Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membantu pemulihan kondisi psikososial anak-anak yang terdampak banjir dan longsor di Sumatera Barat. Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian, mereka menghadirkan pendekatan yang dekat dengan dunia anak yakni sesi mendongeng.
Melalui cerita-cerita sederhana yang menghibur, anak-anak diajak melepaskan ketegangan dan trauma yang muncul akibat bencana. Dongeng bukan hanya menjadi aktivitas bermain, tetapi juga jembatan untuk membawa mereka kembali pada dunia literasi dan imajinasi yang menenangkan.
Aktivis Anak, Maia Janitra, yang terlibat langsung dalam program tersebut, menegaskan bahwa mendongeng adalah cara efektif untuk memulihkan semangat anak-anak setelah mengalami peristiwa yang mengejutkan. Di tengah tingginya penggunaan gawai sehari-hari, dongeng memberikan sentuhan manusiawi—sebuah ruang di mana anak-anak bisa merasa aman, dipahami, dan terhubung.
“Mendongeng mengajak anak lebih mengenal dunia melalui cerita. Di dalam dongeng kita bisa menyampaikan pesan moral yang mudah dipahami anak. Mereka menjadi lebih tenang dan lebih mampu mengelola emosi. Ini berbeda dengan gawai yang membuat mereka larut dalam dunia mereka sendiri,” ,” ujar Maia dalam keterangan di Jakarta.
Saat mengisi Program Mobil Dukungan Psikososial Komdigi di lokasi pengungsian Akademi Maritim Sapta Samudra, Kecamatan Koto Tengah, Kota Padang, Maia merasakan sendiri bagaimana momen bercerita membuat anak-anak lebih terbuka. Interaksi langsung itulah yang menurutnya penting untuk memahami cara berpikir anak, sekaligus memperkuat hubungan emosional antara pendamping dan anak-anak.
Kegiatan tersebut diikuti sekitar 120 anak yang terdampak bencana. Maia juga membagikan berbagai pengalamannya saat mendampingi anak-anak korban banjir di lokasi lain. Ia menyadari bahwa anak-anak memiliki cara unik dalam memaknai kehilangan. Ada yang menganggap barang yang hilang sebagai bagian dari identitas diri atau status sosial—sebuah pandangan yang dipengaruhi lingkungan sekitar dan budaya belanja daring yang semakin populer.
“Saat kita hadir dan berinteraksi, kita dapat membantu membentuk karakter mereka. Bukan untuk menyalahkan, tetapi mengarahkan agar memahami cara pandang yang lebih baik,” katanya.
Maia juga menyoroti pentingnya peran orang tua. Menurutnya, keterlibatan aktif orang tua dapat membantu menjaga kesehatan emosional anak, terutama setelah melewati situasi traumatis. Jika anak dibiarkan bermain gawai seharian, ia cenderung menjadi lebih mudah tantrum dan emosional. Sebaliknya, ketika diajak berdongeng atau bercerita, mereka menjadi lebih tenang dan realistis dalam menghadapi perasaan.
Ia juga mengingatkan bahwa permainan digital tertentu bisa memicu perilaku agresif. Sedangkan dongeng justru membuka ruang imajinasi yang lebih sehat dan mengasah kemampuan berpikir. Untuk membuat sesi mendongeng lebih menarik, Maia menyarankan orang tua menggunakan media pendukung seperti boneka, gambar, atau memberikan hadiah kecil agar anak lebih antusias.
Dalam pendampingannya, Maia mendapati masih banyak anak yang merasa takut setiap kali hujan turun karena teringat peristiwa sebelumnya. Di sinilah dongeng berperan sebagai terapi sederhana yang mampu mengurangi kecemasan mereka.
Selain program Mobil Dukungan Psikososial, Komdigi juga membuka Posko Dukungan Psikososial di berbagai titik terdampak banjir di Sumatera. Posko ini berfungsi sebagai ruang aman bagi anak-anak untuk bermain, belajar, dan memulihkan kondisi psikologis mereka selama masa pemulihan berlangsung.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, yang meninjau salah satu posko di Hamparan Perak, Deli Serdang, menegaskan bahwa pemulihan psikologis anak merupakan bagian penting dari penanganan bencana.

“Posko ini memang fokus kepada anak-anak. Karena setelah banjir reda, anak-anak belum tentu bisa langsung beraktivitas di rumah masing-masing. Jadi mereka bisa bermain dan beraktivitas di sini,” ujarnya.
Menurut Meutya, posko menyediakan berbagai kegiatan pemulihan, mulai dari menggambar, permainan, hingga menonton video edukasi bersama. Ia berharap rangkaian aktivitas itu dapat membantu meredakan trauma yang dialami anak-anak.
“Jadi setiap hari nanti ada kegiatan, mulai dari menggambar, permainan, hingga menonton video edukasi bersama-sama. Mudah-mudahan ini bisa meredakan trauma, meskipun pasti kesulitannya luar biasa, tapi ini bisa sedikit membantu, khususnya bagi anak-anak kita,” ujarnya.[]
(dari berbagai sumber)

Terkait
Suluh Perempuan Selamatan Sekretariat Baru, 16 HAKTP, dan Refleksi Tahun 2025
5 Film yang Menggugah Kesadaran Tentang Kekerasan terhadap Perempuan
Film untuk Menyuarakan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan