Ada 3 (tiga) hal yang menjadi pokok pikiran saya tentang perempuan dan politik. Pertama, bagaimana posisi politik kita sebagai perempuan. Kedua, apa kebutuhan perempuan yang harus diakomodir oleh wakil kita di DPR dan oleh Presiden mendatang. Ketiga, etika politik seperti apa yang perlu kita rawat dan lanjutkan sehingga tidak menimbulkan kerugian-kerugian kepada masyarakat, alam raya dan tentu saja kepada kita perempuan sebagai bagian dari alam raya ini.
Pertama, mengenai posisi politik perempuan. Kita harus memahami betul kebutuhan kita sebagai perempuan sebelum kita mengenali visi, misi dan program orang-orang yang akan kita pilih atau orang-orang yang akan mewakili kita.
Kalau kita belum paham apa kebutuhan kita sebagai perempuan, maka kita akan gampang dikibuli. Artinya kita hanya mendukung sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan kita. Tidak ada kaitannya dengan kesulitan sehari-hari yang kita hadapi.
Kebutuhan perempuan itu ada yang bersifat praktis dan ada yang bersifat strategis. Yang bersifat praktis itu adalah kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Misalnya, perempuan itu dianugerahi rahim sehingga bisa menstruasi dan kalau sehat bisa hamil dan melahirkan. Sedangkan kebutuhan strategis misalnya adalah: kalau kita sebagai warga negara hamil, maka apakah ada layanan untuk perempuan hamil yang mudah-murah-terjangkau dan aman sehingga kita bisa mengaksesnya.
Contoh kebutuhan praktis yang lainnya adalah: perempuan dan anak-anak tidak boleh lapar, kekurangan gizi, tidak takut digusur. Itulah kebutuhan-kebutuhan yang tidak bisa ditunda. Jadi, sandang, pangan dan papan untuk kita berteduh kala panas dan hujan itu adalah bentuk-bentuk kebutuhan praktis.
Kebutuhan strategis akan mempengaruhi pada kebutuhan praktis. Contoh kebutuhan strategis adalah: seberapa kita sebagai perempuan hidup aman dan merdeka, seberapa kalau kita mengalami pelecehan di jalan kita bisa melapor kepada Pak RT, seberapa kalau ada kasus perkosaan maka wakil pemerintah atau wakil masyarakat yang ada akan memberikan perhatian. Itulah yang menjadi kebutuhan strategis.
Juga soal relasi kuasa, mungkin bagi banyak kaum ibu buat hadir ke acara diskusi publik akan sangat mudah karena tinggal berangkat. Tapi buat sebagian ibu ibu yang lain pasti tidak mudah karena ia akan minta persetujuan suaminya. Kemudian bagi yang punya pacar, maka ia harus minta persetujuan pacarnya.
Soal negosiasi soal persetujuan itu akan lebih mudah terjadi kalau kita punya relasi yang setara. Dari mulai setara di tempat tidur, setara dengan pacar, setara di tingkat Rukun Tetangga sampai pada kehidupan bernegara seperti ajang-ajang politik saat ini.
Jadi ibu-ibu dan remaja-remaja putri harapan bangsa harus bisa melihat visi, misi dan program serta kelakuan para wakil rakyat atau calon legislatif di masa lalu. Kemudian, berpikir untuk saat ini kira-kira mana yang realistis dan lebih bisa memenuhi kebutuhan strategis dan praktis kita sebagai warga negara Indonesia yang berjenis kelamin perempuan.
Kita tidak perlu khawatir karena sudah ada jaminan di Undang Undang Nomor 7 Tahun 1984 yakni dalam CEDAW, karena tidak boleh ada diskriminasi terhadap warga negara perempuan dalam setiap aspek kehidupan. Walaupun pada prakteknya tidak demikian karena kita masih harus memperjuangkannya.
Kita perlu memperjuangkan kebutuhan strategis dengan memberikan tuntutan kita kepada orang yang akan kita pilih atau melakukan kontrak politik. Bagaimana mereka bisa memenuhi kebutuhan praktis dan strategis para warga yang telah memilihnya. Bila ada yang sudah terpilih maka seharusnya dia merawat dan melanjutkan, jangan justru mengurangi kemerdekaan perempuan, mengurangi perlindungan perempuan, jangan pula ketika ada Undang Undang yang akan melindungi perempuan dari korban kekerasan malah dihadang dan bukannya disahkan. Tanpa Undang Undang yang melindungi korban perkosaan maka banyak korban perkosaan yang menderita gangguan jiwa dan akhirnya bunuh diri karena negara belum sepenuhnya menjamin hak-hak mereka.
Kedua, adalah etika politik. Orang suka bilang bahwa politik adalah dunia yang kotor. Memang benar itu terjadi, tapi praktik politik itu adalah buatan manusia yang artinya kalau kita sebagai masyarakat mendukung politik yang peduli dan bersih maka mau tidak mau yang kita pilih juga akan mengikuti aspirasi kita kalau kitanya kuat. Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang yang baik, manusia yang menyukai keadilan sehingga kita masih punya peluang besar untuk membangun etika politik yang peduli.
Kepercayaan pada manusia perempuan, yang memiliki rahim dan indung telur itu adalah kepercayaan yang luar biasa. Karena rahim dan indung telur itu adalah berkat terbesar dari Allah kepada manusia yang berjenis kelamin perempuan, sekaligus tanggung jawab paling berat karena di tubuh perempuan yang sehat itu seperti diberikan semacam dunia kecil untuk kehidupan mahluk yang paling menentukan di alam raya ini. Satu-satunya mahluk yang bisa menjadi sebaik malaikat atau malah justru menjadi makhluk yang seburuk setan yang selalu berbuat kejahatan.
Pilihlah cara-cara kerja politik yang lebih membuat rasa aman dan keselamatan, tidak hanya keselamatan secara ekonomi tapi juga bebas dari rasa takut karena beragama beda, bebas dari rasa takut karena etnis tertentu, bebas dari rasa takut karena kita dari Papua, bebas dari rasa takut karena orang tua kita bekas tahanan politik. Etika politik yang diajarkan dari rahim kita itu akan lebih peduli pada semua kondisi manusia tanpa pamrih dan itu amalan terbaik dimana kita mencintai sesama manusia tanpa pamrih, tanpa melihat latar belakangnya apapun.
Ketiga, jangan pernah melupakan sejarah atau Jas Merah, karena 30 hari lagi kita akan mencoblos, 5 menit yang berharga itu tidak gratis karena itu hasil dari perjuangan Kongres Perempuan Indonesia ke III tahun 1938 di Bandung. Perempuan-perempuan seluruh Indonesia bahkan sebelum Republik ini berdiri sudah memikirkan hak politik mereka sehingga saat merdeka ini kita tinggal menikmati hasilnya.
Untuk itu apa yang sudah diperjuangkan oleh perempuan-perempuan pada jaman itu jangan dijual murah dengan harga 200-300 ribu, jangan dijual murah kepada calon-calon yang hanya melukai sesama anak bangsa. Gunakanlah hasil perjuangan pendahulu kita itu untuk kebutuhan praktis, strategis dan keberlangsungan bangsa Indonesia.
(*)
Terkait
Cerita Perempuan Batulawang, Memperjuangkan Hak Atas Tanah
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Sunat Perempuan, Tradisi Berbalut Agama yang Membahayakan