“Apakah ajaran patriarki baik untuk di lestarikan?”Pemikiran-pemikiran patriarki sebenarnya tidak perlu dilestarikan karena sangat mendiskriminasi perempuan. Beberapa pemikiran-pemikiran yang sangat mendiskriminasi perempuan dan terbilang tidak waras tersebut diantaranya adalah :
1. Laki-laki dan perempuan terlahir dengan kondisi fisik yang berbeda. Laki-laki memiliki kekuatan / tenaga yang lebih besar dibanding perempuan, dan perempuan memiliki kekuatan / tenaga yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki.
Namun dalam didikan patriarki, perempuan yang lemah justru diberi beban pekerjaan yang sangat banyak dan istirahat yang sedikit demi menyenangkan laki-laki. Laki-laki yang memiliki fisik lebih kuat dibandingkan perempuan malah harus selalu dilayani dan bukan melayani.
2. Kodrat seorang perempuan adalah mengandung dan melahirkan. Perjuangan dan jasa seorang perempuan ketika mengandung dan melahirkan tidak akan bisa dibalas oleh laki-laki meski sehebat apapun dirinya.
Mengandung dan melahirkan adalah sebuah hal luar biasa yang dilakukan oleh perempuan demi terlahirnya manusia ke dunia ini, termasuk laki-laki.
Oleh karena itu, jasa dan pengorbanan perempuan seperti itu mestinya di hargai dengan tidak merendahkan perempuan seperti apa yang ada dalam ajaran patriarki.
Laki-laki seharusnya di didik untuk menyadari dan menghargai pengorbanan seorang wanita yang telah mengandung dan melahirkannya ke dunia ini (ibunya), juga perempuan yang telah mengandung dan melahirkan anak-anaknya (istrinya), bukannya di didik untuk merendahkan perempuan dan menjadikannya seperti pelayan laki-laki.
3. Anak-anak perempuan yang belum menikah tentu punya kegiatan lain diluar dan tidak hanya berdiam diri dirumah, misalnya pergi ke sekolah, ke kampus, bekerja, berkumpul dengan kawan-kawan, jalan-jalan / bepergian, dan lain-lain.
Jika anak-anak perempuan diberi tanggung jawab penuh mengenai urusan pekerjaan di rumah, tentu akan kesulitan untuk bisa membagi waktu yang dimiliki agar bisa menyelesaikan semua kegiatan yang ada baik di luar ataupun di dalam rumah.
Karena beban pekerjaan yang banyak seperti itu, sering kali anak-anak perempuan tidak memiliki istirahat yang cukup dalam sehari-harinya.
Sangat tidak adil melihat anak-anak perempuan harus seperti itu sementara anak laki-laki yang ada tidak pernah membantu seperti tidak ada gunanya dirumah. Seharusnya sebuah keluarga bekerja sama dan anak-anak dididik untuk saling membantu tanpa memandang gender dan rasa pantas atau tidak pantas.
4. Dalam rumah tangga patriarki, pekerjaan suami hanya bekerja diluar rumah, namun pekerjaan istri dirumah mencakup banyak hal.
Tapi mirisnya, laki-laki ketika pulang kerja dan merasa lelah, istri harus melayani keperluannya dan membiarkan suaminya beristirahat, tidak boleh mengganggunya dengan urusan pekerjaan yang ada dirumah.
Sementara istri yang meskipun sudah seharian mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga, mengurus anak-anak, dan butuh waktu untuk istirahat, tetap harus melayani apa saja keperluan dan keinginan suaminya tanpa mengabaikan tugas-tugas rumah tangga yang lainnya.
Istri harus selalu mengutamakan suaminya dalam segala hal termasuk waktu beristirahat, padahal istri juga seorang manusia biasa dan sama seperti laki-laki yang layak untuk mendapatkan waktu istirahat.
5. Jika anak perempuan sedari kecil sudah di didik dan dibiasakan untuk mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dengan alasan bahwa itu memang tugasnya ketika nanti ia sudah berumah tangga, maka seharusnya anak laki-laki juga di didik agar mahir dalam kewajibannya ketika sudah berumah tangga nanti, yaitu mencukupi semua kebutuhan anggota keluarga.
Jika perempuan harus mengurusi pekerjaan rumah tangga sedari belum menikah, maka laki-laki juga harus begitu, laki-laki juga harus bertanggung jawab menafkahi dan mencukupi kebutuhan keluarga meskipun ia belum menikah, bukannya hanya bersantai-santai menikmati keadaan rumah yang rapi yang sudah di bereskan oleh saudara-saudara perempuannya, menikmati masakan-masakan yang disajikan, namun tak ada timbal baliknya sama sekali.
“Bagaimana cara memutus siklus patriarki agar tidak menjadi warisan dalam sebuah keluarga?”
“Apa sajakah upaya yang dapat dilakukan untuk menghentikan tradisi patriarki tersebut agar tidak terus berkembang dan turun temurun?”
1. Mulai dari diri sendiri.
Langkah awal untuk memulai sesuatu tentulah bermula dari diri sendiri, begitupun dengan langkah untuk memutus siklus patriarki dalam silsilah keluarga.
Meskipun tumbuh besar di keluarga yang patriarki, cobalah untuk menghapus sedikit demi sedikit tradisi patriarki yang ada di keluarga dan jangan ikut melestarikannya.
2. Cari pasangan hidup (suami / istri) yang tidak patriarki, dan keluarga pasangan juga bukanlah keluarga patriarki.
Jika seseorang yang tidak patriarki menikah dengan pasangannya yang menganut patriarki, akan sangat sulit mengusahakan adanya kesetaraan gender pada generasi (anak-anak) mereka karena mereka berdua sebagai orang tua memiliki pandangan dan pemikiran yang tidak sejalan.
Namun jika seseorang yang tidak patriarki menikah dengan pasangan yang juga tidak patriarki, mereka tentu akan mendidik generasi (anak-anak) mereka dengan ajaran yang tidak patriarki karena sebagai orang tua mereka memiliki pandangan dan pemikiran yang sejalan.
Didikan yang mengedepankan kesetaraan gender tentu mudah diterapkan dalam keluarga dan diteruskan dari generasi ke generasi.
3. Jangan tinggal di lingkungan yang patriarki.
Meskipun seseorang tidak patriarki, namun jika ia hidup di lingkungan yang patriarki tentu akan ada banyak hal-hal “berbau” patriarki yang terjadi di lingkungan sekitar tempat tinggalnya itu.
Mulai dari pemikiran masyarakat-masyarakatnya, kebiasaan sehari-hari, dan lain-lain. Tidak mudah untuk bisa mempertahankan kebiasaan-kebiasaan non patriarki dalam lingkungan yang patriarki karena hal tersebut sangat berlawanan.
4. Perempuan jangan terlalu merendahkan dirinya di hadapan laki-laki.
Meskipun tradisi dan ajaran patriarki sebenarnya sangat mendiskriminasi dan merendahkan perempuan, namun ajaran patriarki tersebut akan tetap tumbuh subur selama masih ada dan banyak perempuan yang merendahkan dirinya di hadapan laki-laki.
Misalnya :
– Meskipun masih berstatus pacaran, tapi perempuan mau mencucikan baju kotor pacarnya karena menurutnya hal itu memang merupakan tugas perempuan nantinya ketika sudah berstatus sebagai seorang istri, padahal pacarnya itu sama sekali belum menafkahinya selayaknya tugas suami dan perempuan tersebut masih harus bekerja keras untuk menghidupi diri dan semua keperluannya.
– Menuruti semua perintah laki-laki yang merupakan pasangannya dan memaafkan semua perbuatan buruk laki-laki terhadapnya. Menurutnya laki-laki memiliki harga diri yang tinggi, karena itu laki-laki harus dipatuhi dan dituruti segala perkataan dan perbuatan nya, tidak boleh dilawan.
– Dan lain-lain.
5. Laki-laki jangan semena-mena terhadap perempuan. Laki-laki harus belajar menghargai perempuan (terutama ibu dan istrinya), dan apa saja yang sudah di lakukan oleh perempuan-perempuan tersebut untuk dirinya.
Jika ingin dituruti dan dipatuhi maka laki-laki juga harus pandai introspeksi diri apakah dirinya sudah layak untuk dipatuhi atau tidak.
Tradisi patriarki sebenarnya tidak perlu dilestarikan karena mendiskriminasi perempuan dalam berbagai hal.
Namun selama masih banyak perempuan-perempuan yang menyetujui ajaran seperti itu, maka ajaran patriarki tersebut akan terus berkembang luas dimasyarakat secara turun temurun. Ajaran patriarki baru bisa diputus siklusnya jika para perempuan sadar untuk bangkit dan menentang segala diskriminasi yang ada.
Selesai.
***(Oothye)
Terkait
DEI dan Penghapusan Diskriminasi di Dunia Kerja
Review Film “Home Sweet Loan”: Potret Realitas Kelas Menengah Jakarta
Literasi Keuangan: Bijak Meminjam, Waspada Jerat Pinjol Ilegal