Memperingati kelahiran 20 tahun, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mengajak semua elemen masyarakat untuk bersatu membangun kesadaran dan kampanye mendorong pemerintah untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Hingga tahun 2013, Komnas Perempuan mencatat ada sekitar 5.629 kasus kekerasan terhadap perempuan, yang artinya dalam setiap 3 jam ada 2 perempuan mengalami kekerasan seksual,” kata Azriana, Ketua Komnas Perempuan dalam kata sambutannya Rabu, 31 Oktober 2018.
Peringatan Ulang Tahun Komnas Perempuan kali ini mengangkat tema, 20 Tahun Putri Sulung Reformasi: “Mengembangkan Pengetahuan dan memperkokoh Keterlibatan Publik dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan”.
Peringatan 20 Tahun Komnas Perempuan diwarnai oleh beberapa acara, antara lain: pembacaan pidato, puisi, dialog interaktif, panggung musik dan berbagai acara seni yang memberi pesan-pesan ideologis tentang pentingnya melawan kekerasan seksual oleh semua pihak tanpa terkecuali.
Dengan melihat berbagai problem situasi perempuan, Magdalena Sitorus dengan lantang dan penuh empati membacakan puisi untuk seluruh perempuan Indonesia. Puisi yang dibacakan sangat menyentuh langsung persoalan perempuan diseluruh tanah air, hingga pada bait akhir yang mendeskripsikan kondisi para buruh migran.
Dialog interaktif pun dikemas secara apik dan segar dengan pemantik dialognya dipandu oleh Inayah Wahid. Secara bergantian, Inay (red: panggilan akrab Inayah Wahid) mengundang satu persatu narasumber ke atas panggung untuk membincang berbagai persoalan terkait peran dan kiprah Komnas Perempuan selama 2 dasawarsa.
Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H, M.H, hakim konstitusi perempuan pertama pada Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2008-2013 dan Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan di Universitas Indonesia tampil sebagai narasumber pertama. Dalam pandangannya, 20 tahun Komnas Perempuan mempunyai andil yang besar dalam mengawal lahirnya perundang-undangan yang berperspektif gender.
Narasumber dialog interaktif kedua adalah Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, M.Hum salah seorang pendiri Yayasan Pulih. Menurutnya, Komnas Perempuan telah membuat sebuah kerja besar bagi perempuan. Kerja-kerja strategis bagi upaya pemberdayaan perempuan dilakukan dalam konteks advokasi dan pemulihan sekaligus. Selain itu, Komnas Perempuan juga telah mendefinisikan makna pemulihan dalam arti luas, yang harus menjadi panduan dalam melakukan kerja-kerja advokasi. Sehingga konsep advokasi harus berbasis pada perempuan korban dan tidak mengabaikan pemulihan bagi perempuan korban.
Kristi berpendapat bahwa, memulihkan kondisi seseorang pasca mengalami kekerasan adalah hal yang tidak mudah. Kita butuh waktu, tenaga dan kesiapan diri untuk bisa membantu orang lain, terutama harus memikirkan bagaimana cara orang tersebut akan berdaya secara ekonomi dan bisa keluar dari keadaan masa lalunya.
Di akhir dialog, Usman Hamid, menekankan pentingnya Komnas Perempuan sebagai wadah yang tersentralisir membangun kepeloporan akan platform perjuangan dan persatuan kaum perempuan lintas organisasi. Ia mengatakan, kapasitas Komnas Perempuan sebagai anak Sulung Reformasi perlu terus mensupport agenda-agenda perjuangan perempuan secara berkelanjutan. Mengingat beberapa organisasi perempuan yang cukup progresif akhirnya mandek, hanya karena persoalan financial.
“Perlu support melalui pundi-pundi perempuan oleh Komnas perempuan, sebagai bentuk saling menggalang persatuan lintas organisasi,” tuturnya.
Sebagai penutup acara, tampil Grup Band Simponi yang diisi oleh anak-anak muda ini, begitu lantang menyanyikan lagu-lagu bagi perjuangan melawan kekerasan seksual seperti lagu Sister in Danger, lagu Empu, dll.
Tak ketinggalan, kemeriahan suasana ulang tahun 20 tahun Komnas Perempuan diselingi penampilan indah Paduan Suara Komnas Perempuan dan tari-tarian yang menggambarkan kebhinekaan dan keberagaman Indonesia. (*)
Fen Budiman
Terkait
Posisi Perempuan dalam Pilkada 2024
Morowali Dibawah Tekanan Industri Ekstraktif dan Ancaman Kemiskinan
Hari Tani Nasional 2024, Mimpi Besar Kesejahteraan