Nikel menjadi sorotan berbagai media massa terutama setelah IMF meminta Indonesia melonggarkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel, melalui laporan bertajuk “IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia”.
Menyusul sengketa larangan ekspor nikel di WTO (World Trade Organisation) antara Indonesia dengan Uni eropa. Uni Eropa mengajukan gugatan kepada WTO, terkait larangan ekspor bijih nikel Indonesia yang dianggap merugikan industri nikel negara-negara Uni Eropa pada 22 November 2019.
Sejumlah negara Uni Eropa dan beberapa negara (Penggugat) mennyatakan bahwa larangan ekspor Indonesia, persyaratan pemrosesan dan pemasaran dalam negeri.
Serta persyaratan perizinan ekspor yang berlaku untuk bahan mentah, termasuk nikel, bijih besi, kromium, batu bara, limbah logam, skrap, kokas, tidak sesuai dengan Pasal XI:1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994.
Baca juga: Retno Kustiah, Single Mom yang Inspiratif – SULUH PEREMPUAN
Ketersediaan Pasokan Nikel
Kita bisa menjumpai nikel dalam berbagai sektor kehidupan. Nikel merupakan hasil tambang sebagai salah satu dari lima unsur logam di kerak bumi. Berfungsi sebagai konduktor atau penghantar listrik dan panas yang cukup baik. Nikel adalah unsur logam yang terbentuk alami dan memiliki ciri mengkilap serta berwarna putih keperak-perakan.
Di alam, sumber daya nikel yang ada 60% berbentuk laterit dan 40% berbentuk endapan sulfida. Data US Geological Survey juga menyebutkan saat ini terdapat sekitar 74 juta metrik ton cadangan nikel yang tersedia. Sementara di Indonesia cadangan nikel tersebut mencapai 4,5 juta metrik ton nikel.
Bijih nikel laterit di Indonesia banyak ditemukan di Pulai Sulawesi, Maluku, Halmahera, Papua dan Kalimantan. Di Sulawesi, salah satu pusat industri tambang ini khususnya terdapat di Morowali dan Morowali Utara.
Hingga saat ini sebagian besar nikel yang diproduksi di Indonesia diekspor ke luar negeri, seperti Tiongkok, Jepang, Eropa dan Amerika. Produk nikel yang diekspor tersebut antara lain bijih nikel, nikel matte, feronikel dan niclek pg iron (NPI).
Berbagai perusahaan tambang menggali dan mengolah nikel seiring dengan kebutuhan nikel yang meningkat setiap tahun. Menurut Australia Department of Industry, Innovation and Science pada kuartal Juni 2022, konsumsi nikel global naik 0,8% dari kuartal Maret.
Peningkatan Permintaan Nikel
Permintaan nikel secara global mencapai hampir 2,9 juta ton pada tahun 2022. Konsumsi nikel selanjutnya diperkirakan akan tumbuh kuat selama dua tahun ke depan. Diprediksi sebesar 5,3% pada tahun 2023 dan sebesar 4,2% pada tahun 2024. Atau sebanyak 3 juta ton pada tahun 2023 dan sebanyak 3,1 juta ton di tahun 2024.
Baca juga: Peran Pendamping Hukum Dalam Penanganan Kasus – SULUH PEREMPUAN
Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak menggunakan nikel pada peralatan rumah tangga seperti panci, wajan, sendok, dll. Selain itu, bahan nikel juga digunakan dalam kendaraan bermotor, transportasi minyak dan gas, alat medis, bidang farmasi, industri makanan dan minuman serta pembuatan bahan-bahan kosmetik seperti bedak, parfum, dan krim-krim kosmetik.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan yang melarang bahan mentah mineral sejak tahun 2020, utamanya komoditas bijih nikel untuk mengembangkan hilirisasi produk di dalam negeri. Setahun sebelumnya pemerintah mengesahkan undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Pada akhir 2021 tercatat telah terbit 293 izin usaha pertambangan dengan komoditas nikel di seluruh Pulau Sulawesi (Geoportal Kementerian ESDM, 2021).
Menurut catatan tahunan Walhi, perusahaan pertambangan dengan komoditas nikel telah menguasai 639.403,26 hektar lahan konsesi untuk pertambangan yang tersebar di 3 provinsi di Pulau Sulawesi (Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara).
Sedangkan di Pulau Obi, Provinsi Maluku Utara, dengan luasan pulau sebesar 2500 km2 terdapat 5 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan total luas konsesi 10.769,53 hektar.
Masih dalam catatan tahunan itu juga, Walhi memaparkan bahwa sejalan dengan meningkatnya izin usaha pertambangan untuk komoditas nikel, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), Kerusakan lingkungan, Deforestasi, perampasan ruang, hingga pemiskinan rakyat juga semakin masif terjadi.
Sebagai Upaya untuk melepas ketergantungan pada energi fosil, salah satunya adalah melalui transisi ke energi terbarukan, khususnya energi listrik. Hal ini kemudian mendorong pertumbuhan produksi kendaraan listrik di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Baca juga: Viral Sementara, Trauma Korban Selamanya – SULUH PEREMPUAN
Seiring dengan laju perkembangan industri kendaraan listrik, kebutuhan akan baterai sebagai salah satu komponen utama dari kendaraan listrik tersebut akan turut meningkat dengan. Kondisi ini mendorong laju ekspansi pertambangan nikel yang digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan baterai jenis Lithium-ion.
Pemerintah Indonesia juga telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Tiongkok untuk mendirikan kawasan industri berbasis nikel di Morowali bernama Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).
Di Kawasan ini hilirisasi nikel dilakukan untuk menghasilkan berbagai jenis produk nikel diantaranya feronikel, nickel pig iron, dan stainless steel.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 memasukan pembangunan kawasan industri terpadu untuk mengerjakan proses smelting mineral. Dan memproduksi komponen baterai berbasis nikel untuk kendaraan listrik di Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. kawasan industri ini kemudian diberi nama Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).
Menurut Data Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), hilirisasi Komoditas nikel di Indonesia selanjutnya didukung oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019.
Dengan larangan ekspor nikel kadar rendah dengan pertimbangan untuk pertambahan nilai dari komoditas nikel melalui proses pengolahan dalam negeri untuk mendukung masifnya pembangunan smelter beberapa tahun terakhir.
Presiden Jokowi juga menandatangani Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan,.
Mereka Yang Terdampak
Kebutuhan akan lahan yang luas dari telah menyebabkan deforestasi kian meluas dari tahun ke tahun. Sebelum kedatangan perusahaan tambang nikel, para perempuan-perempuan bekerja mencari karang, kepiting di pesisir. Namun setelah laut tercemar, mereka tidak lagi menemukan karang dan kepiting sehingga aktivitas ekonomi perempuan pesisir berhenti.
Para nelayan juga membenarkan terjadinya pencemaran pada pesisir dan laut di wilayah lingkar tambang. Hasil tangkapan ikan terus menurun dan sampai saat ini ikan-ikan laut tidak lagi bisa berkembang biak seperti dulu.
Banyaknya endapan lumpur sisa pertambangan yang terbawa air pada musim hujan dan perubahan rona air laut yang semakin keruh dan berubah warna menjadi kecoklatan, telah menyebabkan kerusakan lingkungan.
Kondisi tersebut memaksa nelayan untuk melaut sampai ke daerah yang jauh. Dampak negatif yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan terhadap wilayah pesisir dan laut diantaranya adalah endapan lumpur yang berakibat pada kerusakan hutan mangrove. Dulu warga memanfaatkan lokasi hutan mangrove sebagai tempat budidaya kepiting.
Endapan lumpur di sungai tempat tumbuhnya rumpun sagu telah merusak salah satu sumber pangan lokal masyarakat Desa Laroenai.
Selain itu sebagian lokasi pembangunan pabrik smelter pemurnian nikel. Yang dibangun di wilayah pesisir dan mencolok dan mereklamasi puluhan hektar wilayah laut Desa Laroenai.
Wilayah pesisir dan laut yang paling terdampak dari aktifitas pertambangan dan industri pemurnian nikel adalah Desa Fatufia. Di desa tersebut beroperasi perusahaan tambang nikel PT. BDM dan merupakan pemasok utama bahan baku ore untuk pabrik smelter pengolahan nikel di kawasan industri PT. IMIP.
Pada lahan seluas kurang lebih 2000 hektar beroperasi tidak kurang dari 20 tenan (perusahaan) yang mengoperasikan smelter tanpa henti. Untu mensuplai energi listrik dengan mengoperasikan 6unit PLTU yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
Baca juga: Pernyataan Sikap: Kasus Revenge Porn IAK – SULUH PEREMPUAN
Pembakaran batubara di IMIP menjadi masalah lingkungan hidup serius. Debu pembakaran batu bara terbawa angin ke pemukiman, yang berada tidak jauh dari lokasi pabrik. Dan menyebabkan masalah Kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Marjinalisasi perempuan telah menyebabkan kemiskinan secara terstruktur terhadap perempuan. Hilangnya sumber ekonomi perempuan juga kerap mendorong terjadinya kekerasan terhadap perempuan.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), mencatat kasus kekerasan perempuan dan anak di 2022 sejak Januari 2022 hingga Desember 2022 sebanyak 40 kasus.
Sementara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Makassar melansir angka kekerasan terhadap anak dan perempuan meningkat pada 2022.
Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Makassar terdapat 362 laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak periode Januari-Oktober 2022.
Dalam ulasan mengenai program hilirisasi nuklir dan transisi energi fosil ke energi terbarukan, banyak pihak yang lebih memfokuskan pada sengketa WTO.
Melimpahnya persediaan nikel dan pengaturan ekspor tanpa mengulas dampak kerusakan lingkungan dan kemiskinan struktural pada masyarakat, termasuk perempuan yang rentan mengalami kekerasan.
Krisis lingkungan dan degradasi kesejahteraan akan semakin nyata terlihat. Lantas bagaimana kita akan mengimplementasikan pasal 33 UUD 1945 dan sila ke 5 Pancasila? Kesejahteraan tak seindah kata-kata melawan IMF atau WTO. Kesejahteraan bagi rakyat adalah terpenuhinya makan di meja dan kehidupan layak.
Ernawati
Terkait
Sunat Perempuan, Tradisi Berbalut Agama yang Membahayakan
Dari Aktivisme Borjuis ke Solidaritas Sejati: Membangun Gerakan Sosial yang Inklusif
Sisi Gelap Pendidikan Kedokteran di Indonesia