4 Oktober 2024

Rumah Adalah Istana Bagi Setiap Orang

Model penataan perkampungan miskin di perkotaan menjadi lebih manusiawi.

Mencegah penggusuran jauh lebih terhormat dan berperikemanusiaan dengan memenuhi hak atas perumahan warga negara sesuai amanat konstitusi.
0Shares

Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan demikian, negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia.

Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat miskin dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan.

Selanjutnya, Pemerintah Propinsi memiliki kewenangan merumuskan dan menetapkan kebijakan strategis dibidang perumahan dan pemukiman. Mengalokasikan dana biaya pembangunan untuk mendukung terwujudnya perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Miskin). Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (pasal 14. UU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman).

Kesalahan Tata  Kelola Agraria Di Wilayah Perkotaan

Adapun konflik perumahan ataupun penggusuran disebabkan oleh kesalahan dalam tata kelola agraria yang hanya memberikan keuntungan pada segelintir orang yang mempunyai modal. Penggusuran disebabkan oleh adanya Konsentrasi penguasaan asset berupa tanah atau rumah oleh pemilik modal/penguasa atau pemberian hak kepada segelintir orang.

Penguasaan tanah yang luas, rumah yang banyak, tidak hanya dijadikan sebagai tempat tinggal, tetapi sebagai investasi (mengeruk keuntungan). Pembangunan perumahan justru dikuasai oleh para taipan property yang menyediakan perumahan hanya untuk kelas  menengah keatas. Sementara pengawasan akan kewajiban bagi pengembang untuk menyiapkan 1:2:3: Mewah : Menengah : Sederhana tidak pernah dilaksanakan.

1. Penataan ruang, perubahan atau alih fungsi tata ruang

Politik tata ruang pada akhirnya menyingkirkan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Kota lebih diutamakan untuk pembangunan sarana jalan, seperti jalan tol, jalan layang, ruang terbuka hijau dikawasan pemukiman mewah, daerah industri, pusat-pusat perbelanjaan, dan perumahan elit. Rakyat miskin tersingkir, tinggal di wilayah  kumuh dan di wilayah terlarang, atau terpaksa tinggal dan ngontrak jauh dipinggiran kota.

2. Ketertiban dan keindahan

Dengan dalih menganggu ketertiban umum dan keindahan (Perda TIBUM) warga miskin yang dipaksa oleh keadaan membangun rumah di lahan terlantar, lahan hijau, bantaran kali, kolong jembatan, kolong tol, dan tempat yang dilarang lainnya karena tidak dipenuhi hak atas perumahannya oleh pemerintah, akhirnya terancam digusur, bahkan bisa dipenjarakan (Perda TIBUM).

3. Penggunaan untuk kepentingan umum

Dalih ini sering sekali dijadikan alasan untuk melakukan penggusuran. Padahal ada kepentingan modal yang bersembunyi dibalik dalih Ruang Terbuka Hijau (RTH) ini, yang terkadang berubah wujud dari RTH menjadi Apartement, Mall, SPBU, bahkan buat kepentingan bagi-bagi proyek pembuatan taman. 

Derita Rakyat Miskin di Ibukota

Banyak Rakyat Miskin menempati tanah dan membangun rumah diatas tanah yang diperuntukkan untuk fasum dan fasos, daerah aliran sungai atau bantaran kali dan rel kereta. Jika melihatnya hanya dengan sekedar melihat dari kacamata hukum maka sudah pasti Rakyat Miskin, Salah! Tetapi apakah pernah kita bertanya bahwa apa yang mereka lakukan adalah upaya bertahan hidup, ditengah kebijakan yang anti terhadap keberadaan mereka.

Pernahkah juga kita bertanya, Apakah mereka mau hidup dengan label miskin dimanapun mereka berada? Hidup dirumah yang sempit, tidur diruangan yang juga adalah ruang tamu sekaligus dapur? Sudah pasti tidak, Karena alamiahnya sifat manusia selalu menginginkan hidup yang lebih baik, hidup layak.

Penggusuran paksa memiliki akibat yang sangat luas seperti menyebabkan orang menjadi tunawisma, hilangnya rasa aman, terisolasi dari komunitas dan keluarga, hilangnya hak untuk jaminan sosial, hilangnya hak atas identitas, hilangnya hak untuk akses kesehatan, hilangnya hak anak untuk mengenyam pendidikan karena mahalnya biaya pindah rumah, kerugian ekonomi, materi dan juga kerugian psikologis berupa trauma yang sangat mendalam. Bahkan, dalam beberapa kasus menyebabkan hilangnya nyawa orang dan lain-lain.

Tak ada salahnya mengajak rakyat yang terkena imbas dalam penyusunan tata ruang.  Mencegah penggusuran jauh lebih terhormat dan berperikemanusiaan dengan memenuhi hak atas perumahan warga negara sesuai amanat konstitusi.

Solusi Pengganti RTH

Penetapan kawasan pemukiman bagi warga miskin yang menempati fasum dan fasos, tentu membutuhkan syarat. Persyaratan untuk menetapan pemukiman bagi masyarakat miskin sesungguhnya telah terpenuhi. Hampir semua kawasan kumuh pada dasarnya menempel pada satu lokasi pemukiman (baca; komplek atau perumahan mewah), yang memiliki sarana dan prasarana  antara lain, jalan utama, jalan penghubung, pasar, sekolah, tempat ibadah dan lain-lain.

Semua masalah pasti ada solusinya. Adapun solusi pengganti Ruang Terbuka Hijau yang selama ini ditempati oleh warga agar lebih manusiawi dan berkeadilan adalah:

Pertama, Taman Dinding Rumah (sebuah konsep taman tegak atau vertikal dengan mengatur tanaman sedemikian rupa pada sebuah bidang tegak). Konsep taman vertikal merupakan sebuah upaya untuk menghijaukan sebuah tempat yang terbatas dimana tempat tersebut tidak memungkinkan untuk dibuat taman. Dengan konsep TDR kita bisa memanfaatkan tembok rumah, dinding atau pagar dan bidang tegak lainnya sebagai area taman. Konsep ini bisa menjadi pilihan untuk menghijaukan dan mempercantik rumah di pemukiman masyarakat miskin.

Kedua, dengan konsep Kebun dalam Botol Bekas, setiap rumah bisa diwajibkan menanam cabe, bawang, sayur-sayuran dan tanaman ramuan obat-obatan dengan menggunakan media botol bekas, yang bisa diletakkan didapur atau disudut tertentu dalam ruangan. Mengurangi produksi sampah dan setiap rumah sudah memiliki apotik hidup.

Ketiga, Keterbatasan lahan di wilayah perkotaan memang menjadi salah satu problem utama untuk pemenuhan hak perumahan, apalagi bagi masyarakat miskin. Pemerintah dapat memanfaatkan lahan terbatas dengan pembangunan Rumah Susun Milik (RUSUNAMI), termasuk RTH yang sudah ditempati warga miskin.

Keempat, Perubahan zonasi bagi wilayah pemukiman masyarakat miskin yang ditempati selama puluhan tahun di atas Zona Ruang Terbuka Hijau (RTH) tentu menjadi solusi terbaik. Mengapa menjadi solusi terbaik, karena hanya butuh melibatkan warga agar membangun kesadaran akan pentingnya penghijauan bahkan di gang-gang sempit tanpa cahaya matahari dengan menggunakan tanaman yang tidak butuh cahaya matahari dan tidak membutuhkan tanah, misalnya jenis tilansia, atau lidah buaya dengan sedikit tanah.

Wahida Baharuddin Upa, Bendahara Umum DPP API Kartini.

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai