12 September 2025

Suara Perempuan: Memaknai Kemerdekaan Sebagai Jalan Menuju Keadilan dan Kesejahteraan

0Shares

Menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 tahun, berbagai tokoh perempuan dari beragam latar belakang menyuarakan pandangannya tentang arti kemerdekaan. Dari aktivis, pendidik, hingga pegiat seni dan lingkungan, mereka sepakat bahwa kemerdekaan bukan sekadar simbol lepas dari penjajahan, melainkan juga sebuah perjuangan berkelanjutan untuk memastikan keadilan, kesejahteraan, dan kebebasan bagi seluruh rakyat.

Imbaniasih, Pengurus DPP Suluh Perempuan, menekankan bahwa kemerdekaan harus dirasakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. “Merdeka berarti bebas mencari nafkah, menyampaikan pendapat, hingga menikmati kesejahteraan ekonomi yang adil. Hak asasi manusia harus diprioritaskan, sementara pendidikan dan kebutuhan pokok masyarakat dijamin stabil oleh negara,” ujarnya.

Dari dunia pendidikan, Reni Santika, guru SMP Ganesha Bandung, melihat kemerdekaan sebagai ruang untuk perempuan menjalani peran dengan bahagia tanpa tekanan sosial. “Merdeka itu tidak harus sempurna. Yang penting adalah berdaya, bisa memilih, dan dihargai atas pilihan hidupnya,” katanya.

Irma haryadi, pelukis yang tinggal di Depok memaknaimerdeka adalah lepas dari kemelekatan atau keterikatan, “Suatu kondisi yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang adiluhung, “katanya.

Menurut Irma kemerdekaan Republik Indonesia itu butuh proses panjang. “Bersyukur sajalah, telah dilahirkan dan menikmati karunia alam di Indonesia, “pungkasnya.

Sementara itu, Rizkia Permata, dari Departemen Politik DPP Suluh Perempuan, menegaskan pentingnya pembebasan perempuan dari segala bentuk penindasan. “Kemerdekaan adalah ruang kebebasan perempuan untuk berpikir, bergerak, berkarya, dan bersuara tanpa diskriminasi maupun rasa takut,” tegasnya.

Makna serupa juga disampaikan Mafruhah, S.Pd, dari Departemen Organisasi DPP Suluh Perempuan. Menurutnya, kemerdekaan sejati harus tercermin dalam kesejahteraan rakyat. “Kemerdekaan bukan sekadar simbol formal. Ia harus hadir dalam bentuk keadilan dan kehidupan layak bagi setiap warga negara,” ujarnya.

Dari perspektif advokasi, Reno Ranti menggarisbawahi tiga dimensi kemerdekaan: historis, kemanusiaan, dan kemandirian.

Suara yang berbeda namun sarat makna datang dari Tjung Susanti, seorang warga Jakarta Barat, yang masih memperjuangkan hak atas tanah yang dirampas. Kisahnya menegaskan bahwa kemerdekaan penuh masih harus diperjuangkan sebagian rakyat.

Semua pandangan ini menunjukkan bahwa kemerdekaan bagi perempuan Indonesia bukan hanya warisan sejarah, tetapi juga cita-cita yang harus terus diwujudkan dalam kehidupan nyata: bebas dari penindasan, berdaya secara ekonomi, setara dalam hukum, serta memiliki ruang untuk berkontribusi bagi bangsa. (*)

Sukir Anggraeni

0Shares