22 Desember 1928 adalah momen penting bagi tonggak sejarah gerakan perempuan di Indonesia. Ribuan kaum perempuan dari 30-an organisasi perwakilan berbagai daerah berkumpul bersama di Yogjakarta untuk mengadakan Kongres Perempuan I Indonesia. Dalam kongres tersebut kaum perempuan membahas dan merumuskan berbagai persoalan yang dihadapi kaum perempuan, diantaranya masalah pendidikan, perkawinan, dan poligami. Selain itu kongres juga membahas bagaimana peranan dan kewajiban kaum perempuan dalam perjuangan antikolonialisme.
Melihat semangat kaum perempuan berkongres, pada tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu melalui sebuah Dekrit Presiden Nomor 316 Tahun 1959.
Sejak Kongres Perempuan I hingga sekarang, kaum perempuan masih terpinggirkan. Kaum perempuan masih berhadapan dengan sulitnya mengakses pendidikan karena biaya yang mahal, sulitnya mengakses lapangan pekerjaan, kesehatan, dll. Tidak hanya itu, kaum perempuan juga dihadapkan dengan tingginya angka kematian ibu karena melahirkan. Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansah menyebutkan, bahwa angka kematian ibu melahirkan mengalami peningkatan dari 228 per 100 ribu kelahiran pada tahun 2012 meningkat menjadi 359 per 100 ribu kelahiran. Data tersebut menunjukkan bahwa negara telah gagal menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.
Selain itu, kaum perempuan masih dihadapkan dengan upah buruh yang rendah, partisipasi politik perempuan yang rendah, tingginya angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan, dan masih banyak lagi persoalan lainnya. Hal-hal tersebut kemudian semakin memperberat kondisi kaum perempuan di Indonesia.
Kebijakan Jokowi-JK yang diharapkan bisa mengubah nasib perempuan, juga ternyata belum banyak memberi jawaban. Harga-harga kebutuhan pokok semakin hari semakin tinggi, harga bahan bakar minyak (BBM) yang selalu naik berimbas pada kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang naik hampir tiap tahun meningkat.
Sebagaimana kita ketahui, per 1 Desember 2015 Pemerintah Jokowi-JK menaikkan Tarif Dasar Listrik hingga 11 persen bagi pengguna rumah tangga dengan daya 1.300 VA dan 2,200 VA. Belum lagi rencana Pemerintah Jokowi-Jk yang akan mencabut seluruh subsidi listrik bagi pelanggan rumah tangga, termasuk juga pelanggan rumah tangga yang berdaya rendah, 450 VA dan 900 VA yang rencananya mulai pada tahun 2016.
Kebijakan-kebijakan tersebut, tentunya akan semakin memukul kondisi perekonomian rakyat Indonesia termasuk perempuan yang secara langsung merasakan imbasnya. Bagaimana tidak, karena kaum perempuan selama ini masih diletakkan dalam ranah domestik, sehingga kaum perempuanlah yang akan semakin pusing dalam mengurus urusan-urusan rumah tangga. Kebijakan tersebut diatas tidak terlepas dari sistem Neoliberalisme yang masih diterapkan di Indonesia, yaitu mulai dari penghapusan subsidi, privatisasi, swastanisasi, liberalisasi yang berdampak pada kehidupan rakyat termasuk perempuan. Kaum perempuanlah yang merasakan dampak langsung penindasan secara sosial ekonomi, politik dan budaya.
Pemerintahan Jokowi-JK dalam program Nawacitanya berjanji negara akan hadir dan memberikan kesejahteraan terhadap rakyatnya, termasuk juga perempuan. Amanat Undang-undang Dasar 1945 juga menegaskan bahwa peran negara untuk memberikan perlindungan sosial terhadap rakyatnya. Akan tetapi, dengan melihat kondisi-kondisi tersebut diatas, sudah jelas pemerintahan Jokowi-JK selama setahun lebih berkuasa belum memperlihatkan tanda-tanda perbaikan dan membawa kemajuan bagi rakyatnya khususnya kaum perempuan.
Dengan momentum hari ibu, kami mengajak kepada seluruh kaum perempuan untuk kembali pada semangatnya untuk mengubah dan memperbaiki nasib bangsa ini, tentunya dengan menyatukan seluruh kekuatan kaum perempuan dan gerakan rakyat lainnya untuk bangkit bersama melawan sistem neoliberalisme yang menindas.
Selain itu, kami juga menuntut kepada pemerintahan Jokowi-JK agar lebih memperhatikan nasib kaum perempuan, yaitu dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan terhadap kaum perempuan. Tentunya, hal tersebut akan berhasil jika pemerintahan Jokowi-JK sungguh-sungguh dan konsisten menjalankan program nawacitanya.
Selamat Hari ibu! Jayalah kaum Perempuan. Hidup Perempuan!
Tak Ada Pembebasan Nasional Tanpa Pembebasan Perempuan! Tak Ada Pembebasan Perempuan Tanpa Pembebasan Nasional!
Jakarta, 22 Desember 2015
Dewan Pimpinan Pusat Aksi Perempuan Indonesia – Kartini
(DPP API KARTINI)
Minaria Christyn Natalia S
Ketua Umum
Terkait
Orde Baru dan Depolitisasi Perempuan
Peringatan 16 HAKTP 2024
Meretas Jalan Pendidikan Murah dan Berkualitas