Demi memenuhi kebutuhan keluarga, banyak warga negara kita yang memilih untuk bekerja di luar negeri. Impian untuk dapat gaji tinggi dan hidup di negeri asing menjadi tawaran yang menggiurkan. Sayangnya impian tidak selalu seindah kenyataan. Berita mengenai penipuan dan kekerasan yang menimpa warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri terus bergulir. Bukan gaji tinggi yang didapat melainkan penipuan, pemerasan bahkan kekerasan.
Warganegara kita yang bekerja di luar negri dulu dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanta (TKW). Kini berganti menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Istilah pekerja migran berarti seseorang yang bermigrasi atau telah bermigrasi ke sebuah negara di mana dia bukan warga negara dengan maksud untuk bekerja selain pekerjaan mandiri.
Kisah MSM, Ulah Agen yang Nakal
Berikut adalah kisah tentang MSM, seorang PMI yang berasal dari Palu Sulawesi Tengah dan bekerja sebagai PRT di Brunei. Ia telah berpisah dengan suami yang berasal dari indramayu dan memiliki anak satu. Sebagai PRT ia mendapatkan gaji sebesar 400 ringgit namun dipotong oleh agensi sebesar 200 ringgit. MSM bertahan bekerja selama 4 bulan.
Dengan penuh harapan MSM berangkat menuju Brunei Darussalam melalui PT. Bumi Mas Mandiri Indonesia, berlokasi di Bekasi, Jawa Barat pada bulan Maret 2022. Proses perekrutan MSM dilakukan dengan cepat. Oleh pihak PT, diterbangkan dari Bandara Palu ke Bandara Soekarno Hatta, langsung di bawa ke penampungan PT di Bekasi.
“MSM bekerja tanpa dibekali kontrak kerja, tanpa visa, tanpa diasuransikan ke BPJS dan tanpa pelatihan. Proses hanya berselang 3 hari langsung diberangkatkan ke Brunei, dengan paspor yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi Depok, Jawa Barat Tanpa diberi pengetahuan akan hak-haknya dan informasi memadai mengenai situasi calon majikan dan tempat bekerja nantinya,” tutur Yatini Sulistyowati, Ketua Umum DPP SEBUMI.
Menurut penuturan Yatini, MSM bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di rumah majikannya di Bandar Sri Begawan, Brunei Darussalam selama 4 bulan. Gaji sebenarnya yang seharusnya ia dapatkan adalah sebesar 400 ringgit, namun dipotong oleh PT sebesar 200 ringgit. Jadi yang ia terima selama 4 bulan hanya sebesar 200 ringgit.
Dalam kondisi seperti inilah ia bekerja, hingga akhirnya jatuh sakit. Kondisi fisiknya mulai kaki, perut dan payudara mengalami pembengkakan. Ironisnya walaupun sakit MSM tetap diminta bekerja oleh pihak Agen. Ketika sakitnya makin kritis barulah agen mengirim MSM ke Rumah Sakit dengan menggunakan ambulance. Selama 5 hari di Rumah Sakit, kondisinya tidak mengalami perubahan. Penanganan juga terhambat karena belum ada yang bertanggung jawab atas pembiayaan.
“Pada tanggal 31 Agustus 2022 malam, kerabat MSM menghubungi saya dan Irvan dari Serikat Buruh Migran dan Informal KSBSI. Selanjutnya, Irvan mencari data diri PMI (MSM) dan kronologinya. Sedangkan saya berkoordinasi dengan perwakilan negara di Brunei,” lanjutnya.
Beruntung informasinya langsung mendapat tanggapan. pada malam harinya MSM segera dihubungi oleh Atase di Brunei. Gerak cepat Atase di brunei patut mendapat acungan jempol. Perwakilan Atase dengan sigap segera melakukan penanganan atas MSM.
Pihak Rumah Sakit kemudian melakukan scanning atas perintah Atase dan memberikan pengobatan. Beberapa hari kemudian MSM sudah diijinkan keluar dari Rumah Sakit. Atase memerintahkan Agen untuk membayar semua biaya Rumah Sakit karena biaya pengobatan MSM sekitar 23 hingga 30 juta. Atase menegaskan bahwa pihak Agen tidak diperkenankan meminta uang kembali kepada MSM atau keluarga
Perwakilan Atase juga mendesak Agen untuk memulangkan MSM ke Indonesia karena dalam kondisi sakit sehingga tidak memungkinkan untuk bekerja. Akhirnya, pada tanggal 3 September 2022, MSM dipulangkan ke Indonesia.
“Kami menjemput di terminal 3 Bandara Soekarno Hatta. Kami berkordinasi dengan kantor BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia). Dari Bandara Soekarno-Hatta MSM dibawa ke Lounge kantor BP2MI kemudian ke shelter BP2MI,” papar Yatini.
Saat mengurus kepulangan MSM ke Palu, Yatini memberi pesan berulang-ulang agar MSM bersikap hati-hati dan menolak janji manis pihak agen karena BP2MI sudah mengurus segala sesuatunya. Demi keamanan, MSM sudah diingatkan berkali-kali agar tidak keluar dari Lounge, dan siapapun yang bermaksud membesuk, cukup dilakukan di lounge, karena BP2MI sudah diserahi tanggung jawab atas keamanan hingga kepulangannya ke Palu.
