Pada tahun 2021, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mencatat sebanyak 338.496, perempuan Indonesia mengalami kekerasan berbasis gender. Angka ini meningkat sebesar 50% dari tahun 2020 sebesar 226.062 kasus. Betapa mirisnya angka-angka yang bertambah setiap tahun. Dari kasus kekerasan tersebut, sudah pasti ada banyak dampak negatif yang dialami para korban kekerasan ditambah lagi dengan stigma masyarakat yang juga berpengaruh pada kesehatan fisik, dan paling utama adalah kesehatan mental.
Kerapkali kita mengabaikan kesehatan mental korban kekerasan daripada kesehatan fisik, padahal menurut penelitian Homewood Health United Kingdom, sebesar 47% perempuan sangat beresiko mengalami gangguan mental. Bahkan bisa dua kali lebih beresiko mengalami stres dan depresi dibandingkan laki-laki.
Ada banyak faktor pemicu yang menyebabkan perempuan rentan terhadap gangguan mental. Beberapa faktor diantaranya merupakan tekanan dari dalam yang dialami, ditambah lagi dengan masalah-masalah dalam pekerjaan maupun rumah tangga. Tiap orang memiliki mental yang berbeda-beda dalam menjalani kehidupan. Ada banyak hal terjadi dalam kehidupan sehingga masih ada perempuan yang merasa dituntut untuk menjadi kuat padahal perempuan tidak harus selalu kuat.
Ada banyak perempuan masih memiliki luka trauma hingga depresi masa lalu, akibat kekerasan yang dialaminya membawa dampak dimasa sekarang. Akibatnya banyak perempuan-perempuan yang terpaksa harus berpura-pura hidup bahagia dalam ketidaksadaran yang sesungguhnya tidak bahagia. Luka-luka tersebutlah yang membawa sebagian perempuan berpikir bahwa harus membalas setiap hal-hal yang terjadi dimasa lalu, pada orang-orang tertentu, termasuk melampiaskan pada anak-anaknya dan menyakiti diri sendiri.
Padahal ada banyak cara untuk menyembuhkan luka-luka batin tersebut tanpa membalas, melampiaskan pada siapa pun dan menyakiti diri sendiri. Beberapa diantaranya adalah berdamai dengan diri sendiri, bercerita dengan diri sendiri dan dengan bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater. Kita juga harus menyadari bahwa diri sendiri membutuhkan bantuan orang lain untuk sembuh dari luka batin.
Buku Sepi dan Hening, Seni Menyembuhkan Luka merupakan buku pengembangan diri yang juga bisa menjadi salah satu sumber bacaan dalam proses menyembuhkan luka batin yang dialami. Didalamnya terdapat pelajaran-pelajaran berharga yang ditulis berdasarkan pengalaman penulis dan teman-teman perempuan penulis untuk pembaca. Buku tersebut juga merupakan perenungan-perenungan penulis saat sedang proses menyembuhkan luka, pasca penulis mengalami kekerasan.
Akhirnya kita semua masih manusia daging yang mudah terluka dan wajar apabila kita sakit ketika luka- luka itu tidak kunjung sembuh. Peluk diri sendiri, peluk luka-lukamu dan tetap semangat perempuan- perempuan cerdas, berani dan mandiri.
Bagi yang berminat buku Sepi dan Hening, Seni Menyembuhkan Luka ini bisa dibeli secara online disini: https://www.guepedia.com/book/27265, atau
Bisa beli dishopee juga
https://shopee.co.id/product/3104041/20840941672
Penulis: Saviske Talangamin
Editor: Humaira
Terkait
Lapak Baca Suluh Perempuan Halmahera Utara
Kaum Muda Thailand Menang Pemilu 2023
Refleksi 25 Tahun Reformasi