Pada tanggal 14 September 1910, seorang bayi perempuan lahir ke dunia. Ia lahir di Desa Panyinggahan, Maninjau, Agam Sumatra Barat. Ia lahir dalam keluarga saudagar Minangkabau dan aktivis pergerakan, yaitu Muhamad Said.
Rasuna besar dalam keluarga Islam yang taat. Rasuna bersekolah di Diniyah School yang banyak mengajarkan agama dan mata pelajaran khusus. Tamat SD di sekolah tersebut, ia melanjutkan pendidikannya ke pesantren Ar-Rasyidiyah. Ia satu-satunya santri perempuan di pesantren tersebut.
Saat melanjutkan sekolah di Diniyah Putri Padang Panjang, ia ketemu dengan Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh gerakan Thawalib. Ini merupakan gerakan kaum reformis Islam di Sumatra Barat. Mereka banyak dipengaruhi Islam Turki era Kemal Attaturk.
Rasuna Said banyak berkiprah di dunia pendidikan untuk perempuan. Namun dalam perjalanan karirnya, ia melihat bahwa pendidikan saja tidak memadai untuk mengubah kondisi perempuan. Untuk itu, dibutuhkan perjuangan politik. Kontroversi poligami pada zamannya ia anggap sebagai pelecehan terhadap kaum perempuan.
Apa yang menarik dalam perjalanan politik Rasuna Said? Yaitu ketika ia terlibat sebagai Sekretaris Cabang Sarekat Rakyat. Sarekat Rakyat, 1926, yang berafiliasi dengan komunis. Kemudian organisasinya dibubarkan oleh pemerintahan kolonial Belanda pada 1927 karena Sarekat Rakyat dianggap memberontak.
Pidato-pidato politik Rasuna Said membakar massa rakyat dan dianggap subversif bagi kolonial. Dia dibuang ke Semarang dan dipenjara di sana.
Rasuna Said sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya yang tajam, lebih-lebih tentang penindasan terhadap perempuan. Di Sumatra Barat tahun 1935 ia memimpin redaksi majalah Raya. Ini adalah majalah radikal yang menyulut pergerakan di Sumatra Barat.
Tahun 1937, di Medan, Rasuna Said mendirikan sekolah Perguruan Putri. Ia membuat koran mingguan bernama “Menara Poeteri”. Koran ini benar-benar menjadi corong perlawanan perempuan terhadap penindasan yang ada dalam hidup sehari-hari. Kemudian koran ini tutup karena kurangnya pendanaan.
Tahun 1945-1947 Rasuna Said bergabung dengan gerakan kemerdekaan Indonesia yang salah satu tokohnya adalah Datuk Tan Malaka.
Pada 2 November 1965, Rasuna Said meninggal dunia di Jakarta terkena kanker darah. Ia meninggalkan seorang putri bernama Auda Zaschkya Duski dan 6 orang cucu. Tahun 1974, Hajjah Rangkayo Rasuna Said mendapatkan anugerah gelar pahlawan nasional dari pemerintah.
Berikut adalah salah satu isi pidato Rasuna Said yang sangat menggugah:
“Kita berjuang dengan keyakinan! Jika kita menang dalam perjuangan kita, kita akan mendapatkan dua manfaat. Pertama, Indonesia akan merdeka; kedua, surga seperti yang dijanjikan Allah. Dan jika kita gagal-tapi tidak boleh-maka memang Indonesia merdeka tidak akan tercapai, tapi surga masih menanti. Ini adalah keyakinan kita!“
Hegel Terome
Terkait
Posisi Perempuan dalam Pilkada 2024
Morowali Dibawah Tekanan Industri Ekstraktif dan Ancaman Kemiskinan
Hari Tani Nasional 2024, Mimpi Besar Kesejahteraan