29 April 2024

Poppy Ismalina: Krisis Ekonomi, Perubahan Iklim dan Peran Perempuan

0Shares

Jum’at (16/12/22) lalu dalam Diskusi Terfokus Perubahan Iklim, Ekonomi Hijau, dan Peran Perempuan Poppy Ismalina, M.Ec, PhD (Associate Professor Bidang Ilmu Ekonomi FEB UGM, Yogyakarta, Senior Policy Advisor dalam Pemberdayaan Ekonomi, UN Women Indonesia) memaparkan perihal resesi dunia dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.

Dalam diskusi yang diselenggarakan secara virtual ini Poppy Ismalina, M.Ec, PhD mengatakan bahwa “Resesi ekonomi adalah suatu kondisi dimana ekonomi tumbuh negatif selama dua kuartal berturut-turut,” Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun 2023 menjadi hanya 2,7%. Sementara prediksi OECD menjadi 2,2 persen.

Padahal, berbagai lembaga dunia seperti OECD, IMF, World Bank, ADB (Asian Development Bank) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di antara 4,7 hingga 5,1 persen pada 2023.

Menurutnya, krisis global yang kemudian memicu inflasi terjadi akibat adanya kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve, yang menyebabkan ekonomi Amerika Serikat melambat, dan adanya konflik geopolitik Rusia dan Ukraina yang berdampak pada adanya krisis energi dan pangan.

Perubahan Iklim, Ancaman Keberlanjutan Ekonomi

Perubahan iklim juga menjadi ancaman yang nyata bagi Indonesia.  Seringnya terjadi bencana hidrometerologi, banjir bandang hutan dan lahan, kekeringan, gelombang air laut ekstrim, angin puting beliung, tanah longsor dan lainnya merupakan dampak perubahan iklim yang sangat nyata dan memiliki dampak sangat besar bagi keberlanjutan ekonomi Indonesia.

Menurut BNPB (4 Desember 2022) hampir 95% bencana di Indonesia adalah bencana hidrometerologi yang ditandai dengan: terjadinya 1.420 kejadian banjir, 939 kejadian cuaca ekstrim, 608  kejadian tanah longsor, 250 kebakaran hutan, 22 kejadian gelombang pasang/abrasi, dan 4 kejadian kekeringan.

Akibat bencana hidrometerologi tersebut 5,7 juta orang terpaksa mengungsi, 563 orang meninggal dunia, 8.694 orang luka -luka, dan 43 orang hilang, 72.218 rumah rusak, 1.732 fasilitas umum rusak.

Terkait adaptasi perubahan iklim, pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang sangat kuat atas aksi pengendalian perubahan iklim dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).

Indonesia berkomitmen menurunkan emisi  GRK pada tahun 2030 sebesar 29 s/d 41 persen baik dengan upaya pendanaan domestik maupun dengan dukungan internasional.

Target penurunan emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan adalah menurunkan 497 juta ton CO2e atau 59,6%, di sektor energi targetnya menurunkan 314 juta ton CO2e atau 37,7%, di pertanian menurunkan 9 juta ton CO2e atau 1,2%, IPPU menurunkan 2,75 juta ton CO2e atau 0,3% dan target menurunkan gas emisi limbah sebesar 11 juta ton CO2e atau 1,3%. 

Pemerintah Indonesia perlu melakukan adaptasi perubahan iklim untuk membangun ketahanan sistem kehidupan, yang meliputi: kesehatan, pemukiman dan infrastruktur. Beberapa sektor adaptasi ketahanan sistem kehidupan yang perlu dipersiapkan adalah: 1) ketahanan ekosistem; 2) ketahanan wilayah khusus seperti kota, pesisir, dan pulau kecil; 3) ketahanan ekonomi termasuk ketahanan pangan dan kedaulatan energi; serta 4) ketahanan sistem pendukung lainnya.

Sayangnya, antara komitmen dan implementasi sering kali terjadi gap. Faktanya, terdapat inkonsistensi dalam upaya pengurangan emisi karbon, sebagai berikut:

  • Indonesia adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar keempat di dunia pada tahun 2015. Emisinya berasal dari deforestasi, kebakaran besar lahan gambut dan pembakaran bahan bakar fosil untuk energi.
  • Batubara merupakan sumber input energi terbesar dalam bauran energi pembangkit tenaga listik yaitu mencapai 60% pada tahun 2019.  
  • Menurut statistik BP Energi Dunia tahun 2019, Indonesia adalah produsen batubara terbesar kelima di dunia dan memiliki cadangan batubara terbesar ke-10 di dunia.
  • Hanya 5% listrik Indonesia yang berasal dari energi terbarukan pada tahun 2017.
  • Deforestasi dan konservasi lahan gambut  untuk perkebunan kelapa sawit. Dari tahun 2000-2015, Indonesia kehilangan rata-rata 498.000 hektar hutan setiap tahun yang berubah menjadi perkebunan kelapa sawit.
  • Indonesia menyumbang 53% dari budidaya kelapa sawit dunia. Ini adalah ekspor paling menguntungkan di Indonesia setelah batubara dan minyak bumi, dan industri ini mempekerjakan sekitar 3,7 juta orang.

Peran Perempuan Dalam Perekonomian Indonesia

Dampak krisis ekonomi dan perubahan iklim perlu segera diatasi. Adaptasi perubahan iklim dan resesi dunia perlu melibatkan peran perempuan agar tidak menjadi ancaman bagi keberlanjutan ekonomi.

Berikut adalah gambaran tentang peran perempuan dalam perekonomian Indonesia, antara lain:

  • Peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99,9% dari keseluruhan unit usaha (usaha besar hanya 0,01%). Kontribusi UMKM terhadap PDB juga mencapai 60,5% dan terhadap penyerapan tenaga kerja adalah 96,9% dari total penyerapan tenaga kerja nasional (BPS, Oktober 2022).
  • Sekitar 60% dari jumlah UMKM tersebut dikelola oleh perempuan (Kemenko PMK, Juli 2020).
  • 98,67% dari total UMKM di Indonesia adalah usaha mikro (Kemenkop & UMKM, 2019).
  • Data Kementerian Perindustrian (2021) yang menyebutkan total pengusaha sektor Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang berjumlah 4,4 juta, 47,64 persen diantaranya dijalankan oleh pengusaha perempuan.
  • Sementara dari segi penyerapan tenaga kerja IKM yang mencapai 10,3 juta orang, 48,2 persen merupakan tenaga kerja perempuan (Kementerian Perindustrian, 2021).
  • Lebih dari 6 juta UMKM yang telah mendapatkan KUR Proporsi dari debitur perempuan KUR adalah 42% (Kementerian Keuangan, Oktober 2022).
  • 95% penerima Program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) atau lebih dari 6,4 juta debiturnya adalah perempuan.

***(MJ)

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai