Oleh: Jurni Piereananta
Body shaming merupakan cara mengomentari, mengkritik tubuh seseoraang atau diri sendiri secara negatif, bisa diklasifikasikan salah satu betuk bullying. Siapapun bisa jadi korban, tak memandang usia dan jenis kelamin, bisa dilakukan siapa saja, secara sadar ataupun tak sadar.
Sebutan seperti Keling bagi berkulit hitam, Gajah bagi yang bertubuh besar, tiang listrik yang kurus tinggi, dan sejenisnya sering kita dengar. Bahkan perumpamaan itu dianggap biasa dalam perkawanaan dan keluarga, padahal tak semua orang rela disebut seperti itu. Setiap orang memiliki ketahanan mental yang berbeda dalam menyikapi hal-hal yang berurusan dengan tubuhnya, dan tidak semua orang nyaman membicarakan tubuhnya.
Banyaknya standar kecantikan dan kesempurnaan fisik bagi perempuan, membuat perempuan kerap menjadi korban body shaming, mulai dari bentuk tubuh warna kulit, dan lainnya. Bercanda ala body shaming mungkin untuk sebagian perempuan biasa saja. Bagi perempuan yang sudah menerima tubuhnya, tidak merasa ada yang salah dan merasa nyaman dengan tubuhnya. Tapi bagi sebagian perempuan body shaming bisa menjadi fatal, merasa terasing, direndahkan, tak percaya diri, bahkan depresi bisa mereka alami.
Iklan produk kecantikan, paling banyak melakukan body shaming. Pemutih kulit misalnya, seolah-olah yang tidak memiliki kulit putih tidak cantik. Iklan shampo, seolah-olah yang lurus dan panjang adalah rambut yang ideal, dan banyak lainnya. Standar-standar kesempurnaan ini biasa menjadi standar umum dan membuat seolah-olah orang yang tidak mengikuti standar itu tidak cantik.
Di Instagram banyak artis perempuan yang mengalami body shaming. Audi, Putri Titian contohnya, baru beberapa bulan melahirkan, bentuk tubuh mereka dikomentari warganet. Padahal secara alamiah setelah melahirkan sangat wajar bila tubuh mereka mengalami perubahan. Komentar negatif tentang bentuk tubuh seperti ini mengacaukan mental ibu, yang seharusnya fokus pada bayi. Malah akan berfikir bahwa dia sudah tak cantik lagi dan cemas berat badannya tak akan turun pasca melahirkan. Parahnya yang berkomentar kebanyakan perempuan juga. Lebih celakanya lagi bila tak ada dukungan secara moral dari pasangan.
Banyak terjadi, karena takut akan perubaham bentuk tubuh ibu hamil yang karena takut gemuk, membatasi asupan makanannya tanpa konsultasi dengan dokter. Ibu yang baru menyusui melakukan olahraga ekstra untuk kembali mempertahankan tubuh yang dianggap suami mereka ideal. Bagi yang akan menikah diet ketat saat jelang pesta pernikahan biasa dilakukan, baik mengubah pola makan bahkan mengkomsumsi obat-obatan yang berbahaya. Demi tampak paripurna dimata orang walau harus menyiksa diri.
Beberapa waktu lalu saya dikirimi potongan Video klip lagu berjudul Body Konteiner, oleh Exizz. Lagu ini menggunakan bahasa daerah. Dinyanyikan seorang perempuan dan beberapa penyanyi laki-laki, yang menceritakan perbincangan seorang istri dan suami. Lirik terjemahan lagunya kira-kira seperti ini:
Perempuan: Kalau Cuma Fitnes saya sudah ikut, kalau Cuma diet saya sudah lakukan, kalau Cuma makan saya sudah tahan
Laki-laki: Ada apa dengan kamu, kenapa jadi lebih besar, ada apa dengan kamu kenapa sudah seperti gajah, laki-laki mana yang rela, punya istri badannya seperti kontainer.
Bagaimana komentar atas lagu ini? Ada yang tertawa apalagi video clipnya memang lucu. Tapi isi lagu ini jelas memperlihatkan arogansi laki-laki yang mengatur tubuh perempuaan, walaupun itu istrinya, dan betapa perempuan masih harus tunduk dan patuh pada kriteria tubuh ideal menurut laki-laki.
Ayo bersama, lawan Body Shaming!
Terkait
Mary Jane Fiesta Veloso: Perjalanan Panjang Menuju Pembebasan
Orde Baru dan Depolitisasi Perempuan
Peringatan 16 HAKTP 2024