19 April 2024

Peringati Hari Anak Nasional, Nobar Film Wadon Ora Didol

0Shares

Banten – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, Demokrasi.id bersama Muslimah Reformis menyelenggarakan acara nonton bareng dan diskusi film “Wadon Ora Didol” bertempat di Jl. Muri Salim III No 7, Pisangan, Ciputat Timur pada Sabtu, 23 Juli 2022.

Ishlah Muhammad, selaku Koordinator Konklusi memberikan sedikit pengantar tentang film Wadon Ora Didol yang merupakan film dokumenter produksi Pamflet Generasi dan Wathcdoc.

“Film ini menyoroti masalah perkawinan usia anak di Indramayu, Jawa Barat. Masalah perkawinan usia anak di Indonesia sangat krusial, karena Indonesia adalah negara dengan angka perkawinan anak urutan kedua di tingkat ASEAN dan urutan ke delapan tingkat dunia,” terang Ishlah.

Menurutnya, Tingginya kasus perkawinan usia anak di Indramayu disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah masalah ekonomi. Anak perempuan dipandang sebagai aset keluarga sehingga banyak keluarga miskin berharap bahwa dengan menikahkan anak perempuan mereka dengan orang kaya atau orang terpandang maka kesejahteraan dan ekonomi keluarga akan terangkat.

Film ini bermula dari kegelisahan 3 anak muda Indramayu. Kota yang terkenal dengan sebutan kota mangga dan kaya akan sumber daya alamnya serta menjadi penghasil padi terbesar di Jawa Barat ini ternyata menyimpan sisi gelap dengan tingginya kasus perkawinan usia anak.

Penelusuran yang dilakukan oleh anak-anak muda ini menguak adanya budaya kawin gantung di masyarakat Indramayu. Kawin gantung adalah tradisi yang berkembang masyarakat, dimana keluarga sudah menjodohkan anak laki-laki dan perempuan mereka sejak usia 10 tahun.

Tingginya angka perkawinan anak di Indramayu ini berkontribusi pada tingginya angka perceraian. Istilah RCTI (Rondo Cilik Turunan Indramayu) adalah fenomena yang dianggap lumrah di masyarakat. Bahkan ada perempuan yang menikah usia 13 tahun kemudian kawin-cerai hingga 5 kali ganti pasangan.

Rasminah adalah satu dari perempuan Indramayu yang mengalami nasib buruk paska perkawinan anak. Bersama Endang Wasrinah dan Maryanti serta Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Rasminah mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi tentang batasan usia perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur usia perkawinan bagi laki-laki 19 tahun dan bagi perempuan 16 tahun.

Perjuangan Rasminah menuai hasil dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dimana batasan usia perkawinan akhirnya disamakan untuk laki-laki dan perempuan yaitu 19 tahun.

Namun sayang, paska revisi tentang batasan usia perkawinan anak ternyata praktik melegalkan perkawinan anak belum berakhir. Saat ini, banyak pengajuan dispensasi perkawinan yang diajukan agar anak yang belum berusia 19 tahun bisa melangsungkan perkawinan.

Siti Rubaidah dari Suluh Perempuan menyatakan, “Dispensasi perkawinan di Kabupaten Indramayu mengalami kenaikan drastis. Berdasarkan data Si Kabayan Pengadilan Tinggi Agama Bandung, tercatat angka dispensasi perkawinan meningkat dua kali lipat. Sebelumnya, tahun 2019 jumlah dispensasi perkawinan hanya 302 perkara namun tahun 2020 mencapai 761 perkara.”

Artinya, walaupun undang-undang sudah berubah namun ternyata perilaku masyarakat dan para pelaksana di lapangan belum siap. Menurutnya, perubahan kebijakan berupa revisi batasan usia perkawinan ternyata tidak cukup. Butuh perjuangan lain yang mampu membongkar budaya atau kultur masyarakat.

“Selain perubahan kebijakan, harus ada pemberdayaan ekonomi dan edukasi masyarakat sehingga mereka bisa keluar dari masalah kemiskinan,” tegasnya.

Yolanda Eka Safitri, salah satu narasumber dari Muslimah Reformis Jakarta menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak.

“Pemerintah selama ini belum memberikan akses pendidikan yang adil dan merata bagi masyarakat di wilayah pedesaan, terlebih di daerah terpencil dan pinggiran,” terang perempuan yang akrab disapa Yessa itu.

Masalah lain yang muncul akibat dari perkawinan usia anak adalah masalah prostitusi. Pasca perceraian, banyak perempuan yang masuk dalam dunia prostitusi dengan alasan ekonomi. Dapat dilihat bagaimana prostitusi di Indramayu sangat kasat mata. Dimana, di lakukan di belakang rumah yang disulap menjadi kafe. Bahkan, transaksinya bisa dilakukan secara online.

“Negara tak boleh tinggal diam, negara harus hadir dengan menyediakan fasilitas dan akses pendidikan yang layak bagi anak-anak agar mata rantai perkawinan anak bisa diputus,” tegas Yessa.

Di akhir diskusi, panitia menginformasikan bahwa film Wadon Ora Didol ini telah ditayangkan di youtube Watchdoc bertepatan pada hari Anak Nasional, 23 Juli 2022.

Bagi yang berminat, film Wadon Ora Didol sudah bisa ditonton di link youtube Wathcdoc.

Berikut linknya: https://www.youtube.com/watch?v=E4K6xpjfIPo

Indah Pratiwi

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai