Sungguh memilukan dan mencemaskan berita yang datang dari Surabaya. Seorang remaja putri, pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP), berumur 12 tahun, diperkosa oleh orang-orang yang seharusnya melindungi dirinya baik secara etika maupun keagamaan. Pemerkosa itu adalah ayah, kakak, dan pamannya sendiri. Ini di luar nalar.
Entah apa yang merasuki seorang Ayah yang tega memerkosa anak kandungnya sendiri? Kakak? Lalu Paman-Pamannya? Di luar itu, masih sering kita dengar, remaja seusia putri dari Surabaya itu, bahkan masih berusia sekolah dasar, tak hanya anak perempuan tapi bisa juga lelaki, mendapatkan perlakuan yang sama dari orang-orang dewasa yang seharusnya berkewajiban melindungi.
Indonesia Emas VS Indonesia Cemas
Sementara itu, pada hari-hari ini dari Presiden sampai rakyat yang sadar situasi sedang berbicara dan membicarakan Indonesia Emas di 2045. Presiden Jokowi misalnya, menjelang berakhirnya masa jabatan di periode kedua selalu menekankan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
Indonesia Emas yang dimaksud di sini tak lain adalah mencapai puncak keemasan. Menurut hemat penulis, puncak keemasan sebagaimana kejayaan dan kemegahan Majapahit di era Hayam Wuruk. Karena ini dilihat sebagai peluang bukan suatu kepastian, Indonesia yang jaya itu bisa luput digapai kalau tidak disiapkan dengan betul, teliti, sistematis dan jelas aktor politiknya.
Jokowi yakin bahwa peluang emas tersebut merupakan bonus demografi yang berpuncak pada tahun 2030 sehingga perlu disiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Pada tahun 2030 itu, “putri” dari Surabaya yang diperkosa itu berumur 18 tahun. Bagaimana bila remaja dan anak-anak negeri ini diperlakukan seperti putri dari Surabaya itu? Tanpa perlindungan, selalu dirundung kecemasan, bagaimana bisa mereka menjadi manusia unggul? Alih-alih, bukan Indonesia Emas yang digapai tetapi Indonesia Cemas yang terpaksa harus dilewati.
Trilogi Pembangunan Generasi Muda
Bagaimana mencapai Indonesia Emas? Penulis mengutip pendapat Boediono dalam tulisannya tentang Ekonomi Indonesia yang mengatakan, ”…pendidikan, kesehatan dan perlindungan anak harus menjadi Trilogi Pembangunan Generasi Muda kita. Idealnya, ke depan, setiap anak yang baru lahir di negeri ini, tanpa kecuali, harus mampu dijangkau program terpadu ini.”
Oleh karena itu kita harus bergegas menata dan menyiapkan generasi emas menuju Indonesia emas itu. Tak hanya mengenyahkan stunting dengan program gizi tetapi juga mengenyahkan para predator sex atau yang dikenal juga pedofilia itu. Hukuman yang berat layak ditimpakan pada para pedofil. Memberikan lingkungan yang nyaman agar tak terjadi tindakan yang salah di antara para remaja melalui pendidikan sex yang benar mungkin juga perlu dilakukan di samping memblokir situs-situs porno yang gampang diakses.
Dalam rangka menyiapkan generasi emas, perang terhadap mafia perdagangan manusia. Memberantas mucikari yang menjual dan mempromosikan anak-anak sebagai pekerja sex haruslah juga menjadi prioritas selayaknya perang membela harkat dan martabat tanah air dari para penjajah. Mucikari-mucikari seperti ini pun layak dihukum berat sebagaimana pengusaha-pengusaha yang mempekerjakan anak-anak di pabrik dan tempat kerja lainnya. Anak-anak dan para remaja ini prioritasnya hanyalah belajar dan mendapatkan gizi yang cukup. Mereka jangan sampai terbebani oleh masalah kesulitan ekonomi dalam menempuh pendidikan.
Akhirnya, penulis berkesimpulan bahwa bila kita sanggup menjalankan Trilogi Pembangunan Generasi Muda ini, tentu bonus demografi yang berpuncak pada tahun 2030, tidak akan sia-sia. Indonesia akan dipenuhi Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Indonesia Emas pun tergapai.
Penulis: AJ Susmana
Editor: Humaira
Terkait
Kepemimpinan Perempuan, Menuju Maluku Utara Adil Makmur
Ibu Bumi, Darah Perempuan, Sebuah Seruan Perubahan
Harapan dan Tuntutan pada Pemerintahan Baru