Pernyataan Sikap:
Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual
Sidang Paripurna DPR RI pembukaan masa sidang 2022 baru saja selesai dilaksanakan, Selasa (11/1/2022). Sebagaimana kita ketahui bersama, dalam sidang paripurna (Sidpur) tersebut pimpinan DPR hanya mengagendakan dua pembahasan. Pertama, pembukaan masa sidang dengan pidato yang disampaikan Ketua DPR RI Puan Maharani. Kedua, pelantikan anggota DPR/MPR RI pengganti antar waktu sisa masa jabatan 2019-2024.
Pimpinan DPR RI kembali menunda pengambilan keputusan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR RI. Puan Maharani dalam pidatonya menjanjikan akan mengesahkan pada sidang paripurna pekan depan Selasa18/1/2022.
Ini kali kedua pimpinan DPR menunda pengambilan keputusan RUU TPKS untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR RI. Sidpur sebelumnya, yakni pada penutupan masa sidang DPR RI tahun 2021 pimpinan DPR gagal membawa RUU TPKS untuk disahkan.
Setelah Badan Legislasi menyelesaikan pembahasan dan menyerahkan hasil keputusan yang sebagian besar fraksi mendukung dan bersepakat (kecuali FPKS) supaya RUU TPKS dibawa ke Sidpur untuk disahkan. Namun Sidpur yang sekaligus menutup masa sidang 2021 gagal membawa RUU TPKS.
Ketua Panja RUU TPKS Willy Adhitya kepada pers usai Sidpur, akhir Desember 2021 mengatakan, terdapat kesalahan teknis dan miskomunikasi antara Baleg dan Bamus sehingga RUU TPKS batal disahkan. Baik Willy maupun pimpinan DPR RI menjanjikan RUU TPKS akan disahkan pada sidpur pembukaan masa sidang 2022 pada 13 Januari 2022.
Untuk itu, menanggapi penundaan kembali RUU TPKS dalam Sidpur, kami Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual mendesak:
1. Pimpinan DPR RI serius segera mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR RI, tanpa menunda lagi.
2. Sifat darurat dan ketermendesakan RUU TPKS harus menjadi prioritas DPR segera mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. Jumlah kasus kekerasan seksual yang terus meningkat bukan saja merupakan deret angka, melainkan bukti betapa RUU TPKS dibutuhkan segera untuk menjadi payung hukum bagi korban KS juga masyarakat Indonesia pada umumnya.
3. Sebagaimana telah disampaikan Presiden RI Joko Widodo belum lama ini, bahwa RUU TPKS harus segera dibahas dan disahkan menjadi UU sebagai bentuk tanggung jawab negara dalan memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual serta memberikan kepastian hukum. Untuk itu, seharusnya tidak ada alasan lagi menunda pengesahan RUU TPKS menjadi UU.
Demikian rilis ini kami sampaikan. Atas perhatian, kerja sama, serta dukungan teman-teman media kami ucapkan terima kasih.
Salam perjuangan!!!
Jakarta, Kamis 13 Januari 2022
Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual
*Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual adalah jaringan aktivis, akademisi, praktisi media, advokat, peneliti, lembaga layanan yang terdiri dari 1.500 lebih individu dan 200 lebih lembaga yang fokus melakukan pendampingan, mengawal isu perempuan dan anak.
Terkait
79 Tahun Merdeka: Puan, Stop Sandera RUU PPRT
Masyarakat Diminta Pantau Pemilu Melalui Laman JagaPemilu.com
Darurat Audit Keselamatan Kerja dan Pelanggaran HAM di IMIP