15 Februari 2025

Berpolitik untuk Pembebasan Perempuan

"Politik pembebasan perempuan adalah suatu upaya untuk mewujudkan agenda-agenda perjuangan perempuan dengan menjadikan Pancasila sebagai landasannya," ungkap Ira Sobeukum.
0Shares

Kupang- API Kartini Kupang dan LMND Eksekutif Kota Kupang Kupang, menyelenggarakan Diskusi Publik pada Hari Sabtu, 12 Oktober 2019.

“Politik pembebasan perempuan adalah suatu upaya untuk mewujudkan agenda-agenda perjuangan perempuan dengan menjadikan Pancasila sebagai landasannya,” ungkap Ira Sobeukum, Ketua Aksi Perempuan Indonesia (API) Kartini Kupang dalam diskusi publik ini diselenggarakan oleh API Kartini Kupang bekerjasama dengan LMND Eksekutif Kota Kupang.

Menurut Ira, ada 4 upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan pembebasan perempuan, yakni: 1). Memasifkan kampanye agenda gerakan pembebasan perempuan; 2). Mengajak sebanyak-banyaknya orang/kelompok untuk terlibat bersama; 3). Menjadikannya sebagai bentuk agenda perjuangan bersama; dan 4). Mendorong perempuan dan laki-laki yang memahami secara baik agenda perjuangan pembebasan perempuan untuk ada dan duduk di parlemen.

“Hampir semua hal yang terjadi adalah hasil dari kebijakan politik. Artinya, jika tidak ada keterwakilan yang duduk dan ikut mengintervensi kebijakan yang ada, otomatis tidak akan memenuhi kebutuhan dari kelompok tertentu,” lanjutnya.

Dalam berpolitik sendiri pun kuota 30% belum menunjukkan sesuatu yang memuaskan. Berdasarkan data Jurnal departemen Ilmu Budaya FISIP UI, keterlibatan perempuan di kancah politik nasional tidak didasari atas kesadaran untuk membebaskan perempuan, tetapi sekadar mengikuti jejak orang tua dan lain sebagainya.

Disinilah corong permasalahan dan segala ketidakadilan yang dialami perempuan bermula. Upaya perbaikan harus dilakukan dengan cara mengangkat martabat perempuan melalui politik pembebasan yang harus dipelopori sendiri oleh perempuan agar terciptanya emansipasi perempuan. Selain itu, rantai patriarki yang membelenggu perempuan juga harus diputus agar terciptanya kesetaraan gender.

“Saya berharap kita semua yang hadir di sini tidak hanya membaca sejarah orang lain, namun mencatat sejarah kita juga. Mari terus belajar, membaca, berdiskusi, dan peka dengan keadaan sosial yang ada di sekitar kita,” harap Ira.

Hadir dalam diskusi tersebut Ir. Emilia Nomleni selaku Ketua DPRD Provinsi NTT periode 2019-2024. Mama Emi, sapaan akrab beliau, merupakan perempuan pertama di NTT yang menjadi Ketua DPRD Provinsi NTT.

Menurutnya, masalah utama sekarang adalah budaya patriarkal yang sangat tinggi sehingga perempuan tidak bisa berada di ruang publik. Budaya itu memberi ruang dan kesempatan kepada laki-laki untuk berada di luar rumah dan perempuan di dalam rumah. Dominasi laki-laki menjadi sangat kuat. Akibatnya, perempuan menjadi tidak percaya diri, takut, dan tidak bisa mengambil keputusan sendiri.

Namun, adanya politik pembebasan perempuan, ruang bagi perempuan jadi terbuka. Ruang terbuka itu sendiri artinya ada cara untuk membebaskan perempuan dari stigma perempuan itu bodoh, tak mampu, dan lemah.

Pembebasan perempuan sendiri harus dilakukan oleh perempuan dan laki-laki. Perempuan yang masih berada di bawah garis kemiskinan dan anak-anak perempuan tidak bersekolah, membuktikan bahwa ada banyak hal yang belum terselami oleh laki-laki saat bekerja di legislatif.

“Perempuan harus ada di politik untuk menyampaikan apa yang menjadi kebutuhan perempuan dan apa yang harus dilakukan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Perempuan dan laki-laki harus bergandengan tangan,” tandasnya.

Jan Pieter Windi, SH, anggota DPRD Provinsi NTT Fraksi Gerindra yang turut menjadi pembicara dalam diskusi publik ini berbagi pengalaman seputar dunia politik yang digelutinya. Baginya, kehadiran 12 perempuan yang ada di DPRD NTT saat ini pun merupakan proses yang panjang. Kader-kader perempuan harus didorong untuk berani maju dalam politik.

“Jadi, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana perempuan tidak hanya penuhi kuota 30% itu saja, tapi menunjukkan juga kualitas yang sama dengan laki-laki,” ucapnya.

Tema diskusi publik ini sendiri adalah “Politik Perempuan: Berpolitik untuk Pembebasan Perempuan”. Adapun tujuan pelaksanaan diskusi publik ini diantaranya: 1). Perempuan sebagai bagian dari masyarakat dapat mengetahui situasi atau geopolitik perjuangan perempuan di Indonesia dan di Nusa Tenggara Timur saat ini; 2). Mengetahui apakah politik bagi perempuan itu masih menjadi alat untuk memerdekakan dan membebaskan perempuan dari budaya patriarki; 3). Perempuan dapat mengasah kekritisannya dengan mengetahui bahwa feminisme adalah jalan politik perempuan; dan 4). Membuka wawasan tentang politik perempuan dan keterlibatan mereka dalam dunia politik elektoral sebagai jalan membebaskan Perempuan.

Paparan Ir. Emilia Nomleni, Ketua DPRD Provinsi NTT (2019-2024)

Kegiatan berlangsung dari pukul 17.00-19.30 WITA bertempat di Ruko F Square Lantai 2 Oebobo, Kupang. Diskusi ini dihadiri oleh berbagai elemen organisasi yang ada di Kota Kupang.

API Kartini adalah organisasi pergerakan perempuan yang berbentuk organisasi massa (ormas). API Kartini lahir dari kesepakatan Konferensi Nasional Perempuan Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 12-14 Desember 2014 di Wisma PKBI, Jakarta Selatan.

Di Kota Kupang sendiri, API Kartini terbentuk pada Februari 2015. API Kartini fokus pada perjuangan pengorganisiran rakyat terutama perorganisasian kaum perempuan di bidang ekonomi, sosial budaya, dan pembangunan gerakan politik perempuan.

Ira Soebekum yang selama ini aktif sebagai Ketua API Kartini Kota Kupang sekarang menjadi anggota DPRD Kabupaten Kupang periode 2019-2024 Fraksi PKB. Perempuan bernama lengkap Abi Yerusa Sobeukum, S.Ip ini lolos ke kursi parlemen Kabupaten Kupang dalam pesta demokrasi 17 April 2019 dengan daerah pemilihan (dapil) III Amfoang.

Intan Nuka

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai