17 September 2024

Sultanah Ternate Rainha Boki Raja

0Shares

Rainha Boki Raja adalah sebuah gelar milik Sultanah Ternate yang tertera dalam salah satu dokumen Portugal. Kisahnya tercatat dengan tragis beserta ketiga anaknya yang menjadi Sultan, bernasib sama tragisnya dengan kisah Kepulauan Maluku.

Tanah dan orang-orang di kepulauan tersebut diluluh-lantakkan oleh nafsu demi mendapat untung dari rempah-rempah.

Maluku dan Kekayaan Rempahnya

Maluku adalah wilayah pertama di Nusantara yang diburu oleh para kolonialis guna mendapatkan rempah-rempah seperti cengkih dan pala yang menjadi komoditas berharga di Eropa dan Timur Tengah pada masa itu.

Setelah dari Maluku kemudian para kolonialis pun menancapkan kukunya untuk waktu yang begitu lama di berbagai wilayah di Nusantara, seperti begitu pula dengan Ternate Tidore yang telah berbentuk sebuah kesultanan Islam jauh sebelum Portugal, Spanyol, Inggris, dan Belanda datang.

Mereka berdagang rempah-rempah dengan saudagar Islam dari luar Nusantara. Rempah-rempah sempat memakmurkan negeri itu dalam perdagangan adil dengan hubungan sebanding.

Situasi kemudian terbalik ketika bisnis monopoli diawali oleh Portugal, Spanyol, Inggris, dan Belanda. Mereka pada akhirnya dapat menemukan tempat di mana rempah-rempah berada dan tak perlu lagi membeli dari perantara mereka sebelumnya.

Setelah melalui jalur penuh liku untuk menemukan titik yang paling tepat, mereka masuk ke dalam pemerintahan kesultanan Tidore dan Ternate. Berpura-pura seperti kawan yang pada akhirnya hanya ingin menguasai kekayaan tanahnya saja, mulailah mereka menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya, para kolonialis dan Imperialis.

Ratu Abad ke-16

Rainha Boki Raja hidup di zaman kejayaan Kesultanan Ternate dan Tidore pada abad ke-16. Dia adalah ratu yang hidup dalam pusaran pertarungan kekuasaan para kolonialis Portugal dan Spanyol, yang memainkan kartu adu domba dan fitnah di antara keluarga.

Reinha Boki Raja menghadapi intrik dan sabotase baik dari pihak luar dan maupun dalam kesultanannya. Kiprahnya mulai tercatat dari tahun 1522-1548. Kapan persisnya dia lahir dan meninggal masih menjadi sebuah tanda tanya hingga sekarang.

Nyai Cili Nukila

Rainha Boki Raja konon bernama Nyai Cili Nukila, putri kesayangan dari Kesultanan Tidore yang bersaing dengan Kesultanan Ternate. Rainha Boki Raja dijodohkan pada saat masih berusia 15 tahun dengan seorang Sultan yang bernama Bayanullah yang berusia 50 tahun dari Ternate atas siasat Portugal.

Dia mempunyai dua anak laki-laki dari Sultan Ternate. Menjadi seorang janda muda yang lalu ditahbiskan sebagai sultanah berdasarkan wasiat suami sampai sang anak mampu menjadi seorang penerus.

Rainha memiliki peran penting selama 15 tahun yaitu berupa menyelesaikan sebuah benteng atas permintaan dari Portugal. Kemudian dikhianati oleh iparnya yang berambisi untuk menjadi seorang sultan yang bermain mata dengan kaum penjajah.

Dia berjihad menyelamatkan kedua anak yang ditahan Portugal di benteng dengan dibantu suami baru dan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Kedua anaknya berhasil diselamatkan dengan terbunuhnya pimpinan Portugal.

Sebuah kemenangan sesaat yang diikuti aksi balas dendam dari Portugal. Dia diadili dan kemudian tersingkir bersama anak ketiganya ke Goa, India. Agar bisa kembali lagi, dia dan anak ketiganya pindah agama Katolik. Anak ketiganya terbunuh sebelum sampai di Ternate. Rainha kemudian ikut anak tiri yang menikah dengan perwira Portugal. Setelah itu kisahnya tak tercatat lagi.

Perempuan dalam Sejarah Nusantara

Dokumen yang ada diangkat kembali oleh Pramita Abdurrachman seorang peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Diprosa lirikkan oleh Teoti Heraty dengan menghubungkan banyak hal penting yang pernah terjadi dalam sejarah. Sepenggal ingatan yang terpegang terkait dengan perempuan korban Feodalisme, Patriarki, Imperialisme, dan Kolonialisme yang melawan kemudian menyerah.

Kisah Rainha Boki Raja contoh terbaik tentang Indonesia, negeri kaya yang tak menghargai sejarah bangsanya, terombang ambing oleh kekuatan-kekuatan yang ada dan berujung menjadi sebuah kisah pilu atau hanya berjalan di tempat. Di mana kekayaannya belum bisa memberi manfaat terbaik untuk rakyatnya.

Sejarah perempuan Nusantara seharusnya dibuka jalannya, untuk kita bisa belajar darinya sebagai dasar perencanaan masa kini dan masa depan. Mungkinkah masa depan perempuan Indonesia dapat menjadi relasi setara dan adil.

Milla Joesoef

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai