15 Februari 2025

Pembentukan UPTD PPA Masih Tertunda

0Shares

Ulang Tahun Ke-20 Halmahera Utara

Tahun ini Kabupaten Halmahera Utara genap berusia 20 tahun, Menapak tahun ke 20, Kabupaten Halmahera Utara tampak semakin kokoh berdiri selama 2 dekade. Hal ini tak telepas dari lambang Hibualamo. Hibualamo adalah sebutan rumah adat suku bangsa/klan/hoana yang bermukim di Halmahera. Hibualamo diperkirakan telah ada sejak tahun 1400-an. Secara harfiah Hibualamo terdiri dari dua kata yaitu Hibua yang berarti Rumah dan Lamo yang berarti Besar.

Bentuk asli rumah adat ini berada di Pulau Kakara, Halmahera Utara dan biasa disebut Rumah adat Hibualamo Tobelo. Rumah adat Hibualamo didirikan kembali pada bulan April 2007 sebagai simbol perdamaian pasca konflik SARA pada tahun 1999 – 2001. Pembangunannya pun mengalami perkembangan dibandingkan bentuk aslinya yang berupa rumah panggung.

Bangunan rumah adat Hibualamo dibangun dengan banyak simbol yang memiliki arti tersendiri yang berhubungan dengan persatuan. Konstruksi rumah adat menyerupai perahu yang mencerminkan kehidupan kemaritiman suku Tobelo dan Galela yang ada di pesisir. Bangunannya memiliki bentuk segi 8 dan memiliki 4 pintu masuk yang menunjukkan simbol empat arah mata angin dan semua orang yang berada didalam rumah adat saling duduk berhadapan yang menunjukkan kesetaraan dan kesatuan.

Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan & Anak Tinggi

Bertepatan dengan perayaan ulang tahun Kabupaten Halmahera Utara, Dewan Pimpinan Kota (DPK) Suluh Perempuan Halmahera Utara mengingatkan tentang rencana pembentukan UPTD PPA yang telah tertunda cukup lama. Ketua Suluh Perempuan Halut, Jheni Rajab mengungkapkan data dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Halut, bahwa sejak januari-Mei 2023 terdapat kurang lebih 12 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Menurut Jheni, metode pengaduan dan penanganan kasus perlu di evaluasi. Sejak 2021-2023 Halmahera Utara selalu menempati urutan paling atas kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Di tengah situasi kedaruratan kekerasan terhadap perempuan dan anak, Halmahera Utara merupakan salah satu kabupaten di maluku utara yang belum memiliki Rumah Aman dan sarana Kesehatan mental.

Jheni Rajab Suluh Perempuan Halut berorasi

Astri, sebagai ketua Departeman advokasi menambahkan, menurut dia dalam kegentingan ini, kita patut ,mempertanyakan eksistensi DP3A yang tak kunjung menjawab kegelisahan para penyintas sepanjang tahun ini.  “Bagaimana bisa Pemerintah daerah abai dalam melihat kebutuhan dasar korban, seperti rumah aman, psikolog, hak kesehatan reproduksi (HKSR), dan kebutuhan ekonomi yang tak pernah ‘terjawab’.

Dalam sebuah kegiatan Pra Rakor di tahun 2020, dengan video converence dan live youtube yang berpusat di gedung Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia di Jakarta, dengan dipandu langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan,  I Gusti Ayu Bintang Darmawati bersama jajarannya. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Maluku Utara turut mengikuti dari lantai 2 Markas Polda Maluku Utara di Ternate.

Dalam kesempatan tersebut, Musrifah Alhadar, Kadis DP3A Malut menyampaikan berbagai program dan kegiatan yang tengah dilakukan serta permasalahan yang dihadapinya di Maluku Utara. Di hadapan, Menteri dan para Kepala Dinas P3A Provinsi se-Indonesia, terkait isu prioritas P3A, dia menjelaskan bahwa Maluku Utara telah memiliki peraturan daerah (Perda) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sedangkan ntuk Perda Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Perda KLA (Kabupaten/Kota Layak Anak) dalam proses rancangan.

Selain itu, sedang berlangsung proses pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota. Di tingkat provinsi sementara menunggu proses penomoran atau registrasi dari Kemendagri. Sedangkan untuk kabupaten kota, dalam proses inisiasi adalah di Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Barat.

Menunggu Komitmen Negara

Dalam sebuah pers rilis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Kemen PPPA menyambut baik dan mengapresiasi Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 463/ 5318/ SJ tentang Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Surat edaran ini mempertegas upaya negara dalam melindungi masyarakat dimana ada kewajiban daerah untuk membentuk UPTD PPA sebagaimana dimandatkan dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Keberadaan UPTD PPA dapat mengoptimalkan upaya pencegahan, perlindungan, penanganan dan pemulihan bagi para korban kekerasan seksual di seluruh Indonesia

UPTD PPA yang dimaksud dalam Surat Edaran Mendagri tersebut adalah UPTD PPA dengan tata kelola baru dalam bentuk penyelenggaraan layanan terpadu tindak pidana kekerasan seksual dan kekerasan lainnya. Saat ini terdapat 33 provinsi dan 213 kabupaten/kota yang sudah membentuk UPTD PPA dan harus menyesuaikan dengan tata kelola yang baru.

Sebagaimana tertulis dalam Surat Edaran Mendagri tentang UPTD PPA, maka kabupaten/kota yang belum memiliki layanan UPTD PPA didorong untuk membentuk UPTD PPA. Bagi pemerintah daerah yang sudah membentuk, maka diharapkan dapat melakukan pengisian personil dan peningkatan kapasitas ASN (Aparat Sipil Negara) yang bertugas di UPTD PPA. Tidak hanya struktur kelembagaan yang dibentuk, daerah juga harus memastikan program dan kegiatan dan memastikan ketersediaan pembiayaan pada UPTD PPA melalui dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPS) dan dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Keberadaan UPTD PPA ini adalah sebagai upaya kehadiran negara bagi para korban sehingga daerah harus segera merespon pembentukan UPTD PPA. UU TPKS secara tegas menyebutkan bahwa selambat-lambatnya tiga (3) tahun, semua provinsi dan kabupaten/kota harus membentuk UPTD PPA terpadu bersifat one stop service. Yang menjadi fokus di sini, ketika dihadapkan pada sebuah kasus, UPTD PPA dengan tata kelola yang baru akan memiliki 11 fungsi. Akan tetapi, tidak semua fungsi ini dilakukan semua oleh UPTD PPA namun berkolaborasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan lembaga layanan lainnya.

Tugas UPTD PPA berdasarkan UU TPKS Pasal 76 Ayat (3) adalah menyelenggarakan penanganan, perlindungan korban; memfasilitasi pemberian layanan kesehatan; memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikolgis; dan memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabsos, pemberdayaan sosial, dan reintegrasi sosial. UPTD PPA dapat bekerja sama dalam hal pelayanan dengan puskesmas  rumah sakit, pelayanan kesehatan, kemudian dengan unit pelayanan teknis bidang sosial, rumah tahanan lapas, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, LPSK, hingga organisasi masyarakat non profi. Penyelenggaraan pelayanan UPTD PPA bisa dilakukan melalui pendekatan one stop service, atau pelayanan satu pintu. Hal itu guna memastikan korban mendapatkan layanan sesuai kondisi dan kebutuhannya secara cepat, komprehensif dan terintegrasi.

Berdasarkan data mengenai adanya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Halmahera Utara, Dewan Pimpinan Kota Halmahera Utara berharap bahwa dalam usianya yang ke 20 ini, Kabupaten Halmahera juga meningkatkan komitmen dalam upaya pencegahan dan penanganan korban.

Yunita Djengel

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai