Feminisme bukanlah perihal perang gender, kami tidak memerangi gender yang lain. Feminisme adalah tentang kesetaraan, Dan Feminisme hanya akan menjadi sebuah omong kosong bila tidak melibatkan semua pihak, semua stakeholders baik itu gender, seks, suku, lembaga negara, lembaga agama, komunitas, warna kulit, adat istiadat, dan tentunya negara beserta para penegak kebijakan itu sendiri.
Tentang Kesetaraan
Percayalah, humanisme atau kemanusiaan mungkin bukan untuk semua orang, tidak semua akan sanggup menjalaninya, akan tetapi Feminisme atau perjuangan kesetaraan adalah milik kita semua, perjuangan kita semua menuju keadilan sosial yang adil dan beradab yang sungguh benar merata terejawantahkan dengan baik di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Kita butuh untuk menemukenali secara mendalam perihal Feminisme atau perjuangan kesetaraan bahwasanya kita berhak mendapat akses pendidikan yang sama terlebih mencerdaskan kehidupan berbangsa adalah amanat dari undang-undang, lantas masalahnya ada di mana? Bukankah ada dana Bos? Berapa banyak yang tertangkap akibat fari korupsi dana Bos ini? Dan berapa banyak yang masih melenggang dengan santai dan licin tanpa kena tangkap atas praktik penyelewengannya?
Kemudian hak untuk sama-sama memperoleh kesehatan yang juga dijamin oleh negara, dahulu ketika Jamkesda diberlakukan, hak rakyat dan tanggung jawab pemerintah akan kesehatan sudah cukup terjawab. Akan tetapi sekarang negara memberi kita platform serupa asuransi kesehatan swasta.
Itu hanya sebagian kecil contohnya, masih akan terlalu banyak untuk diuraikan dalan berkas artikel ini.
Mengapa itu penting, melibatkan laki-laki dalam perjuangan kesetaraan?
Secara khusus, laki-laki dapat memainkan peranan penting dalam menantang, mengingatkan bahkan melawan laki-laki lain atas seksisme, misogini, dan kekerasan mereka dengan menegurnya, mendukung korban, mengkampanyekannya atau menjadi saksi. Namun, seringkali ada kekhawatiran di kalangan perempuan dan organisasi perempuan tentang keterlibatan laki-laki. Pun juga sebaliknya, ada rasa insecure bahkan parahnya lagi ada rasa malu karena membela perempuan.
Mereka takut terkena cemooh, disisihkan atau dianggap kurang ‘jantan’, terlebih lagi bagi mereka yang terlahir di tengah-tengah keluarga dan lingkungan yang ,toxic, misoginis, patriarkis.
Bisakah kita memutus rantai omong kosong ini? Itulah tugas kita bersama mulai dari hari ini.
***(MJ)
Di NKRI ini, jaminan perlindungan hukum dan hak telah diberikan kepada rakyat. Lantas apa yang kurang? Hak apa yang akan diperjuangkan feminis? Ketidakseimbangan mana yang menjadi isu?
Apa perbedaan adanya feminisme dengan ketiadaan feminisme di negeri ini?
Menurut saya hasilnya sama aja g ada bedanya. Maaf ya bukan memojokkan, realita (kebanyakan) perempuan zaman sekarang mau memberikan/menawarkan harga dirinya untuk /orang lain pasangannya dimasa muda dan terjadilah pergaulan bebas, lahirnya bayi yang tidak direncanakan dll. Hal ini seharusnya yang diperjuangkan itu moral manusia, kalau hak itu sudah tertulis dalam UUD 1945 pasal 27.
Sampe disini paham?
Jika semua sudah benar, jika semua sudah baik hingga implementasinya di lapangan lantas mengapa kekerasan berbasis gender masih terjadi bahkan hingga pembunuhan? Kita hanya perlu gunakan nalar dan naluri yang sehat untuk mengetahui bahwa semua ini valid.