Tangerang – Menyikapi situasi pandemi dan era normal baru yang ditetapkan oleh pemerintah, DPP API Kartini membuat acara Ngobrol Bareng Ke-2 dengan tema: “Gotong Royong Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Era New Normal.” Tampil sebagai narasumber adalah Minaria Chrytin Natalia dan Fen Budiman bertindak selaku moderator. Acara disiarkan secara langsung selama 1 jam melalui IG @dppapikartini pada Selasa, 9 Juni 2020.
Sejak diumumkan oleh pemerintah awal bulan Maret 2020, pandemi covid-19 ini telah melumpuhkan berbagai sendi kehidupan. Tak hanya sektor kesehatan yang terdampak, namun sendi kehidupan sosial dan ekonomi juga lumpuh. DKI Jakarta yang menjadi sentral ibukota negara Republik Indonesia menjadi zona merah sekaligus gerbang penyebaran virus corona. Sehingga dampaknya meluas dengan cepat ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
Minaria Chrytin Natalia, pengurus DPP API Kartini menyatakan hampir seluruh lapisan masyarakat terdampak oleh pandemi covid-19. Terjadi krisis ekonomi yang menghantam tak hanya para pengusaha dan sektor bisnis kelas menengah. Situasi pandemi ini terlebih-lebih memukul kelas masyarakat di lapisan paling bawah, seperti buruh dan pemulung.
“Klaster masyarakat bawah seperti pemulung juga sangat terdampak. Hal ini dikarenakan banyak perumahan-perumahan di wilayah saya (Kabupaten Tangerang) yang menutup akses jalan dan perumahan sehingga para pemulung tidak bisa menjalankan pekerjaannya memulung sampah seperti biasanya di lingkungan di mana mereka biasa bekerja,” jelas Minar.
Bahkan yang mengenaskan, menurut Minar, ada keluarga yang harus merangkap jatah sarapannya dengan makan siang atau bahkan dengan makan malam sekaligus. Alias hanya makan dua kali sehari atau bahkan sekali dalam sehari. Tak sedikit pula yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Kabupaten Tangerang adalah wilayah yang mempunyai banyak pabrik dan industri. Disini, banyak buruh yang terkena PHK atau dirumahkan oleh perusahaan. Ada yang sudah sampai pabrik tapi disuruh pulang. Ada yang dirumah ditelpon oleh pihak perusahaan agar tidak bekerja sampai situasi aman. Mereka dirumahkan (PHK) tanpa keterangan atau pesangon dari pihak perusahaan,” lanjutnya.
Cukup ironis memang, di satu sisi untuk menjaga kesehatan masyarakat diharapkan cukup makan dengan gizi yang seimbang namun disatu sisi justru terjadi kekurangan pangan akibat krisis ekonomi dan hilangnya mata pencaharian. Menghadapi situasi tersebut, Minaria sebagai salah satu kader API Kartini mencoba bergerak dan mencari solusi. Selain mengontak beberapa teman yang bertugas dalam pembagian sembako juga menjalin komunikasi dengan perangkat desa setempat (RT/RW). Walhasil, berkat bantuan ibu-ibu PKK dilingkungannya terbangunlah solidaritas antar warga.
“Ada kendala politis disini, dimana pendataan telah lama dilakukan namun Bantuan Langsung Tunai (BLT) tak kunjung turun ke warga,” ungkapnya.
Dari sisi kesehatan, di lingkungan Minar ada 3 orang yang positif corona. Kebetulan rumahnya hanya berjarak 500 meter dari Pasar Kemis. Setiap hari, Pasar Kemis ini cukup ramai dan menjadi sentral bertemunya orang-orang. Di dekat Pasar Kemis terdapat Puskesmas yang menjadi sentral penampungan pasien covid-19, dengan jumlah pasien sekitar 150-an orang. Kondisi ini sempat meresahkan warga setempat. Namun, yang cukup menggembirakan masyarakat setempat tidak begitu panik karena adanya edukasi tentang protokol kesehatan dan adanya rapid test yang memadai dari pihak puskesmas.
“Melalui edukasi yang baik terbangunlah kesadaran untuk berperilaku sehat ala covid-19, seperti adanya kesadaran untuk menyediakan bak air dan sabun untuk mencuci tangan, menggunakan masker, menyemprot tempat-tempat umum dengan disinfektan, dan menjaga jarak” kata Minar.
Banyak riset yang menyatakan bahwa situasi pandemi masih akan berlangsung lama. Walaupun sudah diberlakukan era new normal dan pelonggaran PSBB oleh pemerintah, namun masyarakat harus tetap waspada. Minar berharap agar inisiatif dan ide-ide membangun solidaritas dengan membangun posko tanggap corona atau yang lain masih harus terus dilakukan.
“Selain bersolidaritas pangan dan kesehatan, tentunya posko harus mampu merespon bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang juga marak di situasi pandemi ini. Saya juga mengusulkan agar posko bisa mendorong puskesmas untuk melakukan layanan home care kepada anak-anak balita dari rumah ke rumah. Karena akan sangat riskan jika membawa bayi atau balita ke puskesmas yang menampung pasien covid-19,” tegasnya.
Minaria melihat bahwa krisis ekonomi ini akan berdampak pada krisis pangan. Oleh karena itu, ia ingin mengajak warga masyarakat untuk menyelamatkan situasi ini melalui gerakan menjaga ketahanan pangan. Gerakan ini bisa dilakukan di rumah masing-masing dengan cara bercocok tanam aneka sayur, buah dan umbi-umbian sebagai pangan alternatif selain beras. Kini bercocok tanam tak hanya bisa dilakukan oleh masyarakat pedesaan yang memiliki lahan luas, karena masyarakat perkotaan juga bisa bercocok tanam yang dikenal dengan istilah urban farming.
“Saya terinspirasi oleh teman-teman saya yang bercocok tanam sayuran seperti kangkung, pok coy, dan bayam di rumah masing-masing. Saya juga tergerak ketika melihat warga masyarakat yang tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) menanam di pot-pot tempel di dinding. Selain untuk keindahan tentunya kita bisa menjaga ketahanan pangan di rumah masing-masing,” pungkasnya. (*)
Indah Pratiwi
Terkait
79 Tahun Merdeka: Puan, Stop Sandera RUU PPRT
Tepatilah Janji, Film sebagai Media Sosialisasi Pilkada 2024
Ultah ke-30, AJI Tetap Melawan di Tengah Disrupsi Media dan Menguatnya Otoritarianisme