Ia bukan malaikat, namun ia juga bukan iblis. Ia dipuja namun sekaligus dicerca. Ia bukan biarawati seperti Bunda Teresa, atau pemuka agama seperti Mahatma Gandhi. Gangubai adalah perempuan naïf yang memiliki tekad dan motivasi yang tulus. Kisahnya mungkin tidak tertulis di buku sejarah, namun kenangannya tak akan mudah terhapus di hati orang-orang yang dibelanya.
Gangubai, yang bernama asli Ganga Harjeevan Das Kathiyawadi. Gangu lahir pada tahun 1939 di Kathiawar, Gujarat, India. Dia dibesarkan dalam latar belakang keluarga yang baik. Selain itu, dia adalah satu-satunya anak perempuan dari ayah dan ibunya. Karena itu, mereka mencoba dan memenuhi semua keinginannya.
Gangu bergabung dengan sekolah pemerintah lokal Gujarat dan menyelesaikan studinya hingga kelas 12. Tetap saja, dia tidak bisa melanjutkan kuliah karena beberapa alasan. Dia mencapai Mumbai dan mencoba peruntungannya di industri film.
Mimpi Gangu untuk menjadi bintang film tak pernah terwujud. Nasib malang menimpa, Gangu muda dijual oleh suaminya sendiri ke pemilik rumah bordil di Kamathipura seharga Rs. 500. Saat itu usianya masih sangat muda, yaitu 16 tahun.
Kamathipura dikenal sebagai salah satu daerah lampu merah tertua dan terkenal di Mumbai. Berawal dari pekerja seks untuk mencari nafkah sendiri hingga ia memiliki rumah bordil sendiri. Gangu berhasil menjadi salah satu pemilik rumah bordil paling terkemuka di Kamathipura selama era 60-an.
Dia muncul sebagai don dunia bawah berkat bantuan saudara angkatnya Karim Lala. Melalui koneksi dengan dunia bawah tanah, Gangu bisa diterima luas oleh komunitasnya. Setelah terpilih sebagai pemimpin, ia semakin aktif menyuarakan hak-hak pekerja seks, seperti cuti kerja, hak untuk mendapatkan pendidikan dan tempat tinggal yang layak. Ia bahkan bertemu Perdana Menteri Jawaharlal Nehru untuk mendapatkan dukungan.
Perjuangannya menolak upaya penggusuran rumah bordil di Kamathipura yang menjadi sandaran hidup ribuan perempuan memang tidak mudah. Sikapnya ini mengingatkan kita pada sebuah slogan gerakan mahasiswa dan feminisme gelombang kedua yaitu ‘the personal is political’. Artinya, bahwa perjuangan yang sifatnya pribadi dan privat itu juga bagian dari perjuangan politik.
Dengan kepribadiannya yang kuat, ia berhasil mengubah nasib buruknya menjadi berkat bagi ribuan perempuan di Kamathipura. Keberaniannya membawa gadis muda ini menjadi salah satu mafia yang dermawan dan ditakuti di Mumbai. Kabarnya, ketenaran Gangubai di dunia prostitusi, membuatnya selalu diingat dan bahkan fotonya dipajang di setiap rumah bordil di Mumbai.
Film Gangubay Trending di Netflix
Film yang berkisah tentang ‘Gangubai Kathiawadi’ ini bisa kita tonton di Netflix. Film bercerita tentang Ganga Harjeevan Das Kathiawadi, sosok perempuan kuat dan kontroversi yang dijuluki Madam of Kamathipura.
Film ini diadaptasi dari salah satu bagian novel Mafia Queens of Mumbai atau buku berjudul Heera Mandi karya Hussain Zaidi. Film ‘Gangubai Kathiawadi’ dibuat oleh Sanjay Leela Bhansali dan dibintangi oleh Alia Bhatt bersama aktor Ajay Devgan sebagai bintang tamu.
Film ini bicara tentang pemberdayaan perempuan. Melalui film ini, kita mendapat pesan bahwa perempuan tak bisa direndahkan oleh siapapun karena perbedaan status ekonomi, sosial dan pekerjaannya. Ada masalah kemiskinan struktural dan kultural yang menjadi latar belakang mengapa perempuan bekerja di dunia prostitusi.
Film ini menceritakan kisah seorang perempuan yang tak berdaya di bawah tekanan sistem yang tidak memihak pada perempuan. Film ini menuturkannya secara gamblang melalui tokoh yang diperankan. Sebagai ciri khas film Bollywood, penonton disuguhi tarian khas India di beberapa bagian.
Film Gangubai Kathiawadi pertama kali tayang di 72-nd Berlin International Film Festival 16 Februari 2022. Pada penayangan perdananya, film ini berhasil mendapat respons yang baik dari para penonton yang hadir. Film ini juga mendapatkan ulasan yang baik dan memuaskan dari para kritikus film yang hadir pada penayangan tersebut.
Film yang ditulis sekaligus disutradarai oleh Sanjay Lee Bhansali ini, yang merupakan sutradara berbakat India. Proses pembuatan film ini terbilang cukup lama, karena pengambilan gambarnya sudah dimulai sejak tahun 2019. Sebelum tayang di Netflix, film ini juga pernah tayang di layar lebar.
Nah, penasaran khan. Hayo, siapa sisturs yang belum menonton?
Indah Pratiwi
Terkait
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Sunat Perempuan, Tradisi Berbalut Agama yang Membahayakan
Dari Aktivisme Borjuis ke Solidaritas Sejati: Membangun Gerakan Sosial yang Inklusif