Jakarta – Sebanyak 61 orang anggota Serikat Tani Nelayan (STN) Jambi sedang melakukan aksi dan memperjuangkan haknya di kantor LBH Jakarta. Mereka memperjuangan hak atas tanah serta menuntut pembebasan 11 petani yang ditahan oleh Polda Jambi.
Ibu Sopiah salah satu perwakilan petani Jambi menuturkan bahwa warga sedang memperjuangkan keadilan agraria. Mereka ingin diberi hak untuk mengelola hutan produksi di Tiga Desa: Mekar Sari, Betung dan Pematang Raman Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dalam bentuk Perhutanan Sosial kepada Kementerian LKH RI. Perjuangan untuk mendapatkan hak pengelolaan hutan terhambat prosesnya di kementerian LHK RI. Hal ini karena kementerian ATR/BPN RI sampai saat ini belum mau membatalkan HGU PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK).
Saat ditemui di LBH Jakarta (2/11/2023), Ibu Sopiah menyampaikan, “Kami jauh-jauh datang kesini ingin memperjuangkan hak atas pengelolaan hutan. Pak Jokowi berjanji untuk memberi tanah bagi orang yang tidak mampu. Kami warga 4 KTH ini memang orang gak mampu, makan kami pas-pasan. Kalau tidak kerja kami tidak bisa makan. Kami meminta kepada pak Presiden Jokowi agar kami diberi tanah supaya kami bisa pulang dengan aman.
Menurutnya, warga yang memanen sawit di hutan milik negara justru mendapatkan intimidasi, baik dari oknum PT RKK dan kepolisian. Hingga saat ini sudah 11 petani yang dikriminalisasi. Adapun 11 nama petani yang ditahan Polda Jambi adalah: 1) Ardiansyah (24 th), M Ilham Habibillah (22 th), Saleh Umar (45 th), Lukman (45 th), Jossuwin (55 tahun), Kamal (46 th), Ridwan (20 th), Jaidan Pahmi (45 th), Untung (22 th), Tejo (40 th), Ega (32 th).
“Kami meminta agar anak-anak kami yang ditahan oleh Polda Jambi bisa dibebaskan. Karena anak-anak kami ini memang bukan pencuri. Saat bekerja memanen sawit kami dihadang oleh orang koperasi dan polisi. Anak-anak kami ditangkap seperti menangkap hewan saja. Mereka main tangkap saja tanpa ada Surat Penangkapan,” jelas Sopiah.
Sopiah menjelaskan bahwa petani meminta tolong kepada Presiden Jokowi dan Kapolri untuk membebaskan 11 petani yang ditahan Polda Jambi. Kedua, ibu-ibu dan petani Muaro Jambi ingin menjemput keadilan. Ketiga, sebagai warga miskin dan kurang mampu. Warga 4 Kelompok Tani Hutan (KTH) menagih janji Jokowi yaitu akan memberikan tanah bagi orang yang tidak mampu.
Potensi Konflik Agraria
Sementara itu, Ahmad Rivai, Ketua Pimpinan Pusat Serikat Tani Nelayan (PP STN) berharap agar Kementerian ATR/BPN RI membatalkan HGU PT. RKK. Ini salah satu tahapan yang tak terselesaikan sejak tahun 2015. Sehingga memicu konflik dan sengketa agraria antara warga/petani 4 KTH dengan koperasi/PT RKK.
“Pembatalan HGU atas nama PT RKK akan memudahkan bagi warga petani di sekitar kawasan hutan tersebut untuk mendapatkan akses legal (perhutanan sosial) atas hutan produksi di bebani konsesi HTI PT. WKS. Saat ini sedang berlangsung proses penanda tanganan nota kesepakatan (NKK) dengan Empat Kelompok Tani Hutan (KTH). 4 KTH itu adalah: Alam Lestari Desa Pematang Raman, Rimbo Petung Desa Betung, Talang Petanang Desa Petanang, Betung Bersatu Desa Betung Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi.”
Selain itu, Rivai meminta Kapolri segera mengambil alih kasus kriminalisasi petani oleh Polda Jambi. Hal itu agar permasalahan tidak semakin meluas dan memicu konflik agraria. Terakhir, kriminalisasi petani Jambi oleh Polda Jambi harus disudahi.
