Mengawali tahun baru, pada tanggal 3 Januari 2022, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Jaringan Aktivis Perempuan Yogyakarta melakukan aksi mural di stadion Kridosono. Jaringan ini terdiri dari sejumlah individu dan lembaga se-DIY yang kerap melakukan pendampingan serta advokasi kasus-kasus pelanggaran HAM baik daerah, nasional maupun internasional.
Aksi mural tersebut dinyatakan oleh Jaringan, sebagai bentuk kemarahan atas tingginya kekerasan seksual yang menimpa masyarakat sipil dari berbagai usia, sektor dan gender. Jaringan ini juga berupaya mendorong publik untuk terus mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dengan adanya tekanan publik, diharapkan DPR memasukkan agenda RUU TPKS dalam sidang awal pada tanggal 13 Januari nanti.
Seperti diketahui, kelompok masyarakat sipil terutama aktifis dan organisasi perempuan telah bertahun-tahun melakukan kampanye mengenai kedaruratan undang-undang penghapusan kekerasan seksual. Undang-undang ini diharapkan mampu memberi ruang aman, melindungi serta terciptanya Keadilan bagi korban. Berkali-kali harapan untuk pengesahan payung hukum ini terhempas. Namun mengingat pentingnya undang-undang tersebut, jaringan masyarakat sipil tidak menyerah.
Kekerasan seksual di Indonesia sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. Korban terus berjatuhan, menambah deret angka tiap tahunnya. Saat ini Indonesia berada dalam status darurat kekerasan seksual. Data yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), dalam kurun waktu 1 Januari hingga 9 Desember 2021, ada 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari angka ini 73,7% di antaranya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Selain itu, juga didapati 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7% atau lebih dari separuhnya. Kasus kekerasan seksual yang meningkat menunjukkan makin sempitnya ruang aman bagi masyarakat sipil terutama perempuan dan anak-anak. Penyempitan ruang aman ini bahkan merambah hingga dunia pendidikan dan institusi keagamaan.
Jaringan Aktifis Perempuan Yogyakarta merupakan bagian dari Jaringan Advokasi dan Pengawalan pengesahan RUU TPKS yang terdiri dari individu dan organisasi atau lembaga se-tanah air. RUU TPKS saat ini masih dalam pembahasan di DPR RI. Bersama-sama, Jaringan ini telah banyak melakukan aktifitas sebagai upaya mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU TPKS.
Sebagian diantara aktifitas tersebut melakukan Konferensi Pers Bersama dengan Wakil Ketua MPR RI, Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI dan GKR Hemas di Yogyakarta pada tanggal 29 Nopember 2021. Jaringan Kongres Ulama Perempuan (KUPI) dan Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual yang berisi lebih dari 300 organisasi masyarakat sipil mengadakan kegiatan Istighotsah Kubro: Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa dari Darurat Kekerasan Seksual pada Selasa, 14 Desember 2021.
Pada tanggal 22 Desember 2021, Jaringan Masyarakat Peduli Darurat Kekerasan Seksual melakukan aksi dukungan di Gedung DPR RI. Ditambah dengan sejumlah kegiatan berupa diskusi dan seminar di kampus-kampus di seluruh Indonesia.
Pada 3 Januari 2022, Jaringan Aktifis Perempuan Yogyakarta menyampaikan aspirasinya melalui mural di dinding stadion Kridosono. Aksi mural merupakan ekspresi yang menjadi bagian dari kampanye solidaritas untuk mendesakkan Rancangan Undang-Undang Tindak Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU TPKS) di seluruh Indonesia.
Aksi dimulai pada pagi hari sekitar Pukul 10.00 WIB. Peralatan dan Bahan mural telah disiapkan lalu secara bergantian anggota Jaringan menuliskan huruf-huruf dan gambar membentuk kalimat “DPR RI segera Sahkan RUU TPKS!”
