29 April 2024

Istikomah, Caleg PSI Pengagum Gus Dur dan Aung San Suu Kyi

0Shares

Lahir dan menghabiskan masa kecil di Klaten, Jawa Tengah. Tepatnya di Desa Randusari Kecamatan Prambanan. Ketika itu ia berada pada masa-masa tanpa akses listrik di desa, jalanan berpasir sehingga sepeda motor pun terkadang susah melaluinya karena licin. Mengalami kesulitan untuk dapat bepergian kemana-mana, yang hanya bisa ditempuh dengan sepeda onthel, dan mereka yang memiliki sepeda motor masih sangat jarang.

Kepada redaksi Isty (nama karibnya) pun mengakui pernah mengalami pelecehan di ruang publik sejak masa kecil dengan pelaku yang relatif dekat karena bahkan keluarganya pun ia kenal.

Hingga saat ini, ia tidak pernah pindah KTP meskipun jarang sekali berada di rumah. Giat yang pernah ia lakukan cukup banyak, diantaranya; pernah membuat Sanggar Belajar Seni dan Bahasa Inggris gratis untuk anak-anak di sekitar dusun, dan kini ia berharap itu bisa dibangun kembali

Harapan Isty untuk Jawa Tengah

Isty ingin mendorong terwujudnya Jawa Tengah sebagai Provinsi yang bebas dari KKN, bersih, sehat dan nyaman bagi semua warganya. Menjadi Provinsi yang bisa mengelola sampahnya dengan baik, terbebas dari berbagai polusi, fasilitas publik yang memadai dan pelayanan kesehatan yang terjamin. Supaya Jawa Tengah menjadi Provinsi yang terus tumbuh secara ekonomi, sosial, budaya dan memberi kesejahteraan bagi warganya. Provinsi yang bisa menjadi tempat yang nyaman bagi warganya yang semakin beragam untuk tinggal dalam suasana penuh kedamaian.

Riwayat Pendidikan

Sarjana Filsafat Universitas Gadja Mada
Alumni SDN Randusari 2 Prambanan, Klaten
Alumni SMPN 9 Yogyakarta
Alumni SMAN 12 Yogyakarta
Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Alumni Program EEC Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Alumni Santri dan mantan Pengurus Pondok Pesantren Nurul Ummah Yogyakarta

Pengalaman dan Organisasi

Mantan Reporter Pijar Filsafat
Mantan aktivis Keluarga Muslim Filsafat
Mantan aktivis Jamaah Shalahuddin UGM
Alumni HMI Komisariat Filsafat UGM
Alumni PMII Cabang Sleman
Staf Lapangan LKP2 Jogja 2000-2001
Pendiri Sekar Jogja
Sekjend STN 2003-2007
Pendiri JNPM
Ketua Pengurus Harian IHAP 2009-2010
Pendamping Lapangan Yayasan IBEKA 2011-2013
Anggota FaMM Indonesia
Koordinator Pelaksana LLSP 2014-2015
Koordinator Perintis YPP 2015-2016
Liaison Officer GWWG UGM 2016-2017
Pendiri Yayasan Tani Mandiri/Perkumpulan Tani Mandiri Nusantara dan Sutengsu Fashion Brand
Bendahara Gerak Nusantara
Anggota Keluarga Besar Rakyat Demokratik(KBRD)

Pelarangan Jilbab

Berdasar pengakuannya, masa SMP adalah masa adaptasi dan “shock culture” baginya. Karena ia harus belajar hidup “mandiri” dengan orang-orang dewasa yang baru ia kenal di pesantren, tanpa bimbingan orangtua. Kemudian, ia harus belajar adaptasi dengan anak-anak kota yang mayoritas lebih pintar dari saya. Selain itu, ketika itu adalah masa awal pemerintah memperbolehkan pemakaian jilbab di tempat publik, salah satunya di sekolah umum.

43 tahun yang lalu, rezim Orde Baru menghalangi siswi-siswi sekolah negeri mengenakan jilbab saat pergi ke sekolah. Kebijakan menyeragamkan busana sekolah yang pertama kali itu, disosialisasikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Daoed Joesoef pada awal dekade 1980-an. Hal ini lantas memicu reaksi negatif dari kalangan umat Islam.

Konflik antara pemerintah dengan umat Islam di bidang pendidikan sudah mulai meruncing pada pengujung tahun 1970-an. Begitu dilantik sebagai Mendikbud, Daoed Joesoef langsung mengevaluasi hari libur sekolah. Selama bulan suci Ramadan, anak-anak sekolah tidak lagi libur satu bulan penuh seperti sebelumnya. Melalui keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978, hari libur bagi siswa SD, SMP, dan SMA ditetapkan hanya 10 hari (tiga hari pada awal puasa dan tujuh hari setelah Idul Fitri).

Keputusan ini tidak disambut baik oleh sejumlah organisasi Islam dan cendekiawan muslim. Buya Hamka yang kala itu Ketua MUI, menentang keras dan menyerukan kepada sekolah-sekolah Islam agar tetap meliburkan siswanya sepanjang bulan puasa. Tokoh-tokoh Islam yang merasa keputusan tersebut diambil tanpa perundingan merasa sangat terusik. Mantan Menteri Pendidikan H.M. Rasjidi termasuk yang mengkritik keras kebijakan pendidikan sekuler ala Daoed Joesoef. Menurutnya, sebagaimana terurai dalam buku Politik Kebijakan Pendidikan di Indonesia (2004: 149), kebijakan tersebut “akan mengasingkan jutaan anak Muslim dari suasana keagamaan selama bulan Ramadan.”

Keadaan semakin runyam tatkala Mendikbud kembali membuat kelompok Islam berang melalui kebijakan pelarangan pemakaian jilbab bagi siswi sekolah negeri. Berdasarkan peraturan seragam sekolah yang terbit tidak lama setelah kebijakan penghapusan libur Ramadan, semua siswa SMA negeri pada masa itu diwajibkan memakai seragam tanpa penutup kepala. [1]

Skripsinya Tentang Aung San Suu Kyi

Skripsi yang Isty buat semasa menempuh perkuliahan di UGM adalah tentang Gerakan Aung San Suu Kyi yang menggunakan metode aktif tanpa kekerasan.

Sekilas Tentang Aung San Suu Kyi. Aung San Suu Kyi menghabiskan hampir 15 tahun dalam tahanan antara tahun 1989 dan 2010. Pada tahun 1991, ia dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian, saat masih dalam tahanan rumah, dan dielu-elukan sebagai “contoh kekuatan luar biasa dari mereka yang tak berdaya”.

Perjuangannya untuk membawa demokrasi ke Myanmar – yang saat itu diperintah militer – menjadikannya simbol internasional perlawanan dengan cara damai dalam menghadapi penindasan. Pada November 2015, dia memimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) dan meraih kemenangan telak dalam pemilihan umum pertama Myanmar yang diperebutkan secara terbuka selama 25 tahun.

Suu Kyi adalah putri pahlawan kemerdekaan Myanmar, Jenderal Aung San. Dia dibunuh ketika Suu Kyi baru berusia dua tahun, tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari penjajahan Inggris pada tahun 1948. Pada tahun 1960 dia pergi ke India bersama ibunya Daw Khin Kyi, yang telah ditunjuk sebagai duta besar Myanmar di Delhi.

Empat tahun kemudian dia pergi ke Universitas Oxford di Inggris, di mana dia belajar filsafat, politik dan ekonomi. Di sana dia bertemu dengan calon suaminya, seorang akademisi Michael Aris. Setelah tinggal dan bekerja di Jepang dan Bhutan, dia menetap di Inggris untuk membesarkan kedua anak mereka, Alexander dan Kim, tetapi Myanmar tidak pernah jauh dari pikirannya. Ketika dia tiba kembali ke Rangoon (sekarang Yangon) pada tahun 1988 – untuk merawat ibunya yang sakit kritis – Myanmar berada di tengah pergolakan politik besar.

Ribuan pelajar, pekerja kantoran dan biksu turun ke jalan menuntut reformasi demokrasi. “Saya tidak bisa, sebagai putri ayah saya, tidak peduli dengan semua yang terjadi,” katanya dalam pidatonya di Rangoon pada 26 Agustus 1988.

Dia kemudian memimpin pemberontakan melawan diktator saat itu, Jenderal Ne Win. Terinspirasi oleh kampanye tanpa kekerasan dari pemimpin hak-hak sipil AS Martin Luther King dan Mahatma Gandhi dari India, dia mengorganisir aksi unjuk rasa dan melakukan perjalanan ke seluruh negeri untuk menyerukan reformasi demokrasi yang damai dan pemilihan umum yang bebas. Namun, demonstrasi dihadapi secara brutal oleh tentara, yang merebut kekuasaan dalam kudeta pada 18 September 1988. Suu Kyi ditempatkan dalam tahanan rumah pada tahun berikutnya. [2]

Kekagumannya Pada Gus Dur

Saat tengah bekerja menjadi guru ngaji, ia sempat diajak ikut demo oleh KAMMI yang anti Gus Dur. Namun ajakan itu ia tolak secara halus.

