10 Februari 2025

Peringati 16 HAKTP, Suluh Perempuan Ternate Diskusi dan Nobar

0Shares

Ternate – Memperingati 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Suluh Perempuan Kota Ternate menyelenggarakan acara Nonton Bareng (Nobar) dan Diskusi Film The Stoning of Soraya M bertempat di Kampus Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, pada hari Sabtu, tanggal 25 November 2023.

“Film ini menjadi sebuah representasi realitas kehidupan. Juga sebagai sarana dalam menyuarakan hal-hal yang menjadi ketimpangan,” terang Sitti Anira Kanaha, Ketua Umum Suluh Perempuan Kota Ternate.

Setelah acara dibuka, peserta menikmati acara nonton bareng film dengan diskusi film: The Stoning Of Soraya M. Tampil sebagai pemandu diskusi adalah Sirly Saputry, Makasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Khairun, Anggota Suluh Perempuan Kota Ternate.

Menurut Sirly, Film The Stoning Of Soraya M di adaptasi oleh novel yang sama, karyanya Freidoune Sahebjam, menceritakan tentang kisah nyata di Kipayeh, Iran.

“Pada tahun 1986 waktu itu, film ini menjadi satu basis pengetahuan bagi kita, karena mengangkat isu-isu Kesetaraan Gender, bahkan sistem patriarkial yang sangat mengakar kental, dan juga turut meligitimasi bentuk kekerasan,” terangnya.

Sebagai refleksi, Sirly menyampaikan bahwa film ini bisa menjadi acuan untuk para perempuan agar bersatu padu mengaungkan suara, berani mengambil keputusan. Jangan membiarkan diri disubordinasi, didiskriminasi dan diintimidasi. Hal itu bisa diraih ketika perempuan bisa masuk ke ranah publik. Di mana semua orang punya hak berbicara.

Sirly menekankan pentingnya perempuan yang berani, cerdas dan berkarakter. Saling memberi peluang, kenyamanan dan kehangatan bagi perempuan lain. “Rumah aman kita adalah diri kita sendiri, dan orang-orang yang peka akan ketimpangan sosial. Teruslah mengasah pengetahuan sebab, pengetahuan adalah pencerahan untuk kesetaraan,” lanjutnya.

Women Supporting Women

Pada kesempatan yang sama, ia mengingatkan, “Realitas yang berlalu lalang dan tidak bisa kita pungkiri adalah, tidak adanya upaya perempuan dalam mendukung sesama perempuan (Women Supporting Women). Ini semestinya menjadi hal paling urgen di tengah-tengah hiruk pikuk keberlangsungan hidup yang terus-menerus terjadi.”

Ia juga menegaskan banyak sekali, perempuan-perempuan yang bahkan mengintimidasi, mendiskriminasi dan meligitimasi kekerasan. “Ini patut kita rubah paradigma berpikirnya. Seharusnya kita bisa menjadi rumah aman bagi korban-korban. Menjaga, merangkul, mengayomi dan melindungi,” terangnya.

Selanjutnya, Sirly mengingatkan kepada kawan-kawan sesama perempuan untuk tidak membiarkan logosentrisme kejahatan tertanam dipelupuk pikir. Sebagai perempuan kita perlu memberikan kasih kepada tubuh, kepala, dan intuisi, jangan sesekali menyepelekan mental orang lain. Belajar untuk hidup bergandengan, berdampingan untuk pencerahan bagi sesama perempuan.

Dwi Salatu, salah seorang peserta nobar menyatakan, “Film tersebut memicu refleksi dan diskusi tentang ketakutan dan penderitaan yang perempuan hadapi di seluruh dunia termasuk Indonesia serta menjadi pengingat yang kuat akan pentingnya kesetaraan gender dan kebutuhan untuk memerangi kekerasan di seluruh dunia.”

Ia menekankan pentingnya Unite for Women (Bersatu untuk Perempuan) dalam narasi pembebasan dan menjadikan pendidikan sebagai Agenda Feminis karena Pengetahuan adalah Pencerahan untuk Kesetaraan.

Indah Pratiwi

0Shares
×

Salam Sejahtera

× Hai