7 Oktober 2024

Free Writing, Menulis Sebagai Terapi

0Shares

Free writing adalah menulis bebas tanpa perlu memerhatikan aturan bahasa yang berfungsi sebagai katup pelepasan emosi. Bedanya dengan expresive writing adalah, dalam free writing semua ‘sampah emosi’ yang dikeluarkan harus ditutup dengan afirmasi positif. Untuk itu kita perlu mengenali terlebih dahulu sisi negatif dan sisi positif emosi.

Sisi Negatif

  1. Sedih
  2. Tidak peduli
  3. Rendah diri
  4. Putus asa
  5. Frustrasi
  6. Ragu
  7. Iri dengki
  8. Ketakutan
  9. Malu
  10. Rasa bersalah

Sisi Positif

  1. Bahagia
  2. Empati
  3. Rasa bangga
  4. Harapan
  5. Hasrat
  6. Semangat
  7. Rasa syukur
  8. Euforia
  9. Rasa haru
  10. Gembira

Menulis Sebagai Terapi

Setelah melakukan expresive writing untuk melepaskan ‘sampah’ yang menumpuk dalam jiwa, batin, dan pikiran, kini saatnya mengubah sisi negatif emosi Anda dengan lembaran emosi positif. Caranya? Ciptakan hal-hal menarik dan menyenangkan tanpa keluar biaya. Lakukan hal-hal yang nampaknya kecil namun memberikan pencerahan dan kecerahan. Ingat kredo ini:

BEST THINGS IN LIFE ARE FREE

Hal-hal terbaik yang cuma-cuma itu di antaranya adalah pelukan, senyuman, teman-teman, keluarga, tidur, cinta, kenangan manis, gelak tawa, dan sebagainya. Inilah yang harus kita kenali saat memraktekkan free writing.

Memang pada dasarnya free writing adalah teknik menulis bebas tentang apapun tanpa dibebani aturan tata bahasa. Namun dalam konteks WfT, free writing musti mengandung muatan positif sebagai lanjutan jiwa yang telah bersih. Bukankah sampah-sampah dalam batin telah disapu habis lewat expresive writing? Maka yang wajib ada dalam free writing untuk terapi kejiwaan adalah afirmasi positif bagi diri sendiri.

Stabilitas dan kualitas jiwa raga kita bergantung pada 3 hal, yakni pikiran, perasaan, dan sikap. Tiga unsur tadi, menurut filsuf Imanuel Kant bisa dibentuk menjadi positif atau negatif jika depresi. Sedangkan psikolog ternama Amerika Martin Seligman mengatakan bahwa berpikir positif adalah kekuatan besar untuk kembali tegak bagi mereka yang depresi. Bersikap realistis, tidak overthingking, dan menyikapi hidup dengan optimisme adalah modal untuk bangkit dari keterpurukan.

Masalah-Masalah Kejiwaan

Seligman merumuskan 5 hal untuk mengurai masalah kejiwaan, yaitu PERMA:

  • P (Positive Emotion/Emosi Positif). Di antaranya adalah bersikap penuh syukur, melupakan hal-hal yang melukai atau menyakitkan hati, mengangankan kebahagiaan dan harapan dalam pikiran, serta fokus menyayangi.
  • E (Engagement/Keterlibatan), yaitu aktif dalam beragam kegiatan dengan senang hati, ikhlas, dan tanpa pamrih. Bisa dengan pekerjaan sehari-hari (mencari nafkah, mengurus anak, suami, rumah, dll) dan kegiatan sosial seperti menjadi kader Posyandu, menggalang Jumat Berkah, dsb.
  • R (Relationship/Hubungan yang Baik), baik dengan keluarga, teman, tetangga, orang-orang yang ditemui di jalan, dan lainnya.
  • M (Meaning/Mencari Makna Kehidupan dan Jati Diri). Ini lebih ke membentuk eksistensi diri agar hidup menjadi penuh arti, misalnya banyak menolong orang, menghijaukan lingkungan sekitar, memberi makan binatang terlantar, fokus menjadi sosok yang lebih sabar, pemaaf, bermanfaat bagi orang lain, dsb.
  • A (Accomplishments/Pencapaian). Di sini kita tak perlu menjadi juara Indonesian Idol, Kontes Dangdut Indonesia, atau apalah. Tapi lebih ke terus berusaha memerbaiki dan terus mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih baik. Dengan demikian kita tak ada waktu lagi untuk bermuram diri, memusatkan pikiran pada masalah, dan merasa sebagai orang paling menderita.

Baca Juga: Writing for Therapy, Menulis untuk Jiwamu

Meneguhkan Jiwa dengan Kata-kata Positif

Maka kita tidak punya pilihan lain selain memilih jalur positif yang dimulai dengan kata-kata, baik terucap (spoken) maupun tertulis (written). Mengapa? Karena kata-kata positif meneguhkan jiwa, dan sebaliknya kata-kata negatif melemahkannya.

