4 Oktober 2024

Rohana Kudus

0Shares

Rohana Kudus adalah seorang perempuan Minangkabau yang mencoba membebaskan perempuan dari teologi bias gender. Pergerakan-pergerakan pemberdayaan perempuan yang dilakukannya merupakan simbol manifestasi perjuangan kaum perempuan dari memerangi ketidaksetaraan.

Perempuan tersisihkan dari laju peradaban disebabkan oleh dua hal utama, yaitu akibat dari konstruksi sosial budaya dan kedua adalah akibat dari ketiadaan pemberdayaan melalui pendidikan yang berkesetaraan. Dan di ranah inilah Rohana Kudus melakukan sepak terjangnya.

Di Minangkabau, gerakan perempuan diawali dengan langkah edukasi dan pemberdayaan perempuan oleh perempuan itu sendiri. Tokoh perempuan Minangkabau, yang mencoba menitikan konsentrasi dalam perjuangan pendidikan perempuan ini diantaranya adalah Rahmah Elyunisia dan Rohana Kudus.

Profil

Rohana Kudus (1884-1872), tokoh gerakan perempuan, jurnalis di awal Indonesia merdeka, pendiri surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Rohana Kudus, lahir di Koto Gadang Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember tahun 1884. Dari pasangan Muhammad Rasyad Maraja Sutan dan Kiam. Rohana Kudus merupakan saudara sebapak dengan dengan St Syahrir (pimpinan Partai Sosialis Indonesia).

Pada tahun 1908 di usia 24 tahun Rohana menikah dengan Abdul Kudus Pamuncak Sutan, seorang pemuda yang berjiwa sosial. Tetapi perkawinannya tidak berumur lama.

Rohana kemudian sendirian berjuang dalam bidang pendidikan ini. Perjuangan Rohana akhirnya membawa secercah harapan bagi perempuan kampungnya Koto Gadang. Melalui usaha pembedayaan kaum perempuan yang dirintis Rohana dengan mendirikan institusi pendidikan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan keterampilan wanita, yang diberinya nama Kerajinan Amai Setia.

Institusi pendidikan yang dibangun Rohana dan diberi nama Kerajinan Amai Setia yang kini menjadi museum

Rohana menaruh perhatian terhadap kondisi kaumnya yang termarjinalkan. Perempuan, waktu itu tidak tersentuh oleh pemberdayaan baik lokal maupun oleh pemerintah kolonial. Perempuan di biarkan dalam keterbelakangannya. Kondisi ini secara langsung menampakkan raut wajah kaum perempuan yang lesu dan tidak punya orientasi masa depan serta terkungkung.

Berangkat dari kondisi perempuan yang tidak berdaya inilah Rohana Kudus bangkit memberikan konstribusinya. Memang tidak sedikit tantangan yang dihadapi oleh Rohana dalam menjalankan cita-citanya. Bukan hanya masalah dana untuk membiayai kegiatan tetapi juga cemoohan dan pandangan miring dari masyarakat. Pembaruan yang dilakukan Rohana dengan menghadirkan perempuan dalam area pendidikan formal memang belum bisa diterima oleh masyarakat.

Konstruksi budaya ketika itu telah menetapkan perempuan dalam wilayah kerja yang sudah tentu yakni, sumur, kasur dan dapur. Opini bias gender ini, mengakibatkan perempuan tidak dibenarkan mengecap pendidikan yang layak.

Di sinilah yang tidak disetujui oleh Rohana, bagi Rohana perempuan itu harus memasuki dunia pendidikan guna memberdayakan dan membentuk karakteristik perempuan yang mandiri.

Selain bergerak di bidang pendidikan, Rohana juga berjuang melalui tulisan dengan diterbitkannya sebuah surat kabar yang bernama “Sunting Melayu”. Surat kabar ini diterbitkannya pada tahun 1912. Surat kabar ini merupakan, koran perempuan pertama di Indonesia.

Di koran ini, Rohana banyak menulis tentang kegundahannya melihat realita, terutama yang berkaitan dengan nasib kaum perempuan yang masih terjepit dalam pemikiran-pemikiran sempit. Oleh sebab itu, perjuangan Rohana cukup meluas tidak hanya sebatas lokal, tetapi disuarakan dengan lantang melalui media masa yang diterbitkannya dan dibaca oleh banyak orang.

Di sinilah, kiprah Rohana mulai dikenal dengan luas. Perempuan, mulai mengagumi dan mengikuti perjuangannya. Perempuan juga mulai sadar terhadap pentingnya pemberdayaan dirinya.

***(MJ)

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai