Pidana mati adalah pelanggaran hak atas hidup yang merupakan hak yang dijamin oleh undang-undang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28A menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Hak untuk hidup juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 9 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) dalam Lampiran Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2).
Berikut adalah alasan-alasan mengapa pidana mati harus dihapuskan berdasarkan pandangan Komnas Perempuan atas ketentuan Pidana Mati dalam RUU KUHP:
Pertama, kehidupan adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa sehingga tidak ada yang berhak merampasnya kecuali hanya Tuhan sendiri yang mengambilnya kembali. Pidana mati bertentangan dengan hak asasi manusia paling fundamental yaitu hak atas hidup yang merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun (non-derogable rights).
Kedua, pelaksanaan pidana mati berpotensi menyasar pada orang yang tidak bersalah, di tengah kondisi proses peradilan pidana yang juga bisa mengandung kekeliruan. Ketika terjadi kekeliruan dalam proses peradilan, maka pemulihan ke keadaan semula sebagai tujuan pemidanaan tidak akan tercapai, karena terdakwa yang ternyata tidak bersalah telah mati.
Ketiga, pidana mati tidak mempengaruhi penurunan jumlah kejahatan dan tidak memberikan efek jera terhadap pelaku atau orang lain yang akan melakukan tindak pidana serupa. Hal ini bertentangan dengan tujuan pemberian pidana dalam rangka pencegahan, baik umum (untuk masyarakat luas) maupun khusus (pelaku tindak pidana), dan tidak sesuai dengan konsep keadilan restoratif yang seyogyanya dianut secara ajeg oleh RUU KUHP.
Keempat, pidana mati seringkali menyasar kelompok rentan, miskin dan minoritas lantaran akses keadilan bagi mereka yang terbatas. Pidana mati juga merupakan bentuk penyiksaan dan tindakan merendahkan martabat manusia yang keji.
Kelima, penghapusan pidana mati dalam ketentuan RUU KUHP akan membuka jalan terhadap upaya pembebasan Warga Negara Indonesia tang terjerat perkara di negara lain yang memiliki ancaman pidana mati, terutama pekerja migran.
Siti Rubaidah
Terkait
Mary Jane Fiesta Veloso: Perjalanan Panjang Menuju Pembebasan
Orde Baru dan Depolitisasi Perempuan
Peringatan 16 HAKTP 2024