Sidang MK pada 15 Juni lalu memutuskan bahwa sistem Pemilu 2024 akan tetap berlangsung secara proporsional terbuka melalui amar Putusan Nomor 114/PUU-XX/2022.
Dengan pertimbangan bahwa hingga sejauh ini partai politik masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh dalam proses seleksi dan penentuan bakal calon termasuk penentuan nomor urut calon anggota legislatif.
Partai politik menjadi satu-satunya pintu masuk bagi warga negara yang memenuhi persyaratan untuk diajukan sebagai calon anggota DPR/DPRD. Peran partai politik juga dapat dipantau melalui kinerja anggota DPR/DPRD yang terpilih.
KPU langsung menyambut dengan mengeluarkan aturan baru yang berkaitan dengan logistik untuk Pemilu 2024. Surat suara untuk Pemilu 2024 juga akan dibuat dengan sistem nama caleg sesuai dengan sistem Pemilu proposional terbuka.
Sistem proporsional dengan daftar terbuka merupakan sistem yang bersumber dari pemerintah dan tertuang dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 8 Tahun 2012.
Melalui sistem tersebut pinnya dapat meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat terhadap konstituennya, wakil rakyat di suatu daerah pemilihan akan rakyat ketahui dengan jelas, dan rakyat pemilih juga mengetahui siapa yang bertanggungjawab untuk menyuarakan suara mereka di parlemen nantinya.
Dalam pengertian sistem pemilu proporsional terbuka adalah sistem pemilihan umum di mana pemilih mencoblos partai politik ataupun calon legislatif yang bersangkutan. Dalam sistem ini pemilih dapat langsung memilih calon legislatif (caleg) yang pemilih kehendaki untuk dapat duduk menjadi anggota dewan.
Singkatnya, sistem pemilu proporsional terbuka lah sistem coblos caleg.
Walaupun ada kekhawatiran bahwa sistem pemilu proporsional terbuka dengan suara terbanyak memiliki potensi untuk memperlemah peran partai politik sebagai sebuah institusi demokrasi dan juga dapat memperbesar potensi transaksi jual beli suara.
Saat ini partai-partai peserta pemilu telah menetapkan calon anggota legislatif. Setiap partai wajib memenuhi kuota Perempuan sebagai calon anggota legislatif. Keberadaan calon legislatif perempuan memiliki arti penting dalam memperjuangkan terwujudnya kesetaraan gender dan terpenuhinya hak-hak perempuan.
Kebijakan afirmasi memperkuat penempatan Perempuan sebagai calon anggota legislatif melalui UU No. 8 tahun 2008 pada pemilu 2009. Kemudian diperkuat lagi pada pemilu 2014 dan 2019 melalui UU No.8 tahun 2012.
KPU lantas memperkuat melalui peraturan tehnis yang memberikan sanksi berupa tidak diterimanya pengajuan bakal calon legislatif di dapil tertentu apabila tidak memenuhi kuota jumlah Perempuan minimal 30%.
Pada pemilu 2024 KPU mengeluarkan PKPU No. 10/2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD tingkat provinsi dan DPRD tingkat kota/kabupaten. Serta keputusan KPU No. 352/2023 tentang Pedoman Tehnis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD tingkat provinsi dan DPRD tingkat kota/kabupaten.
Keterwakilan perempuan bukan sekedar pemenuhan kuota perempuan.
Utamanya adalah memiliki wakil yang berintegritas dan berpihak pada kelompok rentan. Seperti yang sudah dilakukan sebelumnya dalam memperjuangkan ambang batas usia perkawinan dalam UU perkawinan, UU PKDRT dan UU TPKS.
Dan kini juga dalam memperjuangkan UU PPRT. Oleh karena itu keterwakilan perlu didukung dan diperjuangkan.
Melalui sistem proporsional terbuka, para caleg perempuan akan berkompetisi, tidak saja dengan sesama caleg dari partainya, namun juga caleg-caleg dari partai lain.
Tercatat saat ini telah ditetapkan 24 partai peserta pemilu. Setiap caleg harus memperhitungkan strategi untuk memenangkan hati para pemilih.
Setiap partai tentu memiliki metode tersendiri dalam memberikan dukungan pada caleg dari partainya. Langkah pertama yang sudah pasti dilakukan oleh setiap partai politik adalah pembekalan atau Pendidikan politik, dengan muatan materi sesuai kebijakan partai masing-masing.
Salah satu yang cukup penting bagi tiap caleg adalah penguasaan akan undang-undang No.7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. Kemudian penguasaan pengetahuan akan daerah pemilihannya.
Tahapan pemilu saat ini hingga 25 November 2023 adalah Pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Setelah sebelumnya dilakukan penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan.
Caleg dari partai-partai yang telah tergabung sebagai peserta pada pemilu-pemilu sebelumnya dapat melihat dari perolehan suara di daerah pemilihan tertentu. Namun bagi partai pendatang baru dalam kepesertaan pemilu kali ini tentu tidak memiliki gambaran perolehan suara pada daerah pemilihan tertentu.
Hal ini dapat dipandang sebagai tantangan bagi para caleg perempuan. Dinamika politik terus berubah. Perolehan suara pada pemilu sebelumnya dapat dijadikan pedoman namun bukan harga mutlak.
Tantangan ini membutuhkan kejelian dan kretivitas para caleg untuk dapat merebut hati para pemilih dan memenangkan suaranya.
Para caleg Perempuan dapat menunjukkan integritas dan keberpihakannya pada program kampanye yang mengangkat tentang hak-hak Perempuan.
Program ini pula yang selanjutnya akan diperjuangkan saat terpilih menjadi anggota legislatif. Para caleg dapat menunjukkan kapasitasnya melalui penguasaan akan hak-hak Perempuan di bidang politik, Kesehatan, perkawinan, kekerasan seksual, perkawinan anak dan lain sebagainya.
Integritas dan keberpihakan akan tampak jelas dalam pemilihan bentuk kampanye, tujuan dan sasaran, apakah itu kaum muda, pekerja seni dan Perempuan di lintas sektor.
Dengan menyadari posisi perempuan sebagai kelompok marjinal baik dalam rumahtangga, Masyarakat, lingkungan kerja dan pemerintahan. Para caleg juga perlu mendesakkan program pengarusutamaan gender di setiap tingkatan pemerintahan.
Kontestasi antar para caleg sudah pasti terjadi sebagai bagian dari dinamika politik. Dengan tetap berpegang pada komitmen untuk bekerja sebagai wakil rakyat, khususnya Perempuan dan kelompok rentan lainnya, kontestasi dapat menjadi ajang menunjukkan integritas bermakna. Komitmen untuk mengimplementasikan program kampanye menjadi program kerja bermakna.
Hambatan sudah pasti ada. Para caleg juga terikat dengan lembaga partai tempatnya bergabung. Ada keterikatan kewajiban dan aturan yang mungkin saja berbeda di tiap partai. Bukan tidak mungkin bila lontestasi pun berlangsung di dalam internal partai.
Para caleg dapat mengatasi ini dengan kemampuan mengelola kepercayaan, baik pada diri sendiri maupun rekan sesame caleg didalam maupun diluar partai. Kemampuan mengelola emosi dangat dibutuhkan agar mampu bertahan hingga pemilu usai digelar dan siap memasuki babak selanjutnya.
Selain itu, para caleg perempuan pun rentan terhadap serangan kekerasan, baik seksual, kekerasan melalui media digital maupun kekerasan fisik secara langsung. Oleh karena itu para caleg beserta tim kampanye perlu memperhitungkan keamanan baik online maupun offline.
Masyarakat akan melakukan penilaian secara langsung pada setiap caleg yang akan mewakili dirinya di lembaga legislatif. Sistem ini juga menjadi peluang bagi pembelajaran politik. Para caleg akan membuktikan kapasitas dan integritasnya tanpa disertai politik uang melainkan program kerja bermakna.
Masyarakat diajak untuk turut serta berperan dalam memilih para wakilnya untuk mendesakkan kepentingan rakyat.
Kelompok masyarakat sipil juga dapat menggunakan kesempatan ini untuk mendesakkan kepentingan perempuan dan kelompok rentan lainnya melalui pemenangan para caleg perempuan.
Bahwa kemenangan caleg perempuan yang memiliki dedikasi dan integritas dapat menjadi peluang dalam mewujudkan hak-hak perempuan.
Slogan women support women dapat diterapkan secara nyata untuk memberi dukungan dan semangat pada para caleg Perempuan tanpa batasan partai tertentu.
Kelompok masyarakat sipil dan caleg perempuan dapat menggalang kampanye bersama dengan program pemenangan perempuan di legislatif. Kerjasama ini tidak lantas menghilangkan hak suara dalam pemilihan umum nantinya.
Setiap orang tetap memilik hak mutlak atas pilihan partai politiknya.
Kepentingan untuk mendesakkan agenda perempuan dalam setiap kebijakan di legislatif merupakan kepentingan Bersama.
Kita sama memiliki agenda untuk memerangi perkawinan anak, kekerasan terhadap Perempuan dan diskriminasi. Jika ini menjadi agenda bersama kelompok masyarakat sipil maka kita dapat berharap bahwa caleg yang mewakili kita adalah caleg perempuan yang sungguh-sungguh memiliki dedikasi dan integritas.
Sehingga kita bersama setidaknya dapat mengupayakan berakhirnya darurat kekerasan terhadap perempuan.
Kita bersama mengupayakan peluang lebih besar melalui sistem proporsional terbuka.
Pemilu akan menjadi ajang pesta demokrasi yang diikuti oleh semua lapiran masyarakat. Menghentikan praktek-praktek kecurangan yang selalu terjadi dalam setiap pemilu.
Mungkin belum yang terbaik tapi kita akan selalu belajar untuk menciptakan dinamika politik yang sehat dan mendorong partisipasi politik bermakna bagi setiap lapisan masyarakat.
Ernawati
Terkait
Cerita Perempuan Batulawang, Memperjuangkan Hak Atas Tanah
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Sunat Perempuan, Tradisi Berbalut Agama yang Membahayakan