Jakarta – Menanggapi kenaikan BPJS yang rencananya akan diberlakukan mulai 1 Januari 2020, Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) bersama beberapa perwakilan ormas dari LMND, FNPBI dan API Kartini kembali menggelar aksi massa di depan Istana Presiden dan dilanjutkan ke Gedung DPR RI, Senin (11/11/2019).
Wahida Baharuddin Upa, Ketua Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) dalam orasinya menyampaikan bahwa kesehatan warga negara adalah menjadi kewajiban negara. Hal ini tertuang dengan sangat jelas dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Pasal 34.
“Kedua pasal diatas merupakan rangkaian dasar bagi kewajiban negara atas pemenuhan hak-hak seluruh warga negara tanpa kecuali melalui sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat (semesta) yang dapat mendorong pengembangan diri setiap orang sebagai manusia bermartabat,” tegas Wahida yang juga menjabat sebagai Bendahara Umum DPP API Kartini.
Artinya pemerintah menjamin kesehatan rakyat dari hulu sampai hilir, dari pencegahan hingga pengobatan. Mempertahankan kesehatan rakyat melalui peningkatan gizi, kualitas hidup dan penyediaan fasilitas kesehatan yang bermutu hingga penyediaan alat kesehatan dan farmasi yang berkualitas.
Kata kuncinya adalah Jaminan Kesehatan adalah Hak Setiap Warga Negara dan Kewajiban Negara. Sebuah kewajiban dan tanggungjawab negara dalam konteks kemanusiaan yang adil dan beradap demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Fen Budiman dari DPP API Kartini menyatakan, “Telah terjadi liberalisasi kesehatan Di Indonesia, yakni: Pertama: 63 % Rumah Sakit adalah Milik Swasta. Kedua: hampir 95% bahan baku obat-obatan kita diimpor, dan Ketiga: Sistem Jaminan Kesehatan kita secara prinsip juga bermasalah.”
Menurutnya, Konstitusi telah mengatur dengan jelas bahwa sistem layanan kesehatan haruslah berbasis Jaminan Sosial, akan tetapi dalam pelaksanaan Sistem Jaminan Kesehatan di Indonesia dikelola dengan menggunakan sistem Asuransi, yang tentu saja akan berhitung untung rugi dalam pelaksanaannya.
Setelah aksi dan berorasi di depan Gedung DPR RI, sekitar pukul 15.00 WIB beberapa perwakilan massa diterima oleh Komisi IX DPR RI. Dalam audiensi bersama Komisi IX DPR RI tersebut, para delegasi menyampaikan bahwa solusi yang diinginkan oleh rakyat bukannya asuransi kesehatan tetapi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
“Sebenarnya, jika kualitas hidup dan kesehatan meningkat maka jumlah orang yang sakit berkurang dan otomatis hemat APBN, negara dapat profit dan bisa dialihkan untuk program pembangunan yang lain. Rakyat untung karena makin sehat dan dapat layanan kesehatan yang baik jika sakit, negara pun untung karena dapat profit dari BUMN jaminan sosial,” papar Wahida.
Dengan demikian, seharusnya rakyat tak perlu bayar iuran. Tapi yang berlaku sekarang justru sebaliknya, rakyat dan negara harus bayar iuran, negara harus mensubsidi jika terjadi defisit, negara wajib bangun rumah sakit. Namun negara tak ambil benevit/profit dan tidak boleh ikut campur rumah tangga BPJS.
“Lalu dimana makna keadilannya? tanya Wahida kepada para anggota DPR RI.
SRMI bersama beberapa ormas yang tergabung dalam aksi menawarkan dua skema layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia:
Skema pertama: Negara bertanggungjawab sepenuhnya terhadap sistem layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan fasilitas kelas 3, total coveraged.
Rp.10.000/bln × 12 bln = 120.000/tahun/jiwa.
120.000/jiwa/pertahun × 270.000.000 = 32.400.000.000.000
32,4 triliun negara siapkan untuk JAMKESRATA / tahun.
Skema kedua: mengembalikan program layanan kesehatan pada program Jaminan Kesehatan Masyarakat atau JAMKESMAS dan bagi daerah dengan penyesuaian kemampuan keuangan daerah masing-masing, kembali pada program JAMKESDA. Karena program ini sudah terbukti efektif dengan cukup menggunakan KK/KTP dan efisien dalam penggunaan anggaran juga total coveraged.
Serikat Rakyat Miskin Indonesia, menuntut kepada Presiden Jokowi dan DPR RI agar membubarkan BPJS yang telah terbukti gagal sebagai badan penyelenggara yang ditunjuk oleh negara dan membentuk Jaminan Kesehatan Rakyat Semesta (JAMKESRATA) bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan fasilitas kelas 3.
Secara garis besar Komisi IX DPR RI sepakat dengan usulan SRMI tentang skema pertama yakni tentang pentingnya JAMKESRATA. Komisi IX DPR RI juga meminta data lebih lanjut terkait keberhasilan pengelolaan jaminan kesehatan era Jamkesmas/Jamkesda dibandingkan dengan pengelolaan BPJS sekarang.
Komisi IX DPR RI juga sepakat tentang perlunya pembangunan rumah sakit di provinsi terjauh, terluar dan di provinsi-provinsi yang belum ada rumah sakit tipe A dan B, seperti di Maluku Utara, Halmahera, dan Kalimantan.
Komisi IX DPR RI juga berjanji akan melakukan studi banding di wilayah-wilayah dimana pengelolaan Jamkesmas/Jamkesdanya berhasil, seperti: Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Utara. Di 3 provinsi tersebut Gubernurnya pernah mengajukan pengelolaan jaminan kesehatan dengan Jamkesda dan tidak di bawah BPJS.
Sukir Anggraeni
Terkait
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Sunat Perempuan, Tradisi Berbalut Agama yang Membahayakan
Dari Aktivisme Borjuis ke Solidaritas Sejati: Membangun Gerakan Sosial yang Inklusif