Tiap tanggal 28 Oktober kita peringati sebagai Hari Sumpah Pemuda, sebuah peristiwa penting dimana hari tersebut menjadi momentum Kebangkitan Pemuda Pemudi Indonesia.
Hasil Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928, adalah dengan dibacakannya ikrar sumpah pemuda, “Kami putra dan putri Indonesia mengakui satu tumpah darah, tanah Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Kongres Pemuda II juga dihadiri pula para aktifis perempuan masa itu, tercatat nama-nama seperti Purnomowulan, Siti Sundari Sudirman, Emma Puradireja, Suwarni Pringgodigdo, Johanna Masdani Tumbuan, Saridjah Niung (Ibu Soed), Dien Pantouw, dan Nona Tumbel, hadir mewakili berbagai organisasi yang ada di Indonesia —dulunya disebut Hindia Belanda.
Tidak hanya sebagai peserta pasif, dari Guru, pelopor Hari Ibu, hingga penulis lagu, inilah kisah para perempuan hebat yang turut memberikan pidato, serta gagasan pada kongres tersebut, dan redaksi SuluhPerempuan.org coba menghimpunnya dari berbagai sumber.
***
Purnomowulan
Poernomowoelan adalah seorang guru dan perwakilan pemuda dari Taman Siswa, dalam peristiwa Sumpah Pemuda Poernomowoelan hadir sebagai pembicara pertama di Kongres Pemuda II. Dalam pidatonya, ia menekankan pentingnya pendidikan tata tertib dan disiplin, juga memandang bahwa anak-anak perlu mendapatkan pendidikan yang baik di sekolah dan di rumah.

Dihadapan para peserta kongres, di Gedung Oost-Java Bioscoop, ia menyampaikan pengalamannya mengajar di sekolah rendah (setingkat SD), dan menyimpulkan bahwa perlu dilakukan pembenahan dalam bidang pendidikan, terutama perlunya dibuat sebuah sistem pendidikan secara nasional.
Emma Puradireja
Emma Poeradiredja lahir di Cilimus, Jawa Barat pada 13 Agustus 1902. Emma, putri dari pasangan Raden Kardata Poeradiredja dan Nyi Raden Siti Djariah. Ayahnya bekerja sebagai salah editor Balai Pustaka dan Redaktur Kepala untuk bahasa Sunda pada Pustaka Rakyat. Ibunya membesarkan Emma beserta saudaranya dalam lingkungan yang sangat memprioritaskan sebuah pendidikan.
Emma memulai pendidikan pada tahun 1910 sampai 1917 di HIS (Hollandsch Inlandsche School), Tasikmalaya. Lalu melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Bandung tahun 1917 sampai 1921.
Tahun 1918, Emma aktif menjadi anggota Jong Java, di organisasi tersebut dia ikut dalam Kongres yang membahas beberapa hal, salah satunya tentang kedudukan wanita Sunda. Setelah tamat, dia bekerja di Staatsspoor en tramwegen (SS), sekarang menjadi PT. Kereta Api Indonesia.
Selain bekerja, Emma tetap aktif di organisasi Jong Islamieten Bond (JIB), lalu dipercaya menjabat sebagai wakil JIB mendampingi Ir. Moh. Nur. Lalu pada tahun 1926 menjadi ketua JIB.
Di Kongres Pemuda II, dalam pidatonya, Emma menganjurkan kepada kaum perempuan untuk ikut serta secara aktif dalam pergerakan, ia juga menyuarakan isu-isu terkait kemajuan kaum perempuan dan pendidikan.

Emma Puradiredja, Perempuan Dibalik Lahirnya Hari Ibu
Setiap tanggal 22 Desember kita peringati sebagai Hari Ibu, selain peringatan, berbagai pesan positif tentang perempuan, pemberdayaan, dan ungkapan terima kasih kepada setiap pengorbanan Ibu, juga seluruh kaum perempuan.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu dideklarasikan pertama kali dalam Kongres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember 1928, di Yogyakarta. Lalu penetapan dan pengesahan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu mengacu pada pelaksanaan Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938 di Bandung, dan perempuan pencetus Hari Ibu tersebut adalah Emma Puradiredja.
Siti Sundari Sudirman
Dilahirkan di Semarang, Jawa Tengah, 25 Agustus 1905. Lahir dari keluarga bangsawan Jawa, dan menjadi salah satu dari sedikit perempuan Indonesia yang dapat menikmati pendidikan Belanda. Menyelesaikan studinya dan menjadi sarjana hukum dengan gelar Meester in de Rechten dari Universitas Leiden, Belanda tahun 1934, setelah itu Sundari bekerja sebagai guru di Kweekschool, Surakarta.
Dalam Kongres Pemuda II, Siti Sundari datang mewakili organisasi Putri Budi Sejati, ia menyampaikan pidato tentang pentingnya menanamkan perasaan cinta tanah air melalui pendidikan dini kepada perempuan, karena pada saat itu kaum perempuan tidak mendapat kesempatan sama dengan laki-laki. Dengan begitu, menurut Siti Sundari dapat mendorong perempuan untuk secara aktif terlibat dalam pergerakan nasional. Sundari berpidato dalam bahasa Belanda yang kemudian diterjemahkan oleh Muhammad Yamin.

Pada saat Kongres Perempuan di Yogyakarta tahun 1928, untuk pertama kalinya Sundari menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia berjudul “Kewadjiban dan Tjita-tjita Poetri Indonesia”. Menurutnya, perempuan sudah sepatutnya mampu menghasilkan kehidupan berbangsa satu melalui bahasa Indonesia selayaknya Kongres Pemuda II di Batavia.
Saridjah Niung (Ibu Soed)
Ibu Soed, kelahiran Sukabumi 26 Maret 1908, adalah seorang musisi, guru, penulis lagu anak-anak, dan seniman batik. Ia telah menciptakan ratusan lagu, termasuk lagu-lagu patriotik seperti “Tanah Airku” dan “Berkibarlah Benderaku”.

Ibu Soed memiliki peran penting dan berkontribusi dalam memperkenalkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Ia adalah orang pertama yang menciptakan lagu anak-anak dalam bahasa Indonesia. Ia juga mengiringi WR Supratman dengan biola saat menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam upacara Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Johanna Masdani Tumbuan dan Kongres Perempuan
Johanna Nanap Tumbuan lahir di Amurang, Sulawesi Utara, pada 29 November 1910. Johanna merupakan putri seorang pemilik perkebunan kelapa bernama Alexander Tumbuan, dan Ibu bernama Henriette Mosal.
Tamat sekolah dasar tahun 1926, Johanna melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah Christelijke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), Jakarta.

Pada tahun 1927, Johanna bergabung ke dalam organisasi Jong Minahasa dan aktif dalam beberapa kegiatan sosial, bersama teman-temannya turun ke desa-desa untuk memberi bantuan kepada rakyat yang kesusahan. Johanna juga terlibat dalam beberapa pentas kesenian guna mengumpulkan dana sosial.
Pada Kongres Pemuda II, Johanna, perwakilan dari Jong Celebes, menjadi salah satu perempuan pengikrar Sumpah Pemuda. Setelah kongres ia turut menyarankan pembentukan Kongres Perempuan. Tujuan awal dari Kongres Perempuan itu salah satunya adalah mempelajari bahasa Indonesia di kalangan perempuan.
Dari usulan tadi lahirlah Kongres Perempuan I yang menggunakan bahasa Indonesia, pada 22-25 Desember 1928.(*)
_____
Referensi:
https://cakrawikara.id/perempuan-dan-sumpah-pemuda
https://galibharnaen.medium.com/siti-sundari-71be7b0cbcec
https://tirto.id/johanna-masdani-pembaca-sumpah-pemuda-perancang-tugu-proklamasi-ecER
https://edoo.id/2022/12/kisah-emma-puradiredja-sosok-perempuan-tangguh-dibalik-lahirnya-hari-ibu/
https://www.ruangguru.com/blog/3-tokoh-perempuan-inspiratif-dalam-kongres-pemuda-ii
https://www.tempo.co/politik/deretan-tokoh-perempuan-di-balik-sumpah-pemuda-459938
https://uici.ac.id/para-perempuan-di-balik-peristiwa-sumpah-pemuda

Terkait
Ragam Model PAUD se-Dunia, dari Skandinavia hingga Indonesia
Jane Goodall: “Alam Akan Pulih Jika Kita Memberinya Kesempatan”
Gelda Waterboer Ajak Dunia Mencegah Pelecehan Anak Lewat Lagu “My Private Part Song”