26 April 2024

RUU KUHP dan Upaya Perlindungan Anak

0Shares

DPR akhirnya memperpanjang masa kerja Pansus Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) karena masih banyak kontroversi, salah satunya memuat pasal-pasal yang tidak mendukung upaya perlindungan anak.

Berdasarkan kajian dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) ada 3 (tiga) pasal yang termasuk kategori pasal yang tidak mendukung upaya perlindungan anak, yakni: Pasal 490, Pasal 496 dan Pasal 498.

Bunyi Pasal 490 RUU KUHP adalah sebagai berikut:

“Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping derajat ketiga, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”

“Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”

Bunyi Pasal 496 RUU KUHP adalah sebagai berikut:

“Setiap orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin serta berkelakuan baik, untuk melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun.”

Bunyi Pasal 498 RUU KUHP adalah sebagai berikut:

“Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 497 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (Sembilan) tahun.”

“Setiap orang yang di luar hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau persetubuhan dengan orang yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.”

Mengapa pasal ini tidak mendukung upaya perlindungan anak?

Pertama, tidak sejalan dengan UUD 1945 Pasal 288 ayat (2) yang menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang dan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Kedua, Anak sebagai korban tindak pidana dalam pasal ini seharusnya tidak diikat (didiskriminasi) dengan status kawin atau tidak kawin. Pembedaan status tersebut secara implisit menunjukkan penerimaan terhadap praktik perkawinan usia anak.

Nah, untuk mencermati lebih lanjut tentang dampak dari pasal ini, kita bisa melihat pada dua contoh kasus di bawah ini:

Kasus A: Ada seorang pelaku laki-laki dan seorang perempuan korban berusia 16 tahun belum kawin. Pada kasus A, pelaku yang melakukan pencabulan atau perkosaan pada korban akan dipidana karena korban berumur di bawah 18 tahun dan belum kawin.

Kasus B: Ada seorang pelaku laki-laki dan seorang perempuan korban berusia 16 tahun sudah kawin). Pada kasus B, pelaku yang melakukan pencabulan atau perkosaan terhadap korban tidak akan dipidana karena korban sudah kawin. Pada kasus seperti ini berpotensi terjadinya impunitas pelaku.

Demikianlah, kita bisa melihat bahwa apabila pasal ini  disahkan maka akan terjadi ketidakadilan bagi korban. Atas pertimbangan tersebut, maka Komnas Perempuan mengusulkan agar frasa “dan belum kawin” dalam Pasal 490 ayat (2), Pasal 496 dan Pasal 498 ayat (2) harus dihapus. (Siti Rubaidah)

 

Sumber bahan: Komnas Perempuan

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai