Kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak masih kerap terjadi, dan seringkali pelakunya adalah mereka yang berada dalam lingkaran kepercayaan atau orang-orang terdekat korban, seperti keluarga, teman, guru dan tetangga. Relasi kuasa atau ketidaksetaraan posisi (satu pihak mendominasi/kontrol pihak lain) dalam hubungan, sering disalahgunakan dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak.
Mengutip data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan bahwa terdapat 11.266 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 16.106 kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Indonesia pada 2022. Sebelumnya, hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan bahwa 4 dari 10 anak perempuan dan 3 dari 10 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di sepanjang hidupnya.
Kita tentu tidak bisa membiarkan ini terus terjadi, hal paling utama adalah bagaimana kita mencegahnya sebelum hal buruk menimpa (semoga saja tidak pernah terjadi) keluarga kita, tetangga kita, saudara kita, ataupun masyarakat umum.
Salah satu cara pencegahannya adalah dengan mengajarkan pendidikan seksual sejak dini kepada anak-anak kita, pendidikan bisa melalui teori, gambar, animasi, atau juga dengan lagu-lagu.
Contoh inspiratifnya adalah seperti yang telah dilakukan Gelda Waterboer, seorang guru di Namibia, Afrika bagian selatan ini, bersama murid-muridnya di dalam kelas menyanyikan lagu “My Private Part Song”. Lagu ini menunjukkan sekaligus menegaskan kepada anak bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain tanpa izin, berikut penggalan liriknya:
these are my private parts,
private parts, private parts,
no one should touch them
no one should squeeze them
and if you touch my private parts,
private parts, private parts,
i will tell my mother
i will tell my father
i will tell my teacher
Lagu ini direkam dalam bentuk vidio, dan Gelda mengunggahnya di aku TikTok pribadinya @gelda_waterboer pada 7 Agustus 2025. Sejak itu, video tersebut viral ditonton lebih dari 160 juta kali.
Dalam video tersebut Gelda tampil penuh semangat mengajak murid-muridnya bernyanyi bersamanya.
Setelah videonya melampaui satu juta penayangan, Gelda kembali dengan konten TikTok lainnya, ia mengungkapkan betapa personalnya pesan ini baginya. Ia mengakui bahwa hasratnya berawal dari keinginannya untuk mendapatkan pelajaran yang sama waktu kecil.
Gelda melanjutkan dengan menjelaskan bahwa beberapa penonton menganggap nada bicaranya “agresif”, namun bagi Gelda itu justru ia ingin menujukkan keseriusan saat mengajarkan anak-anak bahwa mereka bisa berkata tidak —bahkan kepada orang dewasa yang mereka percayai.
Pesan lagu “My Private Part Song” yang jelas dan tegas juga mendapat komentar beragam dari para orang tua, Gelda menanggapi kritik terkait videonya, dengan menulis, “Mengajari anak-anak kita untuk mengatakan ‘tidak’ bukan hanya soal sopan santun, tetapi juga soal perlindungan. Setiap anak harus tahu bahwa tubuh mereka adalah milik mereka dan tidak seorang pun berhak menyentuh dengan alasan apapun, ”tegas Gelda.
Gelda juga mengajak bahwa sudah merupakan tanggung jawab kita sebagai orang dewasa, sebagai orang tua, dan sebagai pendidik untuk menciptakan ruang aman bagi anak-anak kita, dan anak-anak harus merasa percaya diri untuk bersuara.
“Mari kita ajari mereka sejak dini: Jika seseorang menyentuhmu dengan cara tak wajar, segera beri tahu orang dewasa yang kamu percaya. Kamu tidak boleh dalam masalah, kamu tidak sendirian, kamu akan didengarkan.”
Bagi Gelda, tujuannya adalah pemberdayaan. “Pemberdayaan dimulai dengan pendidikan — dan keselamatan dimulai dengan suara lantang yang tahu kapan harus menolak, “ujarnya.
Gelda juga bercerita bahwa ia tumbuh dan besar di lingkungan yang menganggap tabu percakapan macam lagunya tadi. Ia menjelaskan bahwa di banyak rumah tangga di Afrika, anak-anak tidak berani membicarakan batasan tubuh, sehingga mereka takut untuk bersuara.
“Sebagai orang Afrika, kita menganggap topik-topik seperti ini tabu untuk dibicarakan, saat tumbuh dewasa, kita menyembunyikannya,” ujarnya. “Ini sesuatu yang perlu kita diskusikan dengan anak-anak, dan hal itu membuat anak-anak Afrika enggan bersuara.”
Gelda menggarisbawahi urgensi yang ia rasakan sebagai seorang pendidik sekaligus pelindung. “Bagi saya, selama saya jadi guru, saya telah bersumpah untuk memberi pelajaran yang itu tidak pernah saya dapatkan di masa kecil saya,” katanya.
“Beberapa hal perlu keras. Beberapa hal perlu agresif,” lanjut Gelda. “Seorang anak kecil mengalami berbagai hal (buruk) setiap detik. Setiap hari. Setiap jam.” (*)
(Sukir Anggraeni, dari berbagai sumber)
Terkait
Jane Goodall: “Alam Akan Pulih Jika Kita Memberinya Kesempatan”
Komnas Perempuan dan CSO Konsolidasi Masukan untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Batik adalah Jiwa, yang Dituliskan pada Kain Sebagai Identitas Adiluhung Nusantara