13 Desember 2024

Harapan Keluarga Korban pada 17 Tahun Aksi Kamisan

0Shares

Jakarta – 18 Januari 2024 menjadi momentum penting Peringatan 17 Tahun Aksi Kamisan. Aksi Kamisan kali ini nampak lebih meriah karena dihadiri peserta aksi dari Jakarta dan Jogja pun. Ratusan massa aksi menagih janji negara untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu dan memberi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi korban dan keluarganya.

Unjuk rasa mingguan yang digelar di depan Istana Merdeka, Jakarta ini menuntut pemerintah mengusut berbagai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi pada masa lalu. Unjuk rasa kali ini adalah unjuk rasa yang ke-802, sejak pertama kali dilakukan pada 18 Januari 2007. Kegiatan yang dikenal sebagai Aksi Kamisan karena digelar setiap hari Kamis itu, diikuti ratusan orang tua, keluarga korban pelanggaran HAM, dan aktivis pegiat HAM.

Mereka menuntut pemerintah untuk memberi jawaban atas terbunuh dan hilangnya anggota keluarga serta menagih janji Presiden Jokowi yang pernah berkomitmen menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.

Beberapa kasus yang disuarakan pada unjuk rasa kali ini antara lain: penghilangan paksa aktivis, kerusuhan Mei 1998, penembakan warga sipil dan mahasiswa Universitas Trisakti Mei 1998 dan mahasiswa Universitas Katolik Atmajaya yang dikenal sebagai kasus Semanggi I pada November 1998 dan Semanggi II pada September 1999 serta pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib pada 7 September 2004.

Sebagian pengunjuk rasa memakai topeng wajah Munir yang dibunuh saat dalam penerbangan dari Singapura menuju Amsterdam, tepat pada hari itu 13 tahun lalu.

“Suami saya dibunuh dengan cara curang serta pengecut. Para pembunuh memakai racun arsenik dan penjahatnya masih bebas,” ujar Suciwati, istri almarhum Munir, saat berorasi.

“Masihkah Bapak ingat tanggal 22 September 2016, Anda mengundang 22 pakar hukum dan HAM, dimana Anda berjanji akan menuntaskan kasus Munir? Hampir satu tahun saya belum melihat janji yang Bapak Presiden ucapkan terealisasi,” tambahnya.

Janji Jokowi dan Harapan Para Penyintas

Pada September 2016, Jokowi sempat memberikan janji akan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat kepada para pelaku aksi Kamisan. Selanjutnya membentuk Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat (Tim PPHAM), yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022.

“Permohonan kami agar bapak presiden memberikan pengakuan terjadinya pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM yaitu insiden Semanggi 1, Semanggi 2, Trisakti, penghilangan paksa, kerusuhan 12-15 Mei 1998, Talangsari Lampung, dan tragedi 1965. Ini menjadi kewajiban jaksa agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan,” kata Sumarsih.

Saat ditanya terkait pernyataan Jokowi pada 11 Januari 2023, Sumiarsih menegaskan, “Ya terkait itu, yang berkaitannya dengan Kepres nomor 17 tahun 2022. Jadi di Aceh kan sudah ada kick off-nya di Aceh, di Jakarta juga sudah tanggal 11 Desember. Tetapi korban kan ada yang menerima, ada yang tidak, dan saya menolak!”

Pernyataan Pers Presiden RI tentang Pelanggaran HAM Berat, Istana Merdeka, 11 Januari 2023

Saat ditanya alasan Sumiarsih melanjutkan “Ya, karena memang Kepres itu untuk pelaku dari timnya sendiri. Terus bagi saya ketika Pak Jokowi sumpahnya itu adalah mematuhi konstitusi, mematuhi undang-undang dasar negara, mematuhi undang-undang peraturan perundang-undangan, ya itu, yang harus dikerjakan selama berkuasa. Indonesia adalah negara hukum, apalagi Pak Jokowi sebelum menjadi presiden, dia mengatakan akan menyelesaikan kasus pelanggaran yang berat kasusnya disebut, menghapus impunitas, berarti kan ini kaitannya dengan hukum. Ternyata itu cuma janji-janji. Jadi kalau untuk non-judisial, saya juga menolak pertimbangannya karena masalahnya kemanusiaan itu tidak bisa dipulihkan dengan materi.”

Sumiarsih, ibu dari salah satu korban menyampaikan, “Harapan saya di sisa pemerintahan Pak Jokowi ini supaya menugaskan jaksa agung untuk melaksanakan undang-undang pengadilan HAM pasal 21 ayat 3 tentang pembentukan yang terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat.”

Sumiarsih juga berharap agar presiden terpilih di pemilu 2024 nanti akan patuh pada sumpah jabatannya untuk mematuhi undang-undang dasar, mematuhi undang-undang, dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

Menanggapi soal Kepres Nomor 17 tahun 2022, Magdalena Sitorus berpendapat: “Itu harus dikawal. Masalahnya Kepres itu bukan undang-undang. Kayak orang DPR, enggak ada carry over program gitu kan. Mereka sering membuat kebijakan sendiri tanpa melihat keberlanjutannya. 

Saat redaksi bertanya perihal pemilu, Magdalena menimpali “Ada sesuatu yang memang harus diperjuangkan. Tapi ini bagaimana memilih yang terbaik dari yang terburuk gitu loh,” pungkasnya.

Mila Joesoef

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai