Isu perubahan iklim tak bisa dipisahkan dari perjuangan aktivis muda asal Swedia yang bernama Greta Thunberg. Ia membolos sekolah setiap Jumat untuk menyerukan aksi perubahan iklim. Berkat aksinya, Greta telah menjadi suara paling nyaring untuk isu paling penting di planet ini. Krisis iklim berubah dari yang tidak penting menjadi pusat perhatian, dari kebisingan politik menjadi agenda dunia.
Greta telah berbicara kepada kepala negara di PBB, bertemu dengan Paus, berdebat dengan Presiden Amerika Serikat dan menginspirasi 4 juta orang untuk bergabung dalam demonstrasi iklim terbesar dalam sejarah manusia pada 20 September 2019. Pidatonya di acara iklim PBB di New York City telah menjadi berita utama dan mencuri perhatian dunia.
“Anda telah mencuri mimpi dan masa kecil saya dengan kata-kata kosong Anda…Kita berada di awal kepunahan massal dan yang bisa Anda bicarakan hanyalah uang dan dongeng tentang pertumbuhan yang abadi. Beraninya Anda!” tegasnya.
Profil Greta Thunberg
Greta Tintin Eleonora Ernman Thunberg lahir pada 3 Januari 2003 di Stockholm. Ia besar dalam keluarga seniman. Ibunya, Malena Ernman adalah seorang penyanyi opera. Ayahnya bernama Svante Thunberg adalah seorang aktor. Adik perempuannya bernama Beata adalah penyanyi populer di Swedia.
Greta didiagnosis gangguan sindrom Asperger. Ia berhasil mengatasi masalah dan mengubahnya menjadi kekuatan super. Sejak usia delapan tahun ia mulai memahami ancaman krisis iklim. Sehingga mengubah pola hidupnya dengan menolak naik pesawat demi mengurangi jejak karbon, menjadi vegan dan meyakinkan keluarga untuk mengikuti langkahnya.
Greta dinominasikan untuk Hadiah Perdamaian lima tahun berturut-turut sejak 2019 hingga 2023. Pada Desember 2019, ia dinobatkan sebagai Person of the Year oleh majalah Time. Ia menjadi tokoh termuda yang menerima gelar itu, pada usia 16 tahun.
Dari Mogok Sekolah Hingga Forum Internasional
Pada Agustus 2018, saat berusia 15 tahun Greta memulai gerakan membolos sekolah dan berdemo di depan Parlemen Swedia setiap hari Jumat. Posternya bertuliskan “Skolstreijk for Klimatet” (Mogok Sekolah untuk Iklim) menjadi simbol gerakan Fridays For Future.
Aksinya menyebar melalui media sosial dan memengaruhi jutaan anak muda di seluruh dunia untuk berorganisasi dan berunjuk rasa. Aksi ini menyebar ke berbagai negara: Belgia, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Finlandia, Denmark, Prancis dan Belanda. Aksinya memantik ribuan siswa di Eropa turun ke jalan menuntut keadilan iklim. Sejak itu, panggung Greta meluas. Ia mulai berbicara di berbagai aksi di Stockholm, London, hingga Brussels. Ia bahkan mendapatkan undangan untuk berbicara di forum-forum internasional seperti Forum Ekonomi Dunia di Davos dan Parlemen Eropa, serta di hadapan badan legislatif di Italia, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Ia menuntut para politisi melakukan aksi nyata untuk lingkungan. “Anda belum cukup dewasa untuk mengatakan apa adanya. Bahkan beban itu Anda serahkan kepada kami, anak-anak. Namun saya tidak peduli dengan popularitas. Saya peduli dengan keadilan iklim dan planet yang hidup,” katanya di Konferensi Perubahan Iklim PBB di Katowice, Polandia atau dikenal sebagai COP24.
Pada 2019, Greta cuti dari sekolah dan menghadiri aksi Global Climate Strike di New York. Ia bertemu Barack Obama dan berbicara di hadapan Kongres As serta Komite Khusus DPR di Washington DC. Aksinya berlanjut dalam Global Climate Strike di New York, Ia menggalang demonstrasi besar untuk menarik jutaan orang dan menjadikannya simbol perlawanan generasi muda terhadap krisis iklim. Ia berjalan bersama jutaan pengunjuk rasa di New York City. Aksi iklim terbesar itu diikuti total 4 juta orang dari lebih dari 163 negara.
Pandemi covid-19 tak menghentikannya. Aksi beralih ke dunia digital, mengkritik komitmen iklim New Zealand yang hanya menargetkan pengurangan emisi 1 persen. Pada April 2021, di konser Climate Live di Berlin ia menyerukan perubahan sistem pangan demi menjaga iklim dan kesehatan publik. Selanjutnya, Ia menerbitkan kumpulan pidato aksi iklimnya yang bertajuk No One Is Too Small to Make a Difference (Tak Seorang pun Terlalu Kecil untuk Membuat Perbedaan).
Pada Oktober 2022, ia menerbitkan The Climate Book yang merupakan kumpulan esai oleh para ahli iklim. Lulus SMA, Thunberg ditangkap karena memprotes The Energy Intelligence Forum di London pada Oktober 2023. Ia didakwa tidak mematuhi perintah polisi untuk memindahkan protes “Oily Money Out” ke area yang ditentukan. Thunberg membela diri dan kasusnya dibatalkan pada Februari 2024.
Greta Thunberg meluaskan aktivismenya pada isu Palestina. Dengan poster “Stand With Gaza” ia terlibat dalam misi Koalisi Armada Kebebasan Palestina di Madleen, sebuah kapal berbendera Inggris. Pada 1 Juni 2025, ia bersama rombongan berlayar dari Italia ke Gaza untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan berisi susu formula bayi dan perlengkapan medis. Pada 8 Juni 2025, rombongannya dicegat oleh angkatan laut Israel. Ia ditahan bersama sebelas aktivis lainnya baru kemudian dideportasi dengan penerbangan ke Prancis sebelum melanjutkan perjalanan ke Swedia pada 10 Juni 2025. (*)
Humaira
Terkait
Jane Goodall: “Alam Akan Pulih Jika Kita Memberinya Kesempatan”
Gelda Waterboer Ajak Dunia Mencegah Pelecehan Anak Lewat Lagu “My Private Part Song”
Komnas Perempuan dan CSO Konsolidasi Masukan untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga