Jane Goodall sudah mencintai alam bahkan sejak masih balita. Saat berusia 18 bulan, Jane begitu fokus mengamati cacing tanah hingga ibunya berkata, “Saya pikir kamu pasti penasaran bagaimana cacing itu bergerak tanpa kaki,” karena Jane membawa segenggam cacing ke tempat tidurnya. Namun, ibunya selalu mendukung semua kecintaan Jane terhadap hewan dan serangga.
Jane memiliki seekor boneka simpanse bernama Jubilee, yang dibuat saat simpanse pertama lahir di Kebun Binatang London. “Selama masa kecil saya, saya tidak pernah menginginkan boneka, melainkan mainan hewan, dan simpanse begitu eksotis, tetapi saat itu saya tidak pernah terpikir untuk mempelajari simpanse.”
Jane juga memiliki seekor anjing bernama Rusty, yang tidak dianggapnya sebagai hewan peliharaan. “Dia adalah makhluk yang bijaksana. Kami bahkan tidak memilikinya. Dia tinggal di sebuah hotel di sebelah dan setiap pagi dia datang, pulang untuk makan siang, lalu kembali untuk tinggal bersama kami, hingga dia tidur sekitar pukul 10 malam. Saya pernah memiliki banyak anjing, tetapi Rusty berbeda dari semuanya. Dia sangat cerdas dan pengertian, “ungkapnya.
Menjadi Perempuan di Dunia Sains
Pada usia 26 tahun, Jane pergi ke Gombe, Tanzania, untuk meneliti simpanse. Saat itu, dunia sains masih sangat maskulin. Banyak yang meragukan hanya karena ia perempuan tanpa gelar sarjana. Namun berkat dukungan mentor sekaligus arkeolog, Louis Leakey, itu mengubah segalanya.
“Saya bertemu dengan Louis Leakey, dan dia merasa bahwa menjadi seorang perempuan mungkin bermanfaat karena dia berpikir saya mungkin lebih sabar dalam berurusan dengan hewan liar, “jelasnya.
Di Gombe, Jane menemukan bahwa simpanse menggunakan dan memodifikasi alat, simpanse membengkokkan ranting untuk memancing rayap dari sarangnya. Apa yang tadinya itu dianggap hanya sebagai kemampuan milik manusia ternyata simpanse juga bisa melakukannya, sehingga mengubah pemahaman ilmiah tentang garis pemisah antara manusia dan hewan lain.

“Di universitas, saya terkejut ketika diberitahu bahwa saya telah melakukan semuanya dengan salah. Mereka mengatakan, simpanse seharusnya tidak diberi nama, melainkan diberi nomor. Saya juga diberitahu bahwa saya tidak boleh membicarakan kepribadian, pikiran, atau emosi mereka karena hal-hal itu unik bagi kita. Namun, pengalaman awal saya bersama Rusty membuat saya menyadari bahwa mereka sepenuhnya salah, dan bahwa kita, manusia, bukanlah satu-satunya makhluk yang memiliki kepribadian, pikiran, atau emosi, “ujar Jane.
Jane menjelaskan, simpanse secara biologis sangat mirip dengan manusia, sehingga berbagi hingga 98 persen DNA manusia dengan mereka. Kemudian, karena semua perilaku yang Jane gambarkan tadi direkam oleh sutradara Hugo van Lawick, maka ilmu pengetahuan secara bertahap berubah. “Ilmu pengetahuan harus berubah, dan para ilmuwan harus menerima bahwa manusia adalah bagian dari, dan bukan seperti yang saya dengar, terpisah dari, sisa kerajaan hewan.”
Awal-awal Jane diremehkan sebagai ilmuwan –bahkan pernah disebut “terkenal karena punya kaki yang indah, atau tampil sebagai model sampul pada majalah National Geographic”– Jane menanggapinya dengan humor. “Kalau itu bisa membantu saya dapat dana untuk penelitian, ya terima kasih pada kaki saya yang indah, ”ujarnya santai.
Menyadari Krisis dan Menjadi Aktivis
Perjalanan Jane tidak berhenti di laboratorium. Pada 1986, saat menghadiri konferensi ilmiah, ia menyadari hutan-hutan di Afrika kian hilang dan simpanse makin terancam punah. Ia pulang dari konferensi itu bukan lagi sebagai ilmuwan, tapi sebagai aktivis.