Setelah aksi berjalan kurang lebih satu jam, seorang bapak datang dan mengaku sebagai staf dari PT AMI (Anindya Mitra Internasional) yang memegang pengelolaan station Kridosono. Bapak tersebut menanyakan ijin penggunaan dinding stadion. Para peserta tetap meneruskan goresan cat menggunakan stick roll panjang, sementara beberapa anggota memberi penjelasan pada Bapak tersebut.
Selang beberapa saat, datang seorang lagi staf dari PT. AMI. Beberapa anggota Jaringan memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan aksi mural tersebut. Namun, penjelasan para anggota Jaringan tampaknya tidak memuaskan Bapak tersebut. Tidak lama kemudian datang satu mobil polisi yang dikendarai oleh dua orang petugas. Kedua petugas polisi tersebut menyatakan hadir sebagai bagian dari tugasnya untuk melakukan pengawasan. Rupanya penjelasan para anggota Jaringan tidak memuaskan pihak pengelola hingga akhirnya pengacara PT AMI turut datang ke stadion.
Terjadi perdebatan antara Jaringan dengan pengacara tersebut yang diakhiri dengan pelaporan pihak PT AMI ke polsek setempat. Usai aksi siang tersebut, seorang anggota Jaringan datang memenuhi panggilan polsek. Namun karena tidak bertemu dengan pengacara PT AMI, Komunikasi dilakukan melalui telepon dengan pihak PT AMI. Keputusannya adalah polsek akan mengupayakan mediasi antara PT AMI dengan Jaringan Aktifis Perempuan Yogyakarta pada Hari berikutnya.
Keesokan harinya, 4 Januari pagi, sejumlah anggota Jaringan memenuhi undangan mediasi dan bertemu dengan pihak PT AMI yang diwakili oleh pengacaranya. Setelah pemberian penjelasan disertai adu argumentasi, pertemuan diakhiri dengan menyerahkan Surat permohonan ijin dari Jaringan kepada PT AMI untuk menggunakan dinding stadion sebagai media kampanye selama 1 (satu) bulan ke depan. PT AMI menerima surat permohonan ijin tersebut, yang melampirkan dukungan dari 400 organisasi se-Indonesia dan akan memberikan jawaban segera.
Jawaban dari PT AMI datang hari ini, Rabu, 5 Januari yang dikirimkan pada LBH Yogyakarta sebagai Tim advokasi legal Jaringan. Pada intinya PT AMI menyatakan ijin diberikan hanya hingga tanggal 7 Januari. Selanjutnya Jaringan Aktifis Perempuan Yogyakarta diminta untuk menghapus ‘coretan-coretan’ di dinding stadion.
Demi membaca Surat tanggapan tersebut, Jaringan bermaksud memberi tanggapan segera. Dinding stadion sejauh ini dipenuhi gambar-gambar yang mendapat sponsor dari sebuah perusahaan rokok. Selain itu, pada dinding yang kosong penuh coretan aksi vandalisme tanpa tujuan kampanye dan tidak diketahui siapa yang melakukan. Sementara di seputaran stadion, rumput tumbuh tinggi dan dipenuhi sampah. Tampak tidak terpelihara sama sekali. Tentu saja ini menjadi bagian dari tanggungjawab pihak pengelola karena ijin penggunaan serta penyewaan dilakukan melalui PT AMI. Kita tunggu babak selanjutnya.
Jaringan Aktivis Perempuan Yogyakarta tidak akan berhenti sampai disini. Bersama dengan Jaringan masyarakat sipil lainnya di berbagai daerah, kampanye dan desakan agar RUU TPKS dapat masuk dalam agenda sidang DPR RI pada tanggal 13 Januari, akan terus digaungkan. Hingga DPR RI berketetapan untuk mengesahkan RUU TPKS menjadi Undang-Undang yang memberi rasa keadilan bagi korban dan menciptakan ruang aman dari kekerasan seksual.
Ernawati
Terkait
Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis, Keberanian Melawan KDRT dan Trauma
Kepemimpinan Perempuan, Menuju Maluku Utara Adil Makmur
Sherly Tjoanda Laos: Usung Perubahan Maluku Utara