Profesi Pemulia jenazah tampak ya bukan salah satu profesi yang mengisi cita-cita sebagian besar masyarakat. Tapi pekerja yang melakoni profesi ini paling banyak dicari saat ada kematian dalam sebuah keluarga. Sosok perempuan inspiratif yang ditemui redaksi kali ini adalah Bu Gudiarti. Saat ini usianya sudah hampir kepala lima yaitu 48 tahun.
Bu Gudiarti mengaku sudah melakoni pekerjaan pemulia jenazah selama 15 tahun. Cukup lama Bu Gudiarti setia menjalankan pekerjaan ini. Mungkin benak kita bertanya-tanya bagaimana Bu Gudiarti bisa memutuskan untuk melakukan pekerjaan ini?
Awal Menjadi Pemulia Jenazah
Kepada redaksi Suluh Perempuan, Ia menceritakan bagaimana awal mula mengetahui pekerjaan sebagai pemulia jenazah ini.
“Dari sahabat guru ngaji yang waktu itu bercerita tentang tetangganya yang meninggal, dan si pemulia jenazah meminta imbalan yang cukup tinggi waktu itu. Sedangkan keluarga yang meninggal tidak memiliki cukup punya uang. Si pemulia jenazah datang minta upah yang dianggapnya kurang. Dari situ hati saya tergerak untuk membantu sesama, yaitu sebagai pemulia jenazah,” terangnya sambil mengingat kejadian berpuluh tahun yang lalu.
Alhamdulilah Allah memudahkan niatnya untuk menjadi pemulia jenazah. Langsung ia mendapatkan bimbingan dari orang yang sudah di beri kemampuan dalam mengurus jenazah.
“Dan Alhamdulillah juga, teman mengajak belajar memandikan jenazah di masjid Genteng Biru milik Ustadz Jubair. Maaf saya lupa nama masjid itu. Dan disitu saya bisa langsung terjun dalam pemuliaan jenazah hingga sekarang, ” tutur perempuan setengah baya itu.
Tulus Membantu Sesama
Dengan niat tulus untuk membantu sesama, Bu Gudiarti belajar dan akhirnya berhasil menjalani pekerjaan ini selama bertahun-tahun. Luar biasa bukan? Tak hanya bekerja dan mengurus rumah tangga, Bu Gudiarti ternyata juga aktif di organisasi. Dalam kesehariannya, ia membagi waktu antara bekerja, mengurus keluarga dan berorganisasi.
“Saya bergabung di Serikat Rakyat Mandiri (SRMI) dan Suluh Perempuan yang waktu itu Suluh Perempuan masih bernama API Kartini”, lanjutnya.
Menarik, bahkan di sela-sela kesibukannya masih sempat aktif di organisasi. Kira-kira apa ya yang membuat Bu Gudiarti tertarik untuk ikut dalam organisasi?
“Karena waktu itu saya sebagai istri yang terzolimi dan tidak tahu bagaimana harus membela diri. Alhamdulillah Allah pertemukan saya dengan SRMI yang di pimpin oleh Bunda Wahida Baharuddin Upa. Dan dengan beliau saya di masukan ke organisasi yang waktu itu bernama API Kartini”.
Penyintas KDRT
Jadi begitu ceritanya. Ternyata Bu Gudiarti adalah penyintas KDRT. Syukurlah akhirnya Bu Gudiarti menemukan jalan untuk bisa bertahan dan bangkit kembali. Jadi Bu Gudiarti merasakan apa manfaatnya berkecimpung dalam sebuah bahkan dua organisasi.
“Iya. Banyak membantu saya tentang kecerdasan dalam pribadi dan bagaimana cara yang benar dalam membela sebagai hak perempuan dalam kekerasan rumah tangga”.
Wah, tentu saja karena Bu Gudiarti sendiri adalah seorang penyintas jadi tahu benar bagaimana akibat dari kekerasan yang dialaminya. Mengikuti sebuah organisasi jelas banyak memberi manfaat. Bagi Bu Gudiarti dapat menambah pengetahuan dan terutama niat tulusnya untuk selalu membantu orang lain. Niat yang sungguh mulia.
Harapan di Masa Depan
Disamping memikirkan orang lain, tentunya Bu Gudiarti juga memiliki keinginan dan harapan bagi dirinya sendiri. Apa yang menjadi keinginan Bu Gudiarti untuk saat ini dan masa depan ya?
“Saya ingin agar lebih baik lagi dan bisa membela hak perempuan dalam kekerasan dan anak”
Keinginan dan harapan Bu Gudiarti tetap bukan untuk dirinya sendiri. Menjadi lebih baik dalam segala hal tentunya. Baik secara ekonomi, sosial maupun rohani dan jasmani. Setiap orang pasti menginginkan kemajuan dalam hidupnya namun apakah kemajuan itu hanya untuk diri sendiri atau memajukan diri agar dapat berbuat lebih banyak lagi untuk orang lain. Pandangan ini tentu berbeda pada tiap orang. Tentang kriteria menjadi lebih baik pun berbeda.
Ada pepatah yang mengatakan bahwa kesuksesan itu ketika kita menjadi lebih baik dari kemarin. Mungkin menjadi lebih tepat waktu, atau lebih tahu tentang bagaimana menjaga kebersihan. Atau mungkin juga tentang bagaimana cara meningkatkan penjualan. Kemajuan bisa dicatat hari demi hari. Kesalahan dan kekeliruan bisa saja kita lakukan. Tapi bukan berarti kita memiliki kekurangan. Justru mampu melihat kesalahan dan kekeliruan untuk kemudian tidak melakukan lagi adalah sebuah kelebihan.
Sosok Bu Gudiarti menjadi satu diantara sekian perempuan yang dapat menjadi inspirasi. Bahwa niat yang tulus dalam menjalani kehidupan dan memberikan hidupnya untuk membantu sesama adalah sikap yang inspiratif.
Semoga dengan mengenal sosok Bu Gudiarti lebih jauh, dapat menggerakkan banyak hati untuk memiliki ketulusan dalam menjalani kehidupan dan berhubungan dengan sesama. Terimakasih Bu untuk ceritanya. Semoga Bu Gudiarti selalu sehat dan dalam lindungan Allah.
Ernawati
Terkait
Mary Jane Fiesta Veloso: Perjalanan Panjang Menuju Pembebasan
Orde Baru dan Depolitisasi Perempuan
Peringatan 16 HAKTP 2024