Jane lalu mendirikan Jane Goodall Institute dengan meluncurkan ‘Take Care’ (Tokkari), sebuah program untuk membantu masyarakat sekitar hutan agar hidup lebih sejahtera tanpa merusak alam. Ia juga memperjuangkan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi perempuan agar konservasi bisa berjalan beriringan dengan kesejahteraan.
Bagi Jane, menyelamatkan lingkungan tak bisa dilakukan tanpa menolong manusia di dalamnya. Kita tak bisa melindungi hutan jika orang-orang di sekitarnya lapar.
“Itulah saat saya menyadarinya. Jika kita tidak melakukan sesuatu untuk membantu orang-orang ini menemukan cara hidup tanpa merusak lingkungan, maka kita tidak bisa menyelamatkan simpanse, hutan, atau apapun lainnya. Jadi kami mendirikan Jane Goodall Institute dan program yang dikenal sebagai ‘Take Care’, di mana orang-orang tersebut meminta bantuan kami untuk memulihkan kesuburan tanah mereka yang telah terlalu banyak digunakan, serta mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anak mereka, ”katanya.
Secara bertahap, seiring dengan meningkatnya kepercayaan mereka terhadap Jane Goodall Institute, Jane juga memperkenalkan program pengelolaan air, kesempatan kredit mikro berdasarkan model Bank Grameen Muhammad Yunus, terutama untuk perempuan, beasiswa untuk menjaga anak-anak tetap bersekolah, serta informasi perencanaan keluarga yang disampaikan oleh masyarakat setempat.
Juga lewat ‘Roots and Shoots’, sebuah gerakan global dan menjadi bagian dari Jane Goodall Institute, memberdayakan kaum muda dari jenjang pra sekolah hingga universitas untuk mengidentifikasi masalah di komunitas mereka dan mengambil tindakan nyata untuk menciptakan perubahan positif, terutama dalam aspek kemanusiaan, hewan, dan lingkungan. Program ini tersebar di lebih dari 60 negara, Jane mengajak anak muda untuk bertindak nyata—menanam pohon, membersihkan sampah, dan menjaga hewan. Ia yakin generasi muda adalah alasan utama untuk tetap punya harapan.
Dalam bukunya ‘The Book of Hope’, Jane menyebut empat alasan untuk tetap optimis: kecerdasan manusia, daya pulih alam, semangat generasi muda, dan jiwa manusia yang tak mudah menyerah.
“Harapan bukan berarti menutup mata dari masalah,” ujarnya, “tapi keyakinan bahwa kita bisa memperbaikinya jika bertindak bersama.”
Warisan yang Ingin Ditinggalkan
Jane berpikir bahwa salah satu warisan yang ingin ditinggalkan adalah, pertama-tama, program Roots and Shoots, karena program ini benar-benar telah membawa perubahan yang besar.
“Sejumlah orang mengatakan kepada saya bahwa program ini telah mengubah hidup mereka sungguh luar biasa. Hal itu memberi saya harapan, “ungkapnya.
Kedua, pekerjaan yang Jane lakukan bersama simpanse telah membuat ilmu pengetahuan mengakui bahwa manusia adalah bagian dari kerajaan hewan. Tapi warisan terbesarnya bukan hanya penelitian tentang simpanse, tapi juga kesadaran baru bahwa manusia adalah bagian dari alam, bukan justru merusak atau menguasainya.
Itulah Jane Goodall yang telah mendedikasikan seluruh hidupnya untuk melindungi dan melestarikan alam, serta dunia primata, hingga wafatnya pada 1 Oktober 2025 di usia 91 tahun. Terimakasih Jane.(*)
Disunting dari : https://www.chathamhouse.org/2021/11/jane-goodall-life-woman-defending-wild
Terkait
Gelda Waterboer Ajak Dunia Mencegah Pelecehan Anak Lewat Lagu “My Private Part Song”
Komnas Perempuan dan CSO Konsolidasi Masukan untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Batik adalah Jiwa, yang Dituliskan pada Kain Sebagai Identitas Adiluhung Nusantara