Proses Pemulangan ke Palu
“Dari data yang kami dapatkan, PT. Bumi Mas Indonesia Mandiri ternyata tidak memiliki surat ijin penempatan. MSM berasal dari Palu dengan tahun kelahiran 1985, namun keterangan di KTP berasal dari Balikpapan. Agen ini berlokasi di Bekasi tapi membuatkan paspornya di Depok,” jelas Yatini.
MSM sempat menunggu di lounge BP2MI bandara untuk mendapatkan reintegrasi. Keesokan harinya, MSM dihubungi staf PT. Bumi Mas Indonesia Mandiri yang menginformasikan akan menjemput. MSM sempat menolak namun staf PT terus membujuk dan membuat MSM ketakutan. MSM terus diintimidasi dan diminta berbohong agar bisa keluar dari Lounge.
Sangat disayangkan pihak BP2MI tidak menaruh curiga dan sepenuhnya percaya. Maka dibuatlah berita acara penyerahan MSM kepada penjemput yang mengaku sebagai adik iparnya dan mengenakan atribut Brimob.
“Kami segera menghubungi MSM melalui telpon dan WA namun tidak dijawab dan WA tidak dibuka padahal terlihat notifikasi sudah diterima. Kami menghubungi keluarga MSM untuk meminta maaf dan menginformasikan bahwa MSM sudah tidak berada lagi di lounge karena dijemput seseorang yang mengaku keluarganya. Kami meminta pihak keluarga menghubungi MSM dan mencari tahu keberadaannya, Pihak keluarga juga tidak berhasil menghubungi MSM.
Irvan melakukan komunikasi dengan petugas Lounge BP2MI di bandara. Petugas BP2MI mengirimkan semua dokumen foto-foto yang diambil saat MSM meninggalkan lounge. Dari dokumen tersebut, ditemukanlah nomor kontak dan wajah penjemputnya.
Singkat cerita, DPP Sebumi berkoordinasi dengan Kemenaker dan BP2MI. Kemenaker langsung menghubungi PT. Selanjutnya mengirim tim untuk investigasi ke lokasi yang kami kirimkan. MSM benar ada di lokasi tersebut dan ditemui oleh petugas. Tim Kemenaker menghubungi dan mengabarkan telah bertemu dengan MSM.
Pihak PT. berjanji akan mengurus kepulangan MSM dan memesan tiket ke Palu dan akan mengantar kembali ke lounge.
“Kami bersikap waspada dan membuat rencana A dan B untuk pemulangan MSM dan perjalanan dari bandara ke rumah, hingga bertemu keluarga. Kami mengutamakan keselamatan PMI walaupun harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Kami tetap melakukan pemantauan sampai MSM benar-benar bertemu keluarga,” terang Yatini.
Epilog
“Saat ini MSM sudah tinggal dengan aman bersama keluarganya. Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya pada Perwakilan KBRI di Brunei Darussalam, Atase Bapak Achriyanto, Bapak Aris yang telah mendampingi MSM, BP2MI Bandara Soetta pak Hari, mbak Tajie juga Kemnaker, Kemlu dan semua pihak yang telah berperan serta dalam perlindungan MSM,” tegas Mohamad Irvan dari Serikat Buruh Migran dan Informasi KSBSI.
MSM bukan satu-satunya PMI yang mendapatkan advokasi. Saat di Lounge kantor BP2MI terminal 3, sudah ada dua orang PMI yang sedang diurus kepulangannya. Satu, PMI yang dipulangkan dari Korea, direkrut dan di tempatkan secara G to G, berasal dari Surabaya, Jawa Timur. Baru 12 hari bekerja di Korea, dinyatakan positif mengidap HIV AIDS. Untuk katagori G to G, antar pemerintah seharusnya ini telah diketahui sebelum diberangkatkan. Satu lagi, seorang perempuan calon pekerja migran Indonesia, akan berangkat ke Taiwan, sudah berada di terminal 3 namun mendadak pingsan, sakit dan sedang diurus pulang kembali ke kampungnya. Info yang kami terima itu karena perlakuan yang tak layak di penampungan PT yang akan menempatkan dia.
Banyak sekali permasalahan yang ditemui pada Pekerja Migran Indonesia. Organisasi Buruh Internasional ILO (International Labour Organization) telah menetapkan prinsip dan pedoman dari mulai perekrutan hingga penempatan tenaga kerja. Sayangnya banyak masyarakat yang tidak mengetahui sehingga banyak tertipu dan mengalami pemerasan. Informasi mengenai hak-hak pekerja penting untuk disosialisasikan. Dan ini membutuhkan kesediaan dari berbagai pihak. Semoga kita tetap siap untuk bergerak cepat dan tepat. (*)
Penulis: Ernawati
Editor: Humaira
Terkait
6 Keunggulan Swedia sebagai Negara Sosial Demokrasi
Jelang Konferensi Anti Fasisme, Perempuan Venezuela: Kami Anti Fasisme!
79 Tahun Merdeka: Puan, Stop Sandera RUU PPRT