Setidaknya hingga saat ini, ada 4 perempuan yang menyatakan padaku ingin bergabung dengan partai politik untuk belajar mengenai politik. Mungkin maksudnya adalah politik praktis karena bergabung dalam sebuah partai politik tentu akan bersinggungan dengan praktek kerja-kerja politik. Namun sesungguhnya politik adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari. Bukan satu kegiatan yang berdiri sendiri. Dari hal-hal kecil yang kita lakukan seperti belanja di tukang sayur, masak, mandi, sekolah, bekerja atau kegiatan bersama tetangga.
Politik berkaitan dengan keputusan-keputusan yang kita ambil dalam hidup. Pilihan-pilihan yang tersedia antara belanja di tukang sayur atau ke pasar, ke mall atau belanja online. Menjawab telpon atau membiarkannya terus berdering. Memilih siapa yang akan kita undang atau siapa yang akan kita kunjungi. Acara apa yang akan kita datangi, dan lain sebagainya.
Keputusan yang kita ambil akan menentukan agenda kita berikutnya atau langkah selanjutnya. Bahkan akan menjadi penentu seperti apa kehidupan kita sekarang dan nanti. Misalnya kita memilih belanja di tukang sayur, tentu ada percakapan dengan tukang sayur dan tetangga yang juga ikut belanja. Ada interaksi sosial dan mungkin informasi sederhana namun bermanfaat bagi jalinan hubungan pada lingkup terkecil. Selain secara ekonomi memiliki nilai berbeda, mungkin harga berbeda dengan pasar atau swalayan dan pelaku perputaran uang juga jadi berbeda. Atau misalnya kita memilih untuk bekerja di perusahaan swasta atau pemerintah, memiliki usaha sendiri atau bekerja pada orang lain. Bahkan keputusan besar dalam hal pemilihan presiden, partai apa yang akan kita pilih.
Jadi politik juga terkait dengan segala hal yang melingkupinya. Harga sayur mayur dan sembako tidak begitu saja diputuskan, terkait dengan pasokan ketersediaan, permintaan, lokasi dan cuaca. Kebutuhan primer dan sekunder juga terpengaruh oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Kita semua butuh sandang, pangan, papan dan lain-lain namun pemenuhannya berbeda pada tiap orang. Rumah bisa kecil atau besar, mewah atau minimalis. Semua tergantung pada faktor ketersediaan dana, pengetahuan, minat dan lain-lain. Bahkan yang lebih ekstrim, terpengaruh oleh situasi.ekonomi dan politik negara.
Seperti dua tahun terakhir, pandemi Covid-19 merubah kebiasaan kita mulai dari pola makan hingga interaksi sosial. Kebiasaan menggunakan masker dan kegiatan berbasis digital online. Media sosial dan media massa mainstream dipenuhi berita tentang perkembangan terbaru COVID-19, baik tentang jumlah pasien, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan maupun vaksin. Pemberitaan yang diwarnai suara pro dan kontra disamping kritikan dan keberhasilan. Termasuk didalamnya adalah hoaks dan kepentingan berbagai pihak. Semua ini tidak terlepas dari politik.
Bagaimana mengatur pemberitaan, menyerap informasi, menganalisa dan menyampaikan berita yang didengar kepada pihak lain. Mengamati dan mempelajari setiap situasi juga merupakan bagian dari politik itu sendiri. Proses untuk dapat memahami, menganalisa, membuat kesimpulan hingga mengambil keputusan merupakan bagian dari belajar politik. Politik bukan hanya menjadi anggota sebuah partai politik dan mengikuti elektoral. Politik adalah semua hal yang ada dan terjadi sejak kita bangun tidur hingga terlelap, seluruh peristiwa yang saling terkait baik di lingkup domestik maupun publik.
Memang erat politik erat kaitannya dengan partai politik dan tidak dapat dipungkiri bahwa kita akan segera menggelar pesta elektoral, walaupun ada wacana untuk mengundurkan waktunya juga tentang masa jabatan presiden yang tentu terkait dengan undang-undang. Keberadaan partai politik menjadi poin utama dalam elektoral.
Sebagai negara yang menganut sistem Trias Politika, Indonesia mengatur pemilihan kepala negara melalui penyelenggaraan Pemilu setiap 5 tahun sekali. Pemilu diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 BAB VIIB PEMILIHAN UMUM Pasal 22E.
Perubahan atas rancangan Undang-undang misalnya terkait pemilu disebut sebagai amandemen. UUD 1945 telah mengalami empat kali amandemen. Perubahan keempat yang disahkan dalam Sidang Tahunan MPR tanggal 1-11 Agustus 2002 menjadi Amandemen UUD 1945 terakhir dan belum dilakukan lagi hingga kini. Sebelumnya, forum MPR sudah melakukan tiga kali Amandemen UUD 1945 yakni pada 1999, 2000, dan 2002. Adapun isi dan perubahan keempat Amandemen UUD 1945, termasuk penghapusan atau penambahan pasal/bab, yang disahkan pada 10 Agustus 2002.
Dengan menjadi anggota sebuah partai politik dapat diartikan sebagai sebuah ketegasan dalam pengambilan keputusan untuk terlibat penuh dalam pemilihan umum sesuai dengan UUD 1945. Keputusan ini menjadi penting dan dibutuhkan mengingat kebutuhan jumlah perempuan yang mengisi posisi dalam lembaga legislatif. DPR sebagai Dewan legislatif memiliki peran strategis untuk merancang Undang-undang.
Lord Acton menulis, “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti menyalahgunakannya”. Lord Acton writes to Bishop Creighton that the same moral standards should be applied to all men, political and religious leaders included, especially since “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.” (1887)
Hal ini bisa dicegah dengan membagi kekuasaan. Kekuasaan yang diberikan absolut pada seseorang atau lembaga, berpotensi terjadi penyalahgunaan dalam praktiknya. Penerapan trias politika dalam pemerintahan membuat kekuasaan penyelenggara negara tidak absolut karena terpilah menjadi beberapa lembaga yang saling mengawasi. Konsep trias politika dicetuskan oleh Montesquieu. Teori pemisahan kekuasaan ini menyebutkan, kekuasaan negara mesti dipisahkan menjadi beberapa bagian.
Ada perubahan pemegang kekuasan di Indonesia setelah dilakukan amandemen UUD 1945. Jumlah lembaga negara ditambah sehingga proses pelaksanaan kekuasan dan pengawasannya lebih kuat. Terdapat 8 lembaga negara dalam sistem pemerintahan yaitu MPR, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden, MA, BPK, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Trias politika menjadi sebuah langkah baik menjalankan sistem pemerintahan yang efektif. Ketiadaan kekuasaan absolut dapat mencegah penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara dan rakyatnya. Meski demikian, rakyat juga perlu bersikap kritis dan menyuarakan pendapatnya.
Politik juga mengatur tentang pemegang kekuasaan. Oleh karena itu, mengacu pada Trias Politika, pemilihan umum memiliki arti penting. Sesuai keputusan terbaru, penyelenggaraan pemilu 2024 tetap menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2027 tentang Pemilu. Sementara pilkada, mengacu UU 10/2016 yang mengatur mengenai pilkada.Pemilu Legislatif (pileg) serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (pilpres) 2024 digelar pada 21 Februari 2024. Sementara Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) Serentak Nasional dilaksanakan pada 27 November 2024.
Politik, pembagian kekuasaan dan partai adalah bagian tak terpisahkan. Perempuan seharusnya ikut terlibat dalam proses pembagian kekuasaan. Partisipasi perempuan dapat diwujudkan dengan turut ambil bagian dalam penyelenggaraan pemilu. Baik sebagai pelaksana, pengawas maupun anggota partai politik peserta pemilu. Menjadi anggota sebuah partai politik bukan hanya sekedar belajar politik namun menjadi bagian dari politik itu sendiri untuk menempati posisi dalam lembaga pemegang kekuasaan.
Bergabunglah atau perempuan hanya menjadi penonton!
Ernawati
Terkait
Sebuah Refleksi di Hari Ulang Tahun TNI
Posisi Perempuan dalam Pilkada 2024
Morowali Dibawah Tekanan Industri Ekstraktif dan Ancaman Kemiskinan