12 Desember 2024

Ganti Rugi Ruang Hidup, Bisakah?

0Shares

Pembangunan infrastruktur menjadi tiket penanda keberhasilan pimpinan sebuah wilayah atau negara. Demikian pula dengan pembangunan bandara terlebih bandara internasional seperti New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Pembangunan infrastruktur untuk kepentingan publik memang dibutuhkan terutama untuk memperlancar roda perekonomian. Kebutuhan ini tidak terbantahkan namun belum menjawab pertanyaan  roda perekonomian untuk siapa, apakah semua elemen masyarakat terfasilitasi dengan pembangunan infrastruktur seperti bandara internasional?

Fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya. Sebaik-baiknya rencana pembangunan, selalu ada pihak yang dikorbankan. Dalam pembangunan bandara NYIA adalah para petani dan buruh tani

Selama bertahun-tahun warga menolak kehadiran bandara NYIA. Bukan semata-mata karena jumlah uang ganti rugi. Ada hal yang lebih esensial dari penolakan tersebut, ruang hidup. Rumah, tanah, lahan, sawah,  keluarga dan lingkungan sosial. Uang tidak mampu menggantikan ruang hidup yang terampas. Ibarat mencerabut seluruh kehidupan.

Kisah warga yang terancam tercerabut ruang hidupnya diceritakan oleh para ibu di Temon, Kulonprogo. Saat ini merupakan masa panen cabe, terong, kacang panjang dan lainnya. Dalam sekali panen, bisa dilakukan beberapa kali pemetikan. Dalam waktu sekitar 4 bulan, pemetikan bisa dilakukan hingga 25 kali. Sekali petik rata-rata 2-3 kuintal. Dengan harga cabai saat ini, petani bisa mendapatkan keuntungan 3-5 juta rupiah. Bayangkan dengan hasil total pemetikan, petani bisa meraup keuntungan hingga 25 juta. Modal yang dikeluarkan untuk mulai menanam sekitar dua juta rupiah untuk keperluan bibit, molsa atau pemlastikan, rabuk dan upah buruh.

Ibu-ibu petani Temon, Kulon Progo yang kehilangan lahan dan masa pencahariannya.

Saat ini, ibu Juwarni, ibu Istinah, ibu Juwati, ibu Susilah, ibu Wagirah dan lain-lain hanya bisa menatap sisa-sisa tanaman yang hancur di gasak backhoe pada hari Kamis dan Jumat kemarin (28-29/6/2018).

Ibu Satini dan suaminya Agus menanam cabe di lahan seluas 5 epek . Saat ini sedang menikmati masa panen tanaman cabenya yang subur. Mereka sudak melakukan pemetikan sebanyak 3 kali. Rencananya pada hari jumat mereka akan melakukan pemetikan lagi namun apa daya pada hari kamis semuanya hancur dilindas backhoe.

Bukan hanya para petani yang kehilangan hasil panennya, Ibu Saliyem dan suaminya yang menjadi ketua RT disitu serta Ibu Parsida dan suaminya Pak Sutomo yang bekerja sebagai buruh serabutan ikut kehilangan pekerjaannya

Ibu Sutarmi, seorang anda yang memiliki  2 orang anak., salah satunya masih duduk di bangku   masih SMK kelas 2, sebentar lagi harus menghadapi persoalan keuangan karena akan mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) ke Bali. Ketika ditanya bagaimana nanti setelah semua tanaman hancur oleh backhoe, rata-rata menjawab, “Ngapunten….”

 

Ernawati

Sidareja, 29 Juni 2018

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai