Penggusuran di Tanjung Sari Banggai Sangat Sewenang-wenang dan Tidak Manusiawi.
Hari Senin (19/3), sebanyak 1400 jiwa atau 342 kepala keluarga (KK) di Tanjung Sari, Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, kehilangan tanah dan tempat tinggalnya akibat kebijakan penggusuran yang sewenang-wenang.
Penggusuran yang melibatkan 1000-an aparat gabungan TNI/Polri ini diwarnai kekerasan. Akibatnya, sebanyak 4 warga terluka dan dilarikan ke rumah sakit, sedangkan 26 warga lainnya ditangkap.
Kami menganggap penggusuran di Tanjung Sari ini sangat sewenang-wenang dan tidak manusiawi. Pertama, ada dugaan penggusuran ini didasari oleh putusan hukum yang keliru, terutama soal objek sengketa yang tidak jelas. Kedua, penggusuran ini tidak mempertimbangkan rasa keadilan dan hak-hak warga yang berjumlah ribuan orang.
Karena itu, kami mengapreasi setinggi-tingginya perlawanan yang ditunjukkan oleh ibu-ibu di Tanjung Sari, yang dengan gagah-berani berada di garis depan untuk menghentikan upaya penggusuran paksa.
Perempuan memang berkepentingan untuk melawan penggusuran yang sewenang-wenang. Apalagi, penggusuran atau konflik agraria seringkali menempatkan perempuan dan anak-anak sebagai subjek yang paling rentan menjadi objek kekerasan.
Pertama, dalam banyak kasus konflik agraria, perempuan rentan menjadi objek kekerasan fisik. Seperti konflik agraria di tahun 2017, dari 369 warga yang dikriminalisasi dan ditahan, 18 diantaranya adalah perempuan. Kemudian, dari 224 orang yang mengalami penganiayaan, 54 orang diantaranya adalah perempuan.
Kedua, perempuan dan anak-anak rentan menjadi objek kekerasan psikologis. Penggusuran yang disertai kekerasan seringkali meninggalkan trauma mendalam bagi perempuan dan anak-anak.
Ketiga, penggusuran yang disertai penghancuran rumah dan barang juga berpotensi menjadikan perempuan sebagai objek kekerasan ekonomi. Sebab, selain kehilangan tempat tinggal, sebagian besar usaha rumah tangga yang dijalankan oleh perempuan juga hancur.
Belum lagi, pasca penghancuran rumah/tempat tinggal, perempuan dan anak-anak terpaksa tinggal di tempat di pengungsian. Kadang mereka harus menyertakan anak balitanya yang rentan kondisi tidak nyaman di pengungsian.
Akibat penggusuran Tanjung Sari, 247 perempuan dan 52 orang anak usia di bawah lima tahun hidup di pengungsian. Sebagian besar mereka ditampung di mesjid-mesjid.
Karena itu, Aksi Perempuan Indonesia (API) Kartini mendesak pemerintah setempat (Gubernur dan Bupati) untuk mengambil langkah politik atas nama kemanusiaan dan tegaknya rasa keadilan untuk menghentikan penggusuran paksa di Tanjung Sari.
Jakarta, 21 Maret 2018
An. Pengurus DPP API Kartini
Diena Mondong (Ketua Umum): 085242288001
Rini Hartono (Sekretaris Jenderal): 087749086514
Terkait
Orde Baru dan Depolitisasi Perempuan
Peringatan 16 HAKTP 2024
Pernyataan Sikap: Minimnya Representasi Perempuan dalam Kabinet Merah Putih