Iran Bergejolak
Ribuan orang tumpah ruah di jalan-jalan di Iran, demonstrasi berlangsung di 15 Kota. Sambungan internet sebagian terputus dan telah jatuh 17 korban jiwa oleh represi aparat keamanan terhadap demonstran.
Perempuan-perempuan Iran menggunting rambutnya dan membakar hijab mereka sebagai simbol protes mereka atas kematian Mahsa Amini akibat dari hukum berpakaian rezim teokrasi yang mengekang kebebasan perempuan.
Perempuan-perempuan demonstran di Sanandaj, menari-nari di jalanan sambil bersorak-sorak meneriakan ‘Matilah diktator, matilah Khamenei’ juga seruan-seruan menuntut turunnya rezim berkuasa.
Setelah Revolusi Islam atau penggulingan Shah Mohammad Reza Pahlavi oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini pada 1979, Khomeini mengeluarkan Titah 7 Maret 1979 yang isinya mewajibkan kaum perempuan memakai hijab di tempat kerja.
Revolusi Iran dan Pembebasan Perempuan
Periode 1920-an
Tahun 1920-an adalah dekade yang signifikan bagi hak-hak perempuan di Iran. Sebuah langkah besar menuju kesetaraan gender ketika pendidikan menjadi gratis baik bagi anak laki-laki dan juga perempuan.
Selain itu, perempuan diizinkan untuk mendaftar belajar di universitas untuk pertama kalinya di Iran pada masa itu.
Pada pertengahan abad ke-20 gerakan hak pilih pun telah maju secara signifikan, terutama secara politik.
Cara berpakaian perempuan pun tidak mendapatkan pengekangan.
Periode 1940-an
Organisasi-organisasi Perempuan dan Partai Perempuan Iran didirikan pada tahun 1942. Mereka mendorong adanya perubahan-perubahan dalam hak-hak mendasar.
Periode 1960-an
Pada tahun 1963, Shah Iran, Mohammad Reza Pahlavi mengusulkan program reformasi yang mencakup “ketentuan untuk memperpanjang hak pilih bagi perempuan,”
Pada tahun 1960-an, pemerintah mengesahkan undang-undang pemberdayaan perempuan, menaikkan usia minimum perkawinan, hak untuk meminta cerai, hak asuh anak, dan lain-lain.
Namun, semuanya berubah setelah revolusi Islam di Iran pada 1979.
Periode 1970-an Revolusi Islam 1979
Paska revolusi Islam, semua berubah seiring perubahan struktur politik di Iran pada tahun 1979.
Hak hukum keluarga bagi perempuan yang ditetapkan oleh Shah pun berubah menjadi hukum yang sepenuhnya didasarkan pada agama merujuk pada hukum agama yang disebut syariah.
Negara memberlakukan pembatasan dan hukuman ketat seperti mengatur pakaian Islami pada perempuan, khususnya ‘chadar‘ -sejenis jubah untuk perempuan asli Persia.
Iran juga menurunkan usia pernikahan resmi menjadi hanya 9 dari 18 tahun dan perempuan dipaksa mengundurkan diri dari sejumlah jabatan di pemerintahan.
Usia pernikahan kemudian meningkat menjadi 13 tahun, namun laki-laki masih memiliki banyak kekuasaan dalam hukum atas perempuan.
Pemerintah mengabaikan kekerasan seksual dan kebrutalan terhadap perempuan. Perempuan terancam pidana jika berbicara perihal hak-hak mendasar mereka, bahkan dalam keadaan tertentu, mereka dihukum mati.
Periode 1980-an
Pada 1980-an, jilbab menjadi wajib bagi perempuan di semua kantor publik, diperluas ke semua perempuan di ruang publik, termasuk non-Muslim, termasuk perempuan yang bukan warga negara Iran.
Pihak berwenang Iran mengeluarkan peringatan kepada pemilik toko pada tahun 2009 untuk tidak menampilkan manekin perempuan dengan tubuh berlekuk atau tidak mengenakan jilbab.
Pada awal Revolusi Kebudayaan Islam di Teheran tahun 1980, Farrokhroo Parsa, seorang dokter, pendidik, anggota parlemen Iran yang menjabat sebagai menteri kabinet perempuan pertama di negara itu, juga seorang advokat vokal untuk hak-hak perempuan, dihukum mati oleh regu tembak.
Polisi Moral
Atas nama otoritas nasional atau regional dan sejalan dengan interpretasi mereka tentang syariah, polisi agama Islam, atau polisi moral.
Adalah organisasi polisi wakil pasukan Islam yang berwenang. Ini adalah kelompok yang menangkap Mahsa yang berusia 22 tahun di Iran dan diduga memukulinya sebelum dia meninggal di rumah sakit.
Kebangkitan Gerakan Hak Asasi Manusia
Kampanye terkenal yang disebut “Satu Juta Tanda Tangan” untuk pencabutan undang-undang diskriminatif dimulai pada tahun 2006 dengan tujuan mengumpulkan satu juta tanda tangan untuk mendukung pencabutan undang-undang diskriminatif Iran terhadap perempuan.
Ada juga kampanye “Hentikan Rajam Selamanya”. Itu adalah kampanye Iran melawan hukuman rajam di bawah KUHP Iran, di mana seorang perempuan dikubur sampai dadanya di tanah dan menjadi sasaran pelemparan batu sampai dia mati sebagai hukuman.
Masih Alinejad, seorang penulis dan aktivis kelahiran Iran yang bekerja di Inggris dan Amerika Serikat, memulai gerakan online My Stealthy Freedom pada tahun 2014.
Itu adalah halaman Facebook, di mana perempuan Iran memposting foto-foto mereka tanpa jilbab, menjadi inspirasi bagi kampanye ini.
Pada akhir 2016, halaman tersebut telah mengumpulkan lebih dari 1 juta suka Facebook.
Peristiwa Kematian Mahsa Amini, Suatu Momentum Revolusi?
Setelah peristiwa kematian Mahsa Amini, semakin banyak perempuan terlihat membakar atau melepas ‘hijab’ mereka di Iran. Bagi mereka pemaksaan hijab adalah simbol penindasan dan diskriminasi yang paling terlihat di negara mereka.
Ribuan perempuan memposting diri mereka melepas jilbab, membakarnya, dan memotong kepangnya untuk menunjukkan kemarahan mereka atas kematian Mahsa Amini. Solidaritas di negeri-negeri lain di dunia bermunculan mengecam terjadinya peristiwa ini.
Perempuan di negeri mana pun berhak atas otoritas tubuhnya serta menentukan nasib dan pilihan-pilihannya. Penindasan struktural terhadap perempuan harus dihapuskan.
Kami tidak menginginkan adanya Mahsa Amini atau Farrokhroo Parsa lainnya di Iran atau belahan bumi lainnya.
Akankah pergolakan yang terjadi kali ini menjadi momentum terjadinya sebuah revolusi yang membebaskan kaum perempuan Iran? Semoga saja demikian.
*)Mila Nabilah
Terkait
Literasi Keuangan: Bijak Meminjam, Waspada Jerat Pinjol Ilegal
Kepemimpinan Perempuan, Menuju Maluku Utara Adil Makmur
Ibu Bumi, Darah Perempuan, Sebuah Seruan Perubahan