Sebagai Presiden, saat itu agenda kenegaraannya adalah Gus Dur hendak berkunjung ke UGM. Bagi Isty, Gus Dur adalah pejuang demokrasi dan kemanusiaan yang harus didukung. Di jaman Gus Dur lah, rakyat Tionghoa dan rakyat Papua bisa bebas berekspresi.

Belajar Politik

Pada periode 2003-2005 adalah tahun politik bagi semua ketika itu. Di tahun tersebut, ia menjadi fulltimer dan belajar bersama kaum tani di Serikat Tani Nasional serta terlibat dalam pembangunan Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika dan Partai Oposisi Rakyat (Popor) untuk merespon Pemilu 2004. Di periode tersebut muncul gerakan Serikat Petani Manggarai di NTT, gerakan anti korupsi di Flores Timur, NTT dan Rezim Megawati memberlakukan Daerah Operasi Militer di Aceh. Akibat kebijakan tersebut, banyak aktivis di Aceh yang diburu tentara sehingga harus menyelamatkan diri dan keluar dari Aceh. Di Jakarta juga muncul gerakan anti militerisme dan tolak RUU TNI. Adapun upaya aktivis untuk menjadi peserta pemilu 2004 harus menghadapi pahitnya kegagalan.

Upaya selanjutnya kemudian dilakukan kembali dalam rangka merespon pemilu 2006-2007, dengan membangun Partai Persatuan Nasional (Papernas), sayangnya gagal lagi. Sehingga Papernas kemudian mengambil strategi blocking dengan Partai Buruh Reformasi (PBR) besutan Burzah Zanubi.

Ia tidak setuju dengan strategi taktis ini. Karena baginya saat itu prioritasnya adalah advokasi kasus agraria di Jambi dan Sulawesi Barat. Di Jambi, khususnya di Batanghari dan Muaro Jambi Suku Anak Dalam kelompok 113 sedang berhadapan dengan PT Asiatic Persada. Sementara di Mamuju Sulawesi Barat, kaum tani sedang menduduki HPH PT Rante Mario dan menghadapi kasus hukum akibat konflik dengan preman setempat. Inilah masa dimana ia menyaksikan akan kebenaran hukum dialektika.

Isty dan Feminisme

Pada masa 2009-2010, adalah fase ia belajar di IHAP tentang Hak Asasi Perempuan (HAP), Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), CEDAW, relasi kuasa, visible power, invisible power, hidden power, berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan, hak-hak PRT dll. HAP yang pada prinsipnya berisi tentang tiga hal: specific rights, gender mainstreaming dan affirmative action masih kalah populer dengan Hari Kartini dan Hari Ibu. Meski lebih populer dari HAP, substansi perjuangan R.A Kartini dan Hari Ibu pun masih belum dipahami oleh publik. Ini salah satu PR bagi gerakan perempuan. Khususnya dalam upaya menghentikan kasus pernikahan dini dan membebaskan perempuan dari cengkeraman/belenggu patriarki.

2023-2024, kali ini adalah tahun politik Indonesia. Setelah 15 tahun tidak berpartai, akhirnya ia memutuskan untuk masuk PSI (Partai Solidaritas Indonesia). Karena PSI sedang punya program: Sahkan RUU Perampasan Aset dan BPJS Gratis. Baginya, program ini sangat cocok dengan kebutuhan ia pribadi dan juga bagi seluruh rakyat Indonesia. RUU Perampasan Aset adalah salah satu solusi atas problem kemisminan bagi rakyat Indonesia. Dengan pengesahan RUU Perampasan Aset, negara bisa meningkatkan pendapatan. Selain itu, koruptor yang sudah jelas-jelas merugikan rakyat tidak takut pada penjara. Sehingga mereka harus dimiskinkan. Di sisi lain, kesehatan adalah kebutuhan dasar bagi seluruh rakyat Indonesia, tanpa terkecuali.

Mila Joesoef

[1]https://tirto.id/pemaksaan-memakai-jilbab-saat-ini-dan-pelarangan-pada-era-orde-baru-f9Kb
[2]https://www.bbc.com/indonesia/dunia-55898698

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai