10 Februari 2025

Morowali Dibawah Tekanan Industri Ekstraktif dan Ancaman Kemiskinan

Source: Jatam
0Shares

Morowali merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Namun, eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan bertahun-tahun, di Kabupaten Morowali menyisakan kegelisahan atas situasi krisis lingkungan dan bencana alam. Bukan hanya itu, Morowali hidup dengan status kelas ekonomi menengah kebawah. Mereka bukan saja miskin, tetapi miskin ekstrim.

Morowali memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat besar dari nikel. Kawasan Industri Morowali (IMIP) mulai beroperasi pada tahun 2015. IMIP merupakan kawasan industri berbasis nikel yang terintegrasi dan dikelola oleh PT Indonesia Morowali Industrial Park. IMIP memiliki pabrik smelter di Blok Bahodopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. 


IMIP merupakan hasil kerja sama antara Bintang Delapan Group dari Indonesia dan Tsingshan Steel Group dari Tiongkok. Produk utama yang dihasilkan IMIP adalah nikel, stainless steel, dan carbon steel. Selain IMIP, ada juga perusahaan nikel lain di Morowali, yaitu PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) yang memiliki pabrik pengolahan nikel (smelter) di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara.

Problem Pertambangan hingga Masalah Infrastruktur

Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) telah mengkritik berbagai masalah terkait penambangan di Morowali, Sulawesi Tengah, khususnya terkait dampak buruk bagi lingkungan dan tenaga kerja. Salah satu isu utama adalah eksploitasi lahan masyarakat tanpa kompensasi yang adil, terutama di wilayah-wilayah seperti Buleleng, Laroenai, dan Torete.

Masyarakat setempat sering kali diabaikan dalam pembebasan lahan, dan harga yang ditawarkan sangat rendah, hanya sekitar Rp1.000 per meter untuk tanah yang memiliki tanaman. Selain itu, hak-hak buruh sering tidak dipenuhi, dengan kasus seperti pembayaran upah yang tidak teratur atau bahkan tidak dibayar sama sekali oleh perusahaan subkontraktor.

JATAM juga mengungkapkan adanya praktik keselamatan kerja yang buruk di kawasan industri pertambangan nikel, khususnya di fasilitas smelter. Data menunjukkan bahwa dari 2015 hingga 2022, sebanyak 53 orang tewas dalam kecelakaan kerja di Morowali, mayoritas adalah pekerja lokal. Perusahaan-perusahaan pertambangan di sana sering kali mengabaikan standar keselamatan internasional, dan kecelakaan kerja kerap tidak dilaporkan. Sementara jam kerja di PT IMIP berkisar dari 8 hingga 12 jam kerja.

Selama masa pengamatan, saya masih menemukan rumah-rumah warga dengan kondisi listrik yang sering padam secara bergantian. Saya juga mengobservasi ada wilayah yang sulit mendapatkan air bersih. Perempuan-perempuan pun tidak bekerja, mereka hanya di rumah dan menjadi ibu rumah tangga.

Kesulitan-kesulitan itupun tidak hanya dihadapi dalam segi infarstruktur listrik, air, namun juga infrastruktur kesehatan. Morowali belum memiliki rumah sakit Tipe A. Sehingga proses rujukan pasien yang kritis harus dirujuk ke wilayah Kendari Sulawesi Tenggara atau Makassar, Sulawesi Selatan. Dari Morowali ke Kendari membutuhkan waktu kurang lebih 7 jam sedangkan ke Makassar membutuhkan waktu 24 jam dengan jalur darat.

Morowali dalam Liang Kemiskinan

Sebuah paradoks situasi wilayah yang kaya akan Sumber daya alam, tetapi rakyat masih hidup dalam kemiskinan. Banyak perusahaan tambang besar di Morowali mempekerjakan tenaga kerja asing, terutama untuk posisi teknis atau manajerial. Sementara pekerja lokal hanya mendapatkan pekerjaan dengan keterampilan rendah dan upah rendah.

Pun, keuntungan besar dari tambang seringkali dinikmati oleh perusahaan multinasional dan pemerintah pusat. Sedangkan daerah yang menjadi lokasi tambang sering kali menerima bagian yang kecil.

Ketergantungan terhadap pihak asing sangat beresiko akan kemiskinan ekstrim, dan pengelolaaan sumber daya alam yang buruk. Pembangunan infrastruktur yang stagnan, kualitas sumber daya manusia yang rendah, adalah bentuk-bentuk dari ketidakmajuan masyarakat Morowali akibat industri pertambangan yang diambil alih perusahan multinasional dan pihak asing.

Morowali adalah aset nasional. Perlu mempertimbangkan pengelolaan di tangan negara sendiri, bukan diserahkan ke kapitalis dan keuntungannya untuk segelintir orang. Masyarakat Morowali harus semakin sadar, di balik pertambangan yang dikuasai pihak asing, ada jurang kemiskinan yang sedang menganga.

Fen Budiman

(Sekjen DPP Suluh Perempuan)

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai