29 Maret 2024

Nawal El Saadawi ‘de Beauvoir’ dari Dunia Arab

0Shares

“Kekuatan kapitalis kolonial terutama berbahasa Inggris atau Perancis …. Saya masih diabaikan oleh kekuatan sastra besar di dunia, karena saya menulis dalam bahasa Arab, dan juga karena saya kritis terhadap kolonial, kapitalis, rasis, patriarkal pola pikir dari kekuatan super.” ~Nawal El Saadawi

***

Nawal El Saadawi lahir pada tanggal 27 Oktober 1931. Ia adalah adalah seorang penulis, aktivis, dokter, dan psikiater serta feminis Mesir. Dia telah menulis banyak buku-buku yang subjeknya adalah perempuan dalam Islam. Ia memberikan perhatian khusus pada praktik sunat perempuan (genital mutilation) di masyarakatnya. Dan digambarkan sebagai “Simone de Beauvoir” dari dunia Arab.

Lulus dari Fakultas Kedokteran dari Universitas Kairo tahun 1955 ia memulai kariernya di dunia medis. Saat berpraktik, ia mengamati bahwa kesehatan fisik dan masalah kejiwaan perempuan terkait dengan praktik budaya yang menindas. Rata-rata perempuan mengalami penindasan yang berlipat, penindasan oleh sistem patriarki, penindasan kelas dalam masyarakat serta penindasan imperialis. Beban ganda pada perempuan Mesir inilah yang menjadi obyek penelitiannya.

Saat berpraktik sebagai dokter di tanah kelahirannya di Kafr Tahla, ia melihat adanya ketimpangan relasi antara laki-laki dan perempuan.  Bahkan sering menemukan kekerasan domestik (rumah tangga) yang dialami perempuan. Setelah kembali ke Kairo, ia menjadi Direktur Kesehatan Masyarakat dan menikah dengan suami ketiganya yaitu Sherif Hetata. Hetata adalah seorang dokter dan penulis yang pernah dihukum selama 13 tahun.

Tahun 1972, Nawal menerbitkan buku Al Mar’a wa Al-Jins (Woman and Sex) yang menentang berbagai agresi  terhadap tubuh perempuan, termasuk sunat perempuan. Buku teks ini menjadi dasar gerakan gelombang feminis kedua. Sebagai konsekwensinya, Nawal diberhentikan dari posisinya di kementerian kesehatan dan sebagai editor kepala Jurnal Kesehatan dan Asisten Sekjen Asosiasi Medis di Mesir.

Tahun 1973-1976 Nawal bekerja untuk riset bagi kaum perempuan dan neurosis di Fakultas Kedokteran Ain Shams University. Kemudian tahun 1979-1980 menjadi penasehat PBB untuk Program Perempuan di Afrika (ECA) dan Timur Timur Tengah (ECWA). Pada tahun 1982, ia mendirikan dan memimpin Arab Women Solidarity Association, yang salah satu kegiatannya adalah menerbitkan majalah Noon (sejak 1989). Pada 1991 majalah Noon ditutup oleh pemerintah, diikuti dengan penutupan Arab Woman Solidarity Association (15 Juli 1991). Nawal kemudian mendirikan organisasi lain, yaitu Woman in Islam.

Nawal sangat produktif menulis buku tentang kedudukan, psikologi, dan seksualitas perempuan. Karya-karyanya pernah disensor di Mesir, Saudi Arabia, dan Libya kemudian terbit di Libanon. Nawal meraih berbagai hadiah sastra dan Supreme Council for Arts and Social Sciences, Mesir (1974) Franco-Arab Frienship Association, Paris (1982), dan Hadiah Sastra Gubran (1988).

Nawal juga membantu penerbitan majalah feminis pada tahun 1981 bertajuk Konfrontasi yang dipandang berbahaya dan kontroversial. Ia pun dipenjara oleh Presiden Mesir Anwar Sadat. Menurutnya, Anwar Sadat memenjarakan karena kritiknya terhadap demokrasi yang diakui. Namun, ia dibebaskan satu bulan setelah pembunuhan Presiden Anwar Sadat. 

“Bahaya telah menjadi bagian hidupku sejak aku mengambil pena dan menulis. Tidak ada yang lebih berbahaya daripada kebenaran di sebuah dunia yang penuh kebohongan,” katanya.

Nawal El Saadawi adalah salah seorang penghuni penjara Qanatir Women’s Prison. Pengalaman dalam penjara ditulisnya dalam sebuah memoirnya berjudul Mudzakkirati fi Sijn An-nisa (Memoir from the Women’s Prison, 1983). Selama di Qanatir ia menulis A Woman at Point Zero pada tahun 1975.

Pada tahun 1988, ketika hidupnya diancam oleh kaum Islamis dan penganiayaan politik, Nawal terpaksa meninggalkan Mesir. Dia menerima tawaran untuk mengajar di Departemen Bahasa Asia dan Afrika Universitas Duke di North Carolina, serta di Universitas Washington. Sejak itu ia memegang posisi di sejumlah perguruan tinggi dan universitas bergengsi termasuk Universitas Kairo, Harvard, Yale, Columbia, Sorbonne, Georgetown, Universitas Negeri Florida, dan Universitas California, Berkeley. Pada tahun 1996, dia pindah kembali ke Mesir. 

Nawal melanjutkan aktivitasnya dan mempertimbangkan mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Mesir 2005, sebelum melangkah keluar karena persyaratan ketat untuk kandidat pertama kali. Bukunya Mufakirat Tifla fi Al-Khamisa wa Al-Thamaneen (Buku Catatan Gadis berusia 85 tahun), berdasarkan kutipan dari jurnalnya, diterbitkan pada 2017.

Nawal berbicara bahasa Inggris dengan lancar selain bahasa Arab asli Mesir-nya. Saat ia menulis dalam bahasa Arab, ia melihat pertanyaan tentang terjemahan ke dalam bahasa Inggris atau Prancis sebagai ‘masalah besar’ yang terkait dengan fakta bahwa:

“Kekuatan kapitalis kolonial terutama berbahasa Inggris atau Perancis …. Saya masih diabaikan oleh kekuatan sastra besar di dunia, karena saya menulis dalam bahasa Arab, dan juga karena saya kritis terhadap kolonial, kapitalis, rasis, patriarkal pola pikir dari kekuatan super,” ungkap Nawal.

Humaira

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai