Kendari – Suluh Perempuan Kendari menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema: Menyatukan Perspesi tentang Permendikbud No 30 Tahun 2021 yang dilaksanakan pada Senin, 22 November 2021 bertempat di Kantor KPA Sulawesi Utara.
Saat memberikan keterangan kepada suluhperempuan.org, Feby Rahmayana selaku ketua panitia menyampaikan bahwa angka kekerasan seksual semakin meningkat. Kampus sebagai tempat para kaum intelektual dan akademisi yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kesetaraan gender ternyata juga menjadi sarang predator kekerasan seksual.
“Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2021 ternyata sangat mencengangkan. Sebanyak 77 persen dosen yang disurvei menyatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus. Namun, sebanyak 63 persen dari mereka tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak kampus,” kata Feby.
Menurutnya, rata-rata korban kekerasan seksual diam dan tidak berani melapor adalah karena adanya relasi kuasa pelaku atas korbannya. Selain itu, walaupun dosen dan mahasiswa lain tahu kasusnya juga cenderung diam. Atas dasar temuan survey tersebut maka Kemendikbud Ristek mengeluarkan Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan Perguruan Tinggi.
Aiynussabitha Rahmatia Ode menyatakan, “Suluh Perempuan Kendari sangat mendukung gerakan anti kekerasan seksual di kampus. Oleh karena itu, Suluh Perempuan juga sangat mendukung langkah tegas Menteri Nadiem Makarim untuk menerbitkan Permendikbud No 30 Tahun 2021.”
Bitha mengajak peserta FGD lainnya untuk mendukung gerakan anti kekerasan seksual di kampus dan mengawal Permendikbud No 30 Tahun 2021. Ia tidak menampik adanya pihak-pihak yang kontra terhadap keberadaan dan lahirnya Permen PPKS. Menurutnya, hal ini disebabkan karena mereka apriori dan belum menelaah isi dari permendikbud ini secara teliti.
“Tak ada satu istilah pun yang mengatakan dibolehkannya zina. Istilah ‘consent’ atau persetujuan yang dimaksud hanyalah ingin menunjukkan bahwa ketika sebuah hubungan dilakukan tanpa persetujuan korban maka itu adalah tindak kekerasan seksual. Permen PPKS ini adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orangtua, pendidik dan tenaga kependidikan serta mahasiswa di seluruh Indonesia. Kampus harus berkomitmen untuk melindungi mahasiswa dan dosen dari kekerasan seksual.”
Kegiatan FGD ini diikuti oleh Suluh Perempuan Kendari dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) dan Ormas Perempuan di kota Kendari. Adapun tujuan dari FGD ini adalah untuk mengkonsolidasikan gerakan perempuan dalam mengawal Permendikbud No 30 Tahun 2021 serta serta mendukung gerakan anti Kekerasan Seksual di Kampus.
Humaira
Terkait
79 Tahun Merdeka: Puan, Stop Sandera RUU PPRT
Tepatilah Janji, Film sebagai Media Sosialisasi Pilkada 2024
Ultah ke-30, AJI Tetap Melawan di Tengah Disrupsi Media dan Menguatnya Otoritarianisme