“Jumlah petani yang di kriminalisasi Polda Jambi terus bertambah. Mereka mendapat tuduhan mencuri buah sawit di lahan milik PT.RKK oleh Koperasi Fajar Pagi. Padahal lahan tersebut hutan produksi milik negara yang di bebani izin HTI PT.WKS. Praktik mafia tanah PT.RKK dan plasmanya Koperasi Fajar Pagi telah mencuri tanah negara [hutan produksi] dengan melakukan aktifitas perkebunan tanpa izin seluas 2391 Hektar. Hal ini merupakan kejahatan perkebunan yang merugikan negara.” Pungkasnya.
Kronologi Kasus Petani Muaro Jambi
Sebagimana diketahui, Kementerian LHK RI sedang gencar mensosialisasikan program Perhutanan Sosial. Perhutanan Sosial (PS) adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan, dan dinamika sosial budaya.
Warga sedang memperjuangkan keadilan agraria agar dapat mengelola hutan produksi di Tiga Desa: Mekar Sari, Betung dan Pematang Raman Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi dalam bentuk Perhutanan Sosial kepada Kementerian LKH RI. Namun perjuangan petani untuk mendapatkan hak pengelolaan hutan tersebut terhambat prosesnya di kementerian LHK RI karena kementerian ATR/BPN RI sampai saat ini belum mau membatalkan HGU PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK).
13 Oktober 2023 Petani Jambi tiba di Jakarta kantor PP STN, kemudian 17 Oktober 2023 melakukan aksi menuntut di Kementrian ATR/BPN RI atas sikap Kementrian ATR/BPN RI yang tidak merespon tuntutan pembatalan HGU PT Ricky Kurniawan Kertapersada (RKK) yang kalah di semua tingkat persidangan PTUN oleh PT. Wirakarya Sakti (PT.WKS) di tahun 2015.
Kementrian ATR/BPN RI menerima perwakikan Petani dalam hal ini jajaran Ditjen VII yang menangani Konflik Agraria yakni Direktur dan Subdit Penanganan Perkara. Prinsipnya minta waktu dalam upaya pembatalan, kita pun setuju dan menjeda aksi selama sepekan. Selama menunggu keputusan pembatalan HGU PT.RKK oleh Kementerian ATR/BPN RI Petani Jambi menginap di Kantor YLBHI Jakarta dari 18 Oktober – 26 Oktober 2023.
26 Oktober 2023 kembali lakukan aksi menuntut di Kementerian ATR/BPN RI, saat itu petani sudah meninap, namun adanya mufakat antara petani, perwakilan Pemprov Jambi dan Polri, 27 Oktober 2023 sekitar Pkl 04.00 WIB petani membongkar tenda dan pindah ke Wisma Jambi dengan kesepakatan : setiap aksi menuntut ke kementrian di fasilitasi Pemprov Jambi dan menghadirkan Gubernur Jambi secepat-cepatnya hari Jumat 28 Oktober 2023 dan selambat senin 30 Oktober 2023, jika point 1, 2 atau salah satu tidak di tepati maka petani kembali lakukan aksi menuntut dan keluar dari wisma jambi untuk menginap di Kementrian ATR/BPN RI
Sampai saat ini pihak Pemprov Jambi tidak menepati janjinya untuk mendatangkan Gubernur Jambi. Maka Senin 30 Oktober 2023 petani kembali melakukan aksi menuntut dan menginap ke Kementerian ATR/BPN RI. Sementara situasi dibawah : 29 Oktober 2023 Polda Jambi, Koperasi Fajar Pagi Plasma PT.RKK dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi atas nama DR. H. Zuripal, SE, MM semakin gencar melalukan penangkapan Petani dan perusakan pondok-pondok Empat Kelompok Tani Hutan (KTH) serta pengusiran petani dari areal hutan produksi.
Indah Pratiwi
Terkait
Cerita Perempuan Batulawang, Memperjuangkan Hak Atas Tanah
Resensi Buku: Menghadang Kubilai Khan
Sunat Perempuan, Tradisi Berbalut Agama yang Membahayakan