1 Oktober 2025

Saat “Donna Donna” Menggema di Aksi Women March Jakarta

Dok. Women's March Jakarta 2025

0Shares

“Calves are easily bound and slaughtered,
Never knowing the reason why,
But whoever treasures freedom,
Like the swallow has learned to fly.”

Penggalan lirik lagu “Donna Donna” itu dulu menggambarkan kengerian penindasan, ketika bangsa Yahudi digiring ke kamp konsentrasi Nazi Jerman untuk dibantai. Lagu ciptaan Shalom Secunda dan Aaron Zeitlin pada 1941, lalu dipopulerkan Joan Baez di era 1960-an, menjadi simbol perlawanan yang lintas generasi.

Dan pada siang terik, 28 September 2025, lagu itu kembali berkumandang di depan Gedung DPR Jakarta. Namun kali ini bukan untuk mengenang kelamnya Holocaust, melainkan sebagai nyanyian perlawanan terhadap ketidakadilan yang marak terjadi di negeri ini.

Lagu “Donna Donna” dibawakan oleh Paduan Suara (Padus) Gitaku, yang juga melantunkan “We Shall Overcome” dan “Pasti Menang/Rakyat Merdeka”.

Paduan Suara Gitaku: Harmoni untuk Perlawanan

Padus Gitaku lahir dari Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur. Awalnya, mereka hanyalah sekelompok anak muda yang kerap hadir di Aksi Kamisan—aksi mingguan di depan Istana Negara untuk menyuarakan isu HAM dan keadilan. Dari pertemuan di Utan Kayu, lahirlah gagasan membentuk paduan suara sebagai media perjuangan.

Arief Bobhiel, salah satu koordinator Padus Gitaku, menjelaskan:

“Awalnya memang untuk mengisi Aksi Kamisan. Tapi kemudian kami sadar, paduan suara bisa menjadi alat perlawanan. Dari situ kami berpikir perlu membangun padus di tingkat akar rumput, agar isu dan protes makin nyaring terdengar.”

Baginya, paduan suara bukan sekadar kumpulan suara indah, melainkan wadah untuk mengikat solidaritas, mengajak masyarakat bersuara, sekaligus memperkuat gerakan.

Turun ke Akar Rumput

Bobhiel mengakui, mahasiswa seperti dirinya belum banyak pengalaman masuk ke basis masyarakat. Karena itu, Padus Gitaku membangun kerja sama dengan organisasi sektoral, termasuk Suluh Perempuan.

“Kalau mahasiswa masuk tiba-tiba ke rakyat, jatuhnya bisa seperti program KKN. Maka kami butuh kawan-kawan organisasi rakyat untuk menuntun kami. Kami ingin paduan suara benar-benar lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri,” katanya.

Untuk urusan teknis, mereka juga melibatkan kawan-kawan yang memang konsisten di dunia seni paduan suara agar pelatihan bisa berjalan serius dan berkelanjutan.

Suara Perempuan dalam Barisan

Dalam aksi Women March Jakarta 2025, Plt. Sekretaris Jenderal Suluh Perempuan, Mafruhah Pupah, turut berdiri di barisan Padus Gitaku.

“Hari ini Suluh Perempuan menegaskan keterlibatan kami sebagai bagian dari perjuangan kolektif melawan ketidakadilan. Kehadiran kami adalah komitmen untuk memastikan suara perempuan tidak diabaikan,” ujarnya lantang.

Bagi Pupah, keikutsertaan Suluh Perempuan dalam paduan suara juga merupakan bentuk solidaritas hangat. Nyanyian perjuangan yang dibawakan bersama bukan sekadar melodi, melainkan harmoni yang menggaungkan pesan keadilan.

“Lewat nyanyian, kami ingin memperkuat semangat kebersamaan, menggaungkan pesan keadilan, dan menegaskan bahwa perjuangan rakyat adalah perjuangan kita semua,” pungkasnya.(*)

(Sukir Anggraeni)

0Shares