19 April 2024

Suluh Perempuan Adakan Bedah Buku Labirin

Suluh Perempuan melakukan bedah buku Labirin pada Minggu, 12 Maret 2023 pada pukul 15.30 s/d selesai bertempat di Kantor DPP Suluh Perempuan.
0Shares

Labirin adalah sebuah buku antologi yang ditulis oleh 15 perempuan penyintas yang mengalami masalah kesehatan mental. Dalam tulisan di buku Labirin tersebut, setidaknya ada 4 penyintas yang menceritakan pengalaman pahitnya menjadi korban kekerasan seksual.

Sebuah momen menarik Suluh Perempuan berkesempatan membincang dan melakukan bedah buku Labirin pada Minggu, 12 Maret 2023 pada pukul 15.30 s/d selesai bertempat di Kantor DPP Suluh Perempuan.

Pada kesempatan bincang dan bedah buku, hadir 3 orang penyintas yang sekaligus penulis di buku Labirin tersebut antara lain: Dewi Indra Puspitasari, Kerensa, dan Yuanita Maya. Acara diskusi dibuka oleh Ayu Wulandaru dan dimoderatori oleh Bella Afina.

Dalam kata sambutannya Siti Rubaidah, Ketua Umum Suluh Perempuan mengatakan bahwa isu kesehatan mental sejak pandemi hingga sekarang sedang menjadi tren di masyarakat.

“Suluh Perempuan harus mempu menangkap isu-isu yang berkembang, salah satunya mental health issue yang sekarang sedang marak. Kesadaran akan pentingnya merawat kesehatan mental ini sangatlah penting. Di masa lalu, banyak orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang di pasung, diisolasi, dll. Padahal mereka juga manusia yang berhak diperlakukan secara manusiawi.”

Selain membincang proses lahirnya buku Labirin, ketiga penyintas ini juga menyoal pergulatan panjang mereka sebagai Penyandang Disabilitas Mental (PDM) dan bagaimana mereka memulihkan diri. Beberapa penyintas bahkan berhasil menjadi care giver bagi PDM lainnya.

Yuanita Maya misalnya, karena dia adalah penulis yang aktif sekarang banyak melakukan pelatihan menulis, pengembangan ekonomi kreatif hingga pemasaran kepada komunitas PDM. Sedangkan Kerensa, yang punya masalah love and hate relation dengan ibunya, dia menjadi sangat peka dengan kehidupan  masyarakat sekitarnya yang rata-rata mengalami depresi karena masalah sosial ekonomi.

“Perempuan dan laki-laki punya kerentanan yang sama, namun seringkali perempuan mengalami kerentanan yang lebih besar dibanding laki-laki karena selama ini konstruksi sosial kita masih menempatkan perempuan di ruang domestik, dan perempuan seringkali dipandang inferior,” kata Dewi Indra.

Senada dengan pendapat Dewi Indra, Kerensa menyatakan bahwa perempuan kelas menengah ke bawah dan terutama masyarakat miskin seringkali menempatkan perempuan mengurus banyak hal di rumah tangga. Kondisi ini membuat para perempuan miskin ini tak bisa keluar dari rutinitas rumah tangga.

“Saya lihat tetangga saya di Jagakarsa, para lelaki bisa keluar rumah, main badminton dari pagi sampai malam. Tapi untuk perempuan mereka sibuk mengurus segala hal urusan rumah tangga hingga tidak punya kesempatan untuk sekedar istirahat atau refreshing. Ini yang membuat perempuan lebih rentan ketimbang laki-laki,” tegas Kerensa.

Sebagai penanggap, Erna Wati dari Suluh Perempuan mengatakan, “Sebagai manusia kita tak bisa terlepas dari masalah. Kita tak perlu merasa bersalah ketika sedang tidak baik-baik saja. It’s oke to not be oke.

Akumulasi emosi yang terpendam jauh di bawah alam sadar kita, suatu saat bisa muncul secara tiba-tiba. Setiap peristiwa yang kita alami sejak dalam kandungan akan terbawa hingga dewasa. Bagaimana perasaan ibu, kebahagiaan dan kesedihannya saat mengandung, terekam dalam ingatan kita. Tanpa disadari, ibu juga dapat menjadi pelaku kekerasan pertama dalam hidup kita. Hal ini memberi pembelajaran betapa pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik ibu hamil.

Kekuatan mental untuk dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah, berbeda pada tiap-tiap orang. Penting untuk menanamkan dalam pikiran kita untuk tidak menghakimi diri sendiri dan lebih banyak mencintai diri sendiri. Bukan dalam arti egois melainkan tidak membiarkan pikiran negatif menggerogoti benak kita yang akhirnya memakan energi fisik. Memang bukan hal yang mudah namun kita juga tidak perlu terburu-buru. Mengakui kesalahan diri di masa lalu, memaafkan diri sendiri, memberi pengampunan pada mereka yang menyakiti kita dan tidak mengasihani diri sendiri.

Perbedaannya mungkin tipis antara mengasihani dan mencintai diri sendiri. Pelan tapi pasti, kenali diri dan bangkit. Kemenangan kita bukan untuk pembuktian pada orang lain, kemenangan itu untuk diri sendiri. Bahwa kita berharga, kita ada karena kita berharga.

Acara diskusi berjalan sangat dinamis dan mengundang keingintahuan peserta diskusi untuk bertanya. Diskusi berjalan kurang lebih sekitar 2,5 jam. Karena para peserta diskusi masih antusias bertanya, maka moderator menutup acara terlebih dahulu dan selanjutnya peserta dipersilakan untuk melanjutkan diskusi secara informal. (*)

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai