pengembangan diri sang ibu. Ketika perempuan bekerja, maka ia tidak dibedakan upahnya oleh pekerja laki-laki. Yang membedakan hanya kompetensinya. Ketia ia remaja dan telah tumbuh buah dadanya, dan mulai menjadi perhatian lawan jenisnya, janganlah ia dilecehkan. Ketika ia lansia, perhatikan hal-hal yang menjadi kebutuhan perempuan lansia. Ketika ia menikah, biarkan ia memilih calon suami yang ia inginkan dan disaat umurnya sudah matang. Ketika berhubungan seksual, biarkan perempuan mencapai kenikmatan seksual dan menunjukkan ekspresi kenikmatannya pada pasangan yang ia pilih. Ketika ia menjadi pemimpin, biarkan perempuan diberi kesempatan bagaimana cara ia memimpin dan tunggu bagaimana ia bisa menunjukkan hasil-hasilnya. Ketika ia masuk partai politik dan berhasil duduk di jabatan publik, biarkan ia bekerja dengan tenang tanpa dikait-kaitkan dengan identitasnya sebagai perempuan yang katanya emosional dan tak bisa ambil keputusan, atau dianggap meninggalkan keluarganya.
Banyak tokoh-tokoh perempuan yang sudah dinyatakan sebagai pahlawan, tetapi sedikit sekali yang menceritakan kepahlawanannya karena keberanian, kegigihan dan kepintarannya. Alasan keberanian dan kegigihannya tersebut disebabkan adanya ketidakadilan. Ketidakadilan adalah kunci utama dari mengapa seorang pahlawan perlu berani, bukan semata-mata karena membela.
Oleh karena itu apa yang disebut pahlawan dalam sejarah kepahlawanan seharusnya memiliki kunci-kunci karakter sebagai berikut, seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
- Kesadaran akan adanya ketidakadilan
- Ketidakadilan menutup kebenaran
- Keadilan adalah tujuan karena dengan demikian maka kebenaran akan datang
- Menuju pada keadilan tentulah perlu keteguhan hati, gigih, memiliki prinsip, tidak mudah dipengaruhi, tidak mudah dirayu, tidak mudah dibohongi atau terkena tipu daya.
- Selalu berangkat dari prinsip. Tidak takut pada siapapun, sekalipun nasibnya akan terancam.
Karakteristik tersebut sebetulnya banyak ditemukan di masyarakat, apakah dia seorang nelayan, seorang ibu, seorang buruh, seorang perawat, dosen, atau siapapun. Dia tidak harus seorang aktivis atau seorang prajurit.
Misalnya Bu Sumarsih, seorang Ibu yang anaknya ditembak dalam Tragedi Trisakti. Atau Ibu Maria Sanu, Ibu Kus, dan Ibu Dewi Wardah dalam kasus Tanjung Priok, dalam peristiwa Pelanggaran HAM masa lalu, menunjukkan bagaimana perempuan-perempuan menjadi gigih dan tidak ada rasa takut sama sekali ketika anggota keluarganya mengalami ketidakadilan, ada yang diculik, dibunuh, atau dibuang. Kepedihan yang dialaminya berdampak pada keberaniannya untuk mengungkapkan kebenaran.
Apa saja persoalan perempuan? Persoalan perempuan tentu saja tidak tunggal, tetapi memiliki khas sebagai perempuan. Kehidupan perempuan memiliki khas, pertama karena hidup perempuan dalam budaya patriarkhi, berbeda dampaknya dengan kehidupan laki-laki. Lahir menjadi perempuan adalah tugas berat di dunia. Mereka akan sering mengalami ketidakadilan di banyak bidang kehidupan, hanya karena mereka perempuan. Banyak ancaman soal kekerasan seksual, pembatasan-pembatasan untuk mengembangkan diri, aturan-aturan yang menstigma perempuan menjadi sumber kemaksiatan karena tubuhnya sudah dianggap membawa dosa. Bila ingin maju mereka harus berjuang berkali lipat dan itupun belum tentu akan mendapatkan posisi politik, kecuali bila ia anak dari seorang tokoh, atau istri dari seorang tokoh, atau anak dari keturunan bangsawan atau orang kaya.
Oleh karena itu kepahlawanan perempuan adalah bagaimana dia bisa membebaskan dirinya, karena kebebasan atas diri akan mempengaruhi kebahagiaan bagi orang lain. Kebebasan disini dalam arti dapat menemukan kebahagiaan pilihannya. Kebebasan pada diri sendiri adalah perempuan perlu menjadi orang yang memiliki kesadaran atas adanya ketidakadilan dan karena ketidakadilan akan menutup kebenaran, akan menyengsarakan, dan karena itu perlu keteguhan hati, gigih, memiliki prinsip, dan tidak mudah dipengaruhi, tidak mudah dirayu, tidak mudah dibohongi ataupun terkena tipu daya. Perempuan yang berangkat dari prinsip, dan tidak takut pada apapun, sekalipun nasibnya akan terancam, adalah seorang Pahlawan, dan dia melakukannya untuk dirinya sendiri dan pada banyak orang, dan artinya kepada bangsanya.
*Penulis adalah salah seorang anggota Komisioner Komnas Perempuan. Tulisan ini disampaikan dalam Diskusi “Memaknai kepahlawanan Perempuan Dalam Konteks Indonesia hari Ini” yang diselenggarakan API-Kartini, di Jakarta, 6 November 2017.
Terkait
Mary Jane Fiesta Veloso: Perjalanan Panjang Menuju Pembebasan
Orde Baru dan Depolitisasi Perempuan
Peringatan 16 HAKTP 2024