Jiwa Anda masih di bawah payung gelap? Berjuanglah untuk mengubahnya menjadi perasaan positif. Mengapa? Karena luka batin cepat atau lambat akan melukai organ tubuh kita.

  • Amarah terpendam menyebabkan gangguan ulu hati.
  • Gelisah berkepanjangan menyebabkan maag dan gerd.
  • Kesedihan yang mendalam mengakibatkan sesak napas dan melemahkan fungsi paru-paru.
  • Ketakutan yang mencekam membuat fungsi ginjal terganggu.
  • Stres dalam berbagai level mengganggu kerja jantung dan otak.

Kesimpulannya sederhana: emosi yang tidak stabil mengakibatkan organ dalam tubuh menjadi rapuh. Maka tak ada pilihan lain: ubahlah emosi negatif menjadi positif. Gunakan perangkat yang sederhana: kata-kata. Perbanyak kosa kata positif kita. Latih diri kita sehingga makin hari makin mahir mengubah kata-kata negatif menjadi positif, misalnya:

  • Gagal menjadi belum berhasil
  • Sakit menjadi kesempatan untuk istirahat.
  • Malas menjadi menyimpan cadangan energi.
  • Kesepian menjadi waktunya menyendiri.
  • Patah hati menjadi belum jodoh.
  • Amarah dan dendam menjadi belajar mengampuni
  • Sakit hati menjadi menjadi jiwa yang tabah
  • Bodoh menjadi sedang belajar
  • Kehilangan menjadi yang lebih baik sedang datang.
  • Bodoh menjadi sedang belajar.
  • Miskin menjadi kerja lebih semangat.
  • Bosan menjadi motivasi kreativitas.

Masih banyak yang bisa kita gali dan kembangkan. Dan, sekali lagi, perbanyaklah kosa kata positif dengan cara rajin membaca, menelaah kamus, banyak berkomunikasi, berdiskusi, bahkan merenung saat sedang sendiri. Gunakanlah perbendaharaan kata positif ini untuk menekuni Free Writing dengan bentuk tulisan narasi (bercerita). FW sangat sederhana, tidak perlu memusingkan ejaan dan tata bahasa, tema, alur cerita, dan sebagainya. Ia semacam curhat lewat tulisan. Hanya satu syaratnya: pergunakan sebanyak mungkin variasi kata.

Baca Juga: Sepi dan Hening, Seni Menyembuhkan Luka

Manfaat Free Writing

Free writing akan menjadi penjernih saat jiwa kita gelap. Ada banyak penyumbat jiwa seperti amarah, sakit hati, dendam, kecewa, dan sebagainya. Free writing, dengan konsep mengubah yang negatif menjadi positif, ialah tebaran konfeti yang menghiasi jiwa dan mendorong sumbatan tersebut keluar.

Para pelaku Free Writing mengakui bahwa duduk rileks dan melakukan FW nonstop sedikitnya 30 menit tiap hari telah membantu mengurangi nyeri syaraf dan sakit kepala. Hasil FW perlu dibaca berulang-ulang dan menjadi bahan perenungan: mengapa aku begini, mengapa aku begitu? Merenungi hasil FW akan menjadi alat ukur kejujuran kita menilai diri sendiri dan mengubah yang buruk menjadi baik hari demi hari.

FW sebaiknya dilakukan pada pagi hari saat masih segar secara rutin. Durasinya sekitar 30 menit. Disarankan tema dan topik berbeda-beda namun sumber masalahnya sama. Lakukan terus hingga masalah terurai dan tereduksi. Siap melakukan Free Writing? Bila ya, maka kita harus selalu siap berpikir, merasa, dan bersikap positif sebagai syarat menghasilkan dan memraktekkan kata-kata positif.

Praktek Free Writing

Tulislah cerita tentang keterpurukan Anda. Jabarkan penyebabnya. Lukiskan deritanya serta dampaknya terhadap jiwa raga Anda. Setelah itu akhiri tulisan dengan hal-hal positif. Gunakanlah diksi-diksi (pilihan kata) yang tepat. Tulisan bebas yang ideal adalah 300-750 kata. Jika panjang tulisan dianggap belum cukup, buat episode kedua dan seterusnya (berseri).

Maya Yuanita

*Penulis adalah Komunitas Literasi Gula Kelapa. Tulisan ini disampaikan pada kegiatan Writing Therapy with Yuanita Maya yang diselenggarakan Suluh Perempuan pada Minggu, 16 Juni 2023.

Baca Juga: Labirin, Kisah 15 Perempuan Penyintas

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai