8 Desember 2025

Suluh Perempuan Selamatan Sekretariat Baru, 16 HAKTP, dan Refleksi Tahun 2025

0Shares

Dewan Pimpinan Pusat Suluh Perempuan mengadakan selamatan karena telah menempati kantor sekretariat yang baru pada Minggu, (7/12/2025). Sekretariat baru yang berlokasi di Kelurahan Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan tersebut dilengkapi dengan fasilitas yang memadai; ruang kerja, ruang tamu, termasuk ruang rapat, jaringan internet dan fasilitas lainnya.

Acara dihadiri oleh Ketua Umum Suluh Perempuan beserta jajaran pengurus, anggota, dan beberapa tamu undangan.

Dalam sambutan pembuka, Reno Ranti selaku Ketua Panitia menyampaikan rasa syukur telah menempati sekretariat baru. “Banyak terimakasih kepada teman-teman semua yang telah hadir. Kami sangat bersyukur atas sekretariat baru ini, semoga bermanfaat dalam mendukung kerja-kerja organisasi kedepan. Dan mulai hari ini resmi sebagai kantor DPP Suluh Perempuan. Bismillah,” ujarnya.

Sementara itu Siti Rubaidah, Ketua Umum (Ketum) Suluh Perempuan, juga menyampaikan terimakasihnya kepada segenap pengurus dan teman-teman penyintas yang hadir, juga tamu undangan yang telah menyempatkan waktu datang di acara tersebut.

“Hari ini agenda kita adalah doa bersama sekaligus selametan karena kita menempati kantor baru. Juga di bulan Desember ini banyak momen bagus untuk kita peringati, salah satunya adalah 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKTP ) yang itu merupakan momen rutin dan diperingati oleh semua organisasi perempuan,” ujar Ketum Siti.

Dijelaskan lebih lanjut bahwa kalau di Indonesia 16HAKTP itu sudah memulai rutin diperingati—meski awalnya itu bukan tradisi di Indonesia—tapi sejak Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menentukan 16HAKTP sebagai momen peringatan rutin maka Suluh Perempuan juga ikut serta dalam perayaan rutin tersebut.

Ketum Siti mengatakan bahwa 16HAKTP adalah 16 momen dimana ada beberapa peringatan hari besar yang itu berkenaan dengan isu kesetaraan gender dan keadilan bagi dan tentang hak-hak perempuan; dimulai dari 25 November sebagai peringatan hari anti kekerasan terhadap perempuan sedunia, kemudian ada banyak rangkain termasuk hari AIDS sedunia, hari pembela HAM dan diakhiri pada 10 Desember sebagai hari hak asasi manusia.

Siti Rubaidah, Ketua Umum Suluh Perempuan. Dok. IST

“Kenapa 16HAKTP ini penting, karena kalau kita ngomong kilas baliknya, selama ini orang menganggap bahwa kekerasan terhadap perempuan itu sesuatu yang dianggap ‘ah..itu kan masalah rumah tangga’, ‘itu kan masalah dia pribadi, masalah domestik’. Bahkan di kampung-kampung RT-RW ketika melihat ada cekcok rumah tangga yang kemudian berimbas adanya kekerasan terhadap perempuan, itu banyak orang justru malah tutup telinga dan menganggap hal itu gak perlu diurusi karena itu urusan mereka, padahal setelah diundangkannya Undang-Undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-KDRT), kekerasan terhadap perempuan—salah satunya KDRT—itu adalah merupakan kejahatan kemanusiaan yang kemudian bukan lagi masalah privat atau masalah internal,” urai Ketum Siti panjang lebar.

Ditambahkan lagi bahwa era-era dulu kekerasan terhadap perempuan itu dianggap remeh, karena dianggap remeh kemudian berimbas banyaknya kasus-kasus kekerasan, kasus bunuh diri yang itu tidak pernah dihitung, padahal setiap hari perempuan itu di bawah bayang-bayang kekerasan yang itu imbasnya—kalau kemudian tidak ada yang melerai, melindungi—itu nyawa taruhannya.

“Untuk itu rangkaian 16HAKTP itu menjadi penting bagi kita untuk selalu jadi pengingat, bahwa perjuangan kita ini bukanlah perjuangan yang sepele, karena berangkat dari masalah domestiklah kemudian—apa yang menjadi hak perempuan, apa yang menjadi konsen dari pemerintah untuk memberdayakan perempuan—bagaimana negara ini menjadi sejahtera adil makmur itu berangkatnya dari rumah. Kalau persoalan-persoalan di rumah tidak diselesaikan, bagaimana kita bisa berangkat membangun negara yang adil makmur damai dan sejahtera,” ujar Ketum Siti dengan nada bertanya.

Di kesempatan yang sama, Tursia, seorang aktivis perempuan yang hadir, turut memberikan refleksi catatan perjalanan perempuan, sebuah refleksi pembebasan atas ketertindasan dan kekerasan.

“Karena jujur aja kalau kita sering berdoa untuk Indonesia tercinta ini, tapi akhir-akhir ini rasa cinta saya terhadap bangsa ini berkurang karena memang pemerintahnya ternyata mengabaikan hak-hak warga negaranya, khususnya perempuan dan anak,” kata perempuan yang biasa dipanggil Cia.

Cia menjelaskan bahwa perjuangan perempuan cukup panjang untuk menghilangkan ketertindasan dan kekerasan.

Tursia, aktivis perempuan. Dok. IST

Ada beberapa yang bisa kita refleksikan bersama, “Kalau saya meng highlight nya bahwa perempuan itu selalu dianggap sebagai mahluk sosial kelas dua. Mau kita predikatnya insinyur, doktor, profesor apapun itu tetap saja secara sosial kita kelas dua. Itu pandangan umum yang dikonstruksikan-dilabelkan oleh negara kepada perempuan. Atau pandangan masyarakat secara umum bahwa perempuan warga negara kelas dua,” katanya.

Terakhir acara berlanjut dengan refleksi, dimana masing-masing yang hadir merefleksikan perjalanan kegiatan yang sudah berlalu, juga harapannya untuk tahun-tahun yang akan datang, baik untuk diri sendiri maupun organisasi. Lalu doa penutup dipanjatkan.[]

Humaira